Fitrah manusia gemar melakukan interaksi, komunikasi serta sosialisasi dengan orang lain, tak peduli membicarakan keburukan , kekaguman atau kebanggaan kepada orang lain,maka pantas suatu saat malaikat interupsi kepada Alla kenapa engkau ciptakan manusia dimuka bumi ini pemimpin, makhluk yang ditengarai senang Riya',Ghibah ,namimah dan berbuat kerusakan,namun Allah membela manusia denga"sesungguhnya Aku ini lebih mengetahui aapa yang tidak kamu ketahui".

Ketika digitalisasi dan publikasi sulit dilakukan,Riya' hanya melalui mulut dan hati, namun kini Riya' telah menjadi trend dengan publikasi kebaikan kelompok, maupun individual yang seharusnya hanya milik dirinya dan Allah, harus terpametkan melalui status,Instagram dan Twitter dengan dalih syiar,dakwah maupun tahadus bin Nikmah, bertanyalah kepada hatimu untuk apa kebaikan harus tersaji pada status maupun media larena hatmui paling tau terhadap niat dan motivasi mu,kita khawatir Allah mencatat sebagai sebuah Riya'.

Konon level baik,Soleh dan pintar maupun alim diperoleh karena orang lain menerima dan merasakan kemuliaan itu ,sehingga gelar kebaikan muncul karena kharisma pribadinya tak perlu publikasi kebaikan diri, tak perlu menambahkan kebaikan dengan memasang lebel kemuliaan haji,dan gelar akademik harus disandingkan dengan nama kita, sedang Umroh tidak ditambahkan tidak masalah karena tujuannya ibadah. Berbeda dengan gelar akademik itu bukan lambang pindah namun lambang kompetensitas ,yang bagi orang yang dhobit ilmunya pun tidak marah manakala gelar itu disebut, anehnya gelar sederet namun kemampuan komunikasi,kemampuan teoritis ,ide ,gagagsan dan pemikiran tidak berbanding lurus dengan gelar nya, kita khawatir penyebutan ini menjadi Riya' dalam hati.

Berhati hatilah,menebar informasi kebaikan diri, khawatir akan melengserkan ibadah bernuansa riya yang hanya menghasilkan baik dimata manusia.