Samsimar

Lahir di Indarung 26 Februari 1969 Kepala Sekolah SD Negeri 03 Sintuk Toboh Gadang. Kab. Padang Pariaman. Mempunyai 5 orang anak...

Selengkapnya
Navigasi Web
LARA HATIKU TIADA YANG TAHU

LARA HATIKU TIADA YANG TAHU

LARA HATIKU TIADA YANG TAHU

Bagian 1: Santai Sejenak, Lupakan Beban Masalah

Siang ini cuaca terasa begitu gerah. Aku ingin melepaskan lelah dari berbagai beban masalah yang mendera pikiran. Ingin kulepaskan sejenak lelah raga menempuh perjalanan jauh setiap hari, pulang pergi sekolah.

Pantai Gandoriah menjadi pilihannku. Dari Nagari Kudu Ganting Kecamatan V Koto Timur aku sudah membayangkan pemandangan pantai nan indah. Perjalanan sejauh 10 km terasa sebentar saja.

Kutumpangkan motorku pada tukang parkir lokasi Gandoriah. Seorang lelaki 40 tahunan menyambutku dengan senyuman.

“Parkir, Buk?” sapanya dengan ramah. Wajahnya yang sudah berkeringat, dikipas-kipasnya dengan topi yang nampak sudah kumal.

“Iya, Dek,” jawabku sopan. Dia menyambut dan mengambi alih motorku, lalu mensejajarkannya dengan motor lain yang sudah ada di area pakiran. Dengan ramah, dia berikan kunci motor dan karcis parkiran.

“Terima kasih, Dek!” ucapku sambil menganggukkan kepala.

“Iya, Buk.., sama-sama,” ucapnya. Lelaki itu lalu sibuk dengan tamu lain yang ingin memarkirkan kendaraannya.

Aku pun melangkah menyusuri pasir pantai berderai. Daun-daun dan ranting pinus nampak tak banyak berguguran. Nampaknya baru beberapa saat dibersihkan oleh pedagang yang menjual minuman di tepi pantai ini.

Pinus-pinus yang menghijau menyambutku dengan dengan suka-cita. Ranting pucuk dan daun-daunnya melambai-lambai ditiup angin. Aku mencari kursi dan meja santai yang kukira paling nyaman. Dua buah kursi dan satu meja plastik berwarna kuning menghadap laut lepas, lengkap dengan payung berwarna pelangi.

Aku duduk pada salah satu kursi menghirup udara pantai nan nyaman..sementara kursi satu lagi kugunakan untuk meletakkan tas ransel. Sambil membuka HP, kucoba menjepret pemandangan pantai. Kulihat hasilnya, aku menilai hasilnya belum maksimal. Mungkin karena cuaca terlalu panas, sehingga hasilnya agak blur, karena pantulan cahaya matahari pada air laut.

“Mau minum apa, Bunda? Es kelapa muda, jeruk dingin, es alpukat, atau es teh?” tanya seorang gadis manis seumuran anak SMA.

“Boleh.., boleh..! Bunda mau es alpukat saja,” jawabku sambil tersenyum. Gadis itu membalas senyumku.

“Bunda mau makan, apa? Ada nasi goreng, mie rebus atau mie goreng?” tawarnya lagi.

“Mie rebus telur ceplok, ya..! tapi telurnya setengah matang, diberi potongan cabe rawit agak 3 biji saja,” jawabku.

“Oke, Bunda..! Sabar menunggu, ya.., Elsa siapkan pesanannya dulu!” balasnya sambil sedikit menundukkan badan.

Elsa berlalu menuju warung kecilnya tak jauh dari tempatku duduk. Baru beberapa meja dan kursi di sekitarku ini yang nampak ada berisi pengunjung pantai. Biasanya semakin sore, semakin ramai. Apalagi menjelang matahari tenggelam, banyak pasangan remaja, datang menunggu sunset terbenam. Cahayanya indah dan membuat orang selalu mengaguminya.

Angin bertiup dengan kencang, serasa membuat mata kian mengantuk saja. Serasa ingin tidur di bangku santai, seperti turis-turis di Pantai Kuta.

“Ha..ha..ha.., boleh juga hayalannya,” godaku menggelitik hati sendiri.

Selang seperempat jam, Elsa sudah datang membawa nampan berisi pesananku. Sambil tersenyum, dia mengatur makanan dan minuman di atas meja plastik. Aroma mie rebus bertaburkan bawang goreng dan cabe rawit menguar, membuat perutku semakin lapar.

“Mari, Bunda! Siakan dinikmati. Permisi, Bunda,” sambungnya lagi.

“Terima kasih,” ucapku sambil mengaduk-aduk bumbu mie. Sambil membolak-balikkan mie dengan sendok dan garpu, perlahan kucicipi mmie rebus suguhan Elsa, sambil terus memandang pantai yang indah.

Tidak menunggu lama, semangkok mie rebus spesial ini pun telah berpindah ke dalam perutku. Es alpukatku pun tinggal setengahnya, ketika seorang gadis kecil datang menjajakan gorengan.

“Bu.., beli sala lauak, udang goreng, kepiting krispi. Langkitang juga ada, Bu! Semuanya masih hangat dan gurih, Bu..!” ucapnya ramah. Gadis kecil yang cerdas. Pandai juga dia mempromosikan dagangannya.

“Siapa namamu, Nak? Sekolahnya sudah kelas berapa?” tanyaku sambil memandang wajahnya.

Gadis kecil itu tersenyum. Ada lesung pipinya. Manis sekali wajahnya. Ketika kuusap punggungnya, dia menunduk malu-malu. Matanya yang indah, nampak sayu, memendam luka.

Siapakah gadis kecil ini?

BERSAMBUNG

Lubuk Alung, 10-03-2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren buk.

11 Mar
Balas

Keren buk.

11 Mar
Balas

Alhamdulillah sudah tayang. Terima kasih admin.

10 Mar
Balas

Mantap ceritanya, bunda. Salam sukses selalu!

10 Mar
Balas



search

New Post