Saifi Yunianto

Pengabdi di SMPN 2 Rembang Kab. Pasuruan dan pencari Cahaya di atas cahaya-cahaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Merancang Budaya Positif yang Rekreatif
Nobar. Para murid tampak asyik menonton kartun berbicara bahasa Inggris. (Foto: saif)

Merancang Budaya Positif yang Rekreatif

Merancang Budaya Positif yang Rekreatif

Oleh: Saifi Yunianto

CGP Angkatan 4 dan Guru SMPN 2 Rembang, Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur

Setiap insan dianugerahi sepasang mata. Organ penglihatan tersebut dapat memandang dua hal; positif dan negatif. Bermula dari itu, bukti hasil survei Kemendikbud dan UNICEF tentang program Belajar Dari Rumah (BDR) diapresiasi positif. Para guru, murid, dan orang tua, baik di wilayah Terdepan, Terluar, Tertinggal (3T) maupun non-3T menjadi data sahih. Sebab, sebanyak 99 persen dari mereka sebagai sampelnya yang menyatakan tahu adanya program BDR.

Apalagi, dikutip dari gtk.kemdikbud.go.id (17/05/2020) bahwa sebanyak 94% guru di wilayah 3T sempat menonton program BDR di TVRI. Dengan frekuensi menontonnya, mereka bisa melakukannya 3,2 kali sepekan. Lalu di daerah non-3T, mereka bisa sampai 4,1 kali sepekan. Sementara, murid-murid dapat mencapai skor 7,8 dan orang tua mereka memperoleh 8,2 dalam skala 1-10. Singkatnya, tingkat kesenangan mereka untuk menonton program tersebut sangat positif.

Jika satu kebiasaan positif itu membudaya, maka nilai-nilai karakter yang dapat terbentuk pada diri murid perlahan makin menguat. Lantaran 80 persen lebih tersemainya nilai-nilai tersebut bisa bermula dari alam bawah sadar yang dimiliki masing-masing individu. Oleh karenanya, menggunakan mata positif tidak hanya dengan alam bawah sadar, tapi juga dengan sadar untuk membangun pembiasaan menjadi budaya.

Bahkan, Lumpkin (dalam modul 1.4 PGP) sempat menyatakan bahwa guru dengan karakter baik mengajarkan murid mereka tentang bagaimana keputusan dibuat melalui proses pertimbangan moral. Guru tersebut membantu muridnya memahami nilai-nilai kebaikan dalam diri mereka sendiri, kemudian mereka mempercayainya sebagai bagian yang tak terpisahkan dari siapa mereka, hingga kemudian mereka terus menghidupinya. Guru dengan karakter yang baik melestarikan nilai-nilai kebaikan di tengah masyarakat melalui murid-murid mereka.

Terlepas dari suka atau tidak, guru menjadi pemeran yang dapat menjadi contoh inspirasi bagi para muridnya. Baik di luar kelebihan maupun kelemahannya, baik atau tidak karakternya, guru terlanjur dipandang sebagai orang yang dapat diteladani di tengah masyarakat. Guru sesungguhnya memiliki kesempatan untuk menjadi teladan bagi muridnya. Kini, pilihannya adalah memanfaatkan kesempatan itu dengan sengaja atau membiarkannya lewat begitu saja dan tidak melakukan apa-apa. Menjadi teladan harus diusahakan secara sadar.

Memang tidak bisa seketika, perubahan paradigma pun menjadi titik balik pertama budaya positif. Membaca di laman resmi Sahabat Keluarga Kemendikbud, ada lima budaya sekolah yang dapat membantu mereka tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter positif. Antara lain: GLS, Kegiatan Ekstrakurikuler, Kegiatan Pembiasaan Awal dan Akhir Proses Pembelajaran, Membiasakan Perilaku baik Bersifat Spontan, dan Menetapkan Tata Tertib Sekolah. Hal itu penting untuk diterapkan oleh sekolah, karena karakter anak baru akan terlihat bila ditunjukkan secara spontan. Karakter dinilai belum terbentuk dalam diri seseorang jika belum bersifat spontan.

Dengan kata lain, spontanitas menjadi ukuran, bahwa seseorang memiliki karakter yang baik atau belum. Perilaku tersebut mencakup perkataan maupun perbuatan. Misalnya, anak spontan meminta maaf saat melakukan kesalahan atau anak langsung membantu temannya yang sedang kesulitan. Secara praktis, PGP dengan visi melahirkan generasi yang berprofil pelajar Pancasila juga dapat dilakukan secara rekreatif sebagaimana lima budaya sekolah di atas. Beberapa kegiatan yang langsung bersentuhan dengan para murid pun bisa diterapkan secara lebih manusiawi dan menyenangkan. Ragam aktivitas itu meliputi disiplin positif, motivasi perilaku manusia, posisi kontrol restitusi, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, serta restitusi dan segitiganya. Selamat mencoba dan bermanfaat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren banget cerita dan ulasannya, salam literasi pak Saifi

27 May
Balas

matur nuwun mom

06 Jun



search

New Post