Samrin Today

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Menjadi Guru Generasi Z

Menurut teori generasi, ada lima generasi pasca perang dunia kedua. Pembagian generasi tersebut didasarkan pada rentang tahun kelahiran manusia. Yakni, Baby boomer (kelahiran tahun 1946-1964), generasi X (tahun 1965-1980), generasi Y (tahun 1981-1994), generasi Z (tahun 1995-2010), dan generasi Alpha (tahun 2011-2025).

Setiap generasi memiliki ciri khasnya masing-masing. Sebagai contoh Baby boomer misalnya. Generasi ini lahir persis pasca Perang dunia kedua. Ciri khasnya, mereka merupakan generasi yang sangat adaptif, mandiri, dan bertanggung jawab. Lantaran sejak kecil mereka sudah terbiasa melakukan aktifitas secara mandiri. Seperti, memandikan adiknya, memasak air, maupun mencuci. Hal yang sangat bertolakbelakang dengan generasi Y, atau yang sering disebut sebagai generasi milenial. Yang cenderung kurang bertanggung jawab, suka yang serba instan dan praktis.

Generasi Z sering juga disebut I generation, atau generasi internet, merupakan generasi siswa siswi saat ini. Karakteristik khas generasi ini salah satunya yakni mereka sangat lekat dengan teknologi, khususnya gadget dan internet. Mulai dari bangun tidur hingga akan tidur lagi. Mulai dari sekedar update status, selfie, membaca berita, menonton video, mendengarkan music, membuat vlog, belanja online, memilih moda transportasi, hingga mengerjakan tugas sekolah. Baginya, ‘mangan ora mangan sing penting internet’. Lebih baik puasa, daripada tidak punya kuota

Selain itu, generasi Z juga merupakan generasi yang multitasking. Mereka terbiasa untuk melakukan beberapa aktifitas secara bersamaan dalam satu waktu. Seperti, mengerjakan tugas sembari mendengarkan music, makan, maupun berbelanja online.

Mengutip dari kumparan.com, menurut psikolog Elizabeth T. Santosa dalam bukunya "Raising Children in digital era" ada tujuh karakteristik generasi Z. Karakter tersebut yakni, memiliki ambisi besar untuk sukses, berperilaku instan, cinta kebebasan, percaya diri, menyukai hal yang detail, dan keinginan untuk mendapatkan pengakuan, serta digital dan teknologi informasi.

Berbagai karakter khas generasi Z tersebut, tentu menjadi tantangan sekaligus peluang bagi kita sebagai pendidik. Menjadi Guru generasi Z, berarti harus mau dan mampu beradaptasi dengan karakteristik generasi tersebut. Salah satunya yakni Guru harus melek dan akrab teknologi. Tak ada alasan keterbatasan usia, jender, kerumitan, maupun kesibukan yang membuatnya enggan akrab dengan teknologi. Karena, sejatinya teknologi itu memudahkan, bukan menyulitkan.

Apalagi jaman sekarang, dimana teknologi berkembang sangat pesat. Teknlogi yang dulunya terlihat sulit, kini mudah untuk dipelajari dan dimanfaatkan. Contohnya dalam membuat media pembelajaran berbasis web online. Dahulu, untuk membuat website butuh ketrampilan bahasa pemrograman alias coding yang serba njlimet. Kini, Kita dimanjakan dengan hadirnya web blog. Untuk mengelolanya cukup mudah, tinggal posting, drop and drag saja.

Contoh lain, yakni membuat video pembelajaran. Dahulu untuk membuatnya begitu rumit. Setidaknya membutuhkan kamera handycame untuk pengambilan video, computer dan penguasaan software, seperti adobe premiere ataupun pinnacle untuk proses editing. Sekarang, cukup hanya bermodalkan smartphone, dengan mudah bisa membuat video pembelajaran. Tinggal rekam, lalu edit dengan aplikasi, seperti viva video ataupun kinemaster di smartphone kita

Kemampuan melek teknologi Guru generasi Z haruslah mampu memberi ‘warna’ pada kompetensi guru yang dimilikinya. Dalam Undang-Undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, kompetensi yang harus dimiliki guru terdiri atas empat kompetensi. Yakni, kompetensi professional, pedagogic, personal dan social.

Pertama, kompetensi profesional yakni berkaitan dengan kemampuan pengetahuan . Kemudahan akses membuat siswa generasi Z bebas mendapat informasi. Apabila hal ini tidak diimbangi oleh guru, akan terjadi gap antara pengetahuan siswa dengan gurunya. Oleh karenanya, Guru generasi Z haruslah berpengetahuan up to date. Ia tak sungkan untuk terus meng up date dan meng upgrade (memperbaharui dan meningkatkan-pen) pengetahuannya. Hal ini bisa dilakukan, baik melalui searching pengetahuan secara mandiri lewat internet. Ataupun saling berbagi pengetahuan yang tergabung dalam komunitas pembelajaran online tertentu. Guru yang berpengetahuan up to date tentu akan merangsang dan menarik minat siswa dalam belajar

Kedua, kompetensi pedagogic yakni berkaitan dengan kemampuan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembelajaran. Kemajuan teknologi menjadikan pembelajaran tidak lagi terbatas sekat ruang, waktu dan tempat. Belajar bisa kapanpun, dimanapun, dan dengan siapapun. Guru generasi Z harus mampu memanfaatkan teknologi untuk menghadirkan pembelajaran yang menggairahkan. Teknologi tidaklah harus yang rumit. Sebaliknya, terpenting, justeru mudah, efisien dan efektif. Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan aplikasi yang biasa dipakai dalam kehidupan sehari-sehari, kemudian digunakan untuk pembelajaran. Contohnya, Guru BK bisa memanfaatkan aplikasi Whatsapp untuk bimbingan kelompok, ataupun konseling kelompok.

Ketiga, kompetensi social yakni berkaitan dengan kemampuan untuk berhubungan dengan lingkungan sosialnya. Baik dengan guru, siswa maupun lingkungan sekitaarnya. Guru generasi Z tidak hanya berinteraksi social dalam dunia nyata, tetapi juga di dunia maya. Pola interaksi keduanya haruslah tetap berpegang teguh pada norma dan etika. Selain itu, guru sebenarnya memegang peran penting untuk mengontrol perilaku siswa di dunia maya. Ini dapat dilakukan semisal dengan tehubung ke akun social media siswanya. Tentu siswa akan lebih berhati-hati dalam membuat postingan, jika akun media social mereka terhubung dengan akun gurunya.

Keempat, kompetensi personal yakni berkaitan dengan kemampuan pribadi berakhlak mulia dan menjadi teladan. Guru generasi Z harus mampu menjaga integritas moral baik didunia nyata maupun maya. Meski dunia maya, Guru harus mampu mengontrol perilakunya. Ia tak boleh menjadi penyebar hoax, ujaran kebencian, maupun larut dalam perdebatan politik. Karena, masyarakat dewasa ini cenderung menganggap apa yang ditampilkan di dunia maya seperti media social, merupakan representasi pribadi di dunia nyata.

Akhirnya, meminjam sebuah ungkapan, “setiap masa ada orangnya, dan setiap orang ada masanya”. Maka, saat ini merupakan masanya untuk menjadi Guru generasi Z

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post