Samsul Azwar

Guru IPA di SMPN 1 Muara Bungo, Kabupaten Bungo Provinsi Jambi.Jebolan Pendidikan Biologi FKIP Universitas Sriwijaya. SD sampai SMP di Selesaiksn di Metro Lampu...

Selengkapnya
Navigasi Web
Melawan Hegemoni Industri
Image :Pixabay License, Free for commercial use No attribution required

Melawan Hegemoni Industri

Tergelitik tulisan Dahlan Iskan di "Catatan FB Dahlan Iskan" (25/2/2019) yang dengan sangat mudah dicerna, menggambarkan bagaimana produk-produk global mulai tergerus oleh produk produk lokal. Lebih spesifik produk-produk kosmetik yang mendobrak pasar global di tiga negara berpenduduk besar, India dengan label Vini, Tiongkok dengan One Leaf (一叶子) dan Chando Yang di Tiongkok disebut 自然堂 (Zìrántáng), dan Indonesia diwakili “Wardah”.

Tulisan ini mengingatkan kembali pada sebuah buku yang booming diawal dekade 90-an berjudul Megatrends 2000 : ten new directions for the 1990’s karangan John Naisbitt and Patricia Aburdene (1990), yang secara futuristic menggambarkan kemungkinan yang akan dialami dunia (yang pada saat itu belum terjadi) pada awal-awal millennium tahun 2000 yang kemudian melambungkan istilah globalisasi dan Megatrends Milenial. Salah satu poin yang kemudian searah dan menemukan kesamaan dengan statemen Samuel Huntington yang sangat terkenal: clash of civilizations (1992).

Menurut Naisbitt tentang gaya hidup global dan Nasionalisme-Kultural, bahwa gaya hidup global didorong oleh berbagai faktor yaitu; adanya perdagangan bebas, teknologi transportasi dan teknologi komunikasi mengakibatkan tercampurnya budaya bangsa-bangsa di dunia setiap saat. Akan tetapi disisi lain -Nasionalisme kultur karena adanya conter trend atau reaksi balasan kultur- juga akan terjadi. Dalam era globalisasi, kultur yang semakin tumbuh, (mengakibatkan) semua bangsa ingin dan berusaha melestarikan identitasnya.

Huntington (1993) meramalkan adanya benturan budaya (Culture), dimana identitas agama dan budaya menjadi konflik dimasa masa berikutnya. Kenyataannya benturan setelah era perang dingin Clash yang terjadi bermuara ke penetrasi ekonomi yang pahitnya seolah olah seperti yang diprediksi Huntington. Peperangan di era sekarang ternyata beralih ke medan perebutan pasar. Imperealisme era kini memang tidak menempatkan tentara suatu Negara ke Negara lainnya (seperti invasi Aliansi Amerika di Irak, Afganistan, dan campur tangannya di Timur tengah), tetapi sangat kentara dominasi dari Negara-negara pemodal menyedot kekayaan alam suatu Negara yang miskin SDM. Era baru perang dagang sedang dimainkan kekuatan-kekuatan kapitalis yang diwakili oleh Amerika dan EROPA serta Komunis-Kapitalis yang di Komandoi Tiongkok.

Dan pada akhirnya kelompok-kelompok Ekonomi yang diwakili perusahaan-perusahaan global (Unilever, Netsle, P&G, Danone, Crafts Food dan lainnya) yang invansif tidak selalu dapat mendikte pasar. Kita ingat bahwa pada era 70-90 tidak satupun iklan sampo wanita yang menayangkan iklan (di Indonesia) tanpa menampilkan rambut asli model. Tetapi ketika kemudian sebagian besar wanita Indonesia muslim berhijab, mau tidak mau mereka merespon sebagai perubahan pasar. Kesadaran agama personal dan komunal di Indonesia menyebabkan mereka memilih produk-produk agamis baik dari segi kandungan dan nama. Produk produk perawatan yang halal dan diiklankan secara "sar’i" dengan nama nama berbau islami menjadi laris karena dekat dengan agama dan budaya. Tiba-tiba saja iklan sampo ditampilkan oleh gadis-gadis berhijab . Nama nama seperi wardah dan Siwak merembes ke pasaran.

Sesuai dengan “Selera kampung” produk budaya menjadi perekat. Mengapa animasi Ipin-Upin kemudian begitu digemari di Indonesia? Salah satu sebabnya adalah kekentalan budaya melayu yang tidak hanya ada di Malaysia tetapi juga sebagian besar rakyat Indonesia. Maka ketika ada cerita berpuasa, merayakan lebaran, mengaji sore hari, bermain permainan yang tidak akan pernah dijumpai di cerita Cinderela, kartun Mickey Mouse dan kartun kartun dari cerita HC Andersen, maka terjadilah booming disana.

Mari kita arahkan ke tujuan sebenarnya tulisan ini. Dulu sekali penerbit dan produser yakin bahwa yang menarik minat masyarakat Indonesia adalah cerita-cerita yang mengandung seksualitas dan gaya hidup mewah. Sehingga tidak heran mereka mencetak buku buku dan film yang mengarah kesana. Pada masa itu kita dipaksa menikmati karya yang memuakkan. Ingatan generasi 90-an mungkin masih terngiang “film berkualitas tidak akan laku dipasaran” selawe dualima dengan buku. Sampai mereka terperangah dengan “Petualangan Sherina”, dan Novel yang kemuddian difilmkan “Ketika Cinta Bertasbih”. Dan menyusul kemudian banyak lainnya yang tidak melulu dibumbui ’paha’, dan ‘bacok-bacokan’.

Sesungguhnya ketika sebuah Industri mengalami kemunduran kita bisa membaca bahwa tidak ingin mengikuti keinginan konsumen. Tetapi ketika konsumen (masyarakat) bertahan untuk tidak mengikuti selera mereka, mereka akan mengalah, yakinlah!

Maka melahirkan karya yang baik, yang mampu mengakomodasi pengalaman, budaya dan keyakinan masyarakat adalah jaminan sebuah karya menjadi best seller. Sekuat apapun mereka memberi cap – Karya Pop, Kontemporer, picisan- terhadap karya yang digandrungi, karya itu tetap akan dibaca. Sinisme terhadap karya Kho Ping Ho dan Bastian Tito, tidak dapat menghilangkan kenyataan pada masanya buku ini dibaca oleh banyak orang dan dicetak berkali-kali. Pun juga Karya-karya Edi D. Iskandar, Hilman dahulu, atau di era sekarang Tere Liye dan Pidi Baiq.

Menulis buku yang laris sama sulitnya dengan produk lainnya. Yang harus kita lakukan adalah melawan Hegemoni pasar yang mendorong kita bergerak kearus yang mereka inginkan. Yang harus kita lakukan adalah mengubah arah arus menuju ketujuan yang baik. Jika kita bergerak bersama, industri itu akan mengalah. Jika kita melihat apa yang ada sekarang, itu adalah kecenderungan kita. Karena tidak semua orang tahu, melawan hegemoni industri sesungguhnya adalah melawan diri kita sendiri, sebab yang mereka tawarkan merupakan hasil riset pasar, mereka tidak akan menjual jika tidak ada kemungkinan yang membeli.

(Muara Bungo, 26 Februari 2019)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Terima kasih Pak Warnoto.

26 Feb
Balas

Luar biasa. Fakta kekinian mencoba ditelaah dengan prediksi yang telah ditulis puluhan tahun lalu. Sungguh ulasan yang berbobot. Barakallah Pak Samsul

26 Feb
Balas

Sudah mantap nian tulisannya Pak Samsul

29 Mar
Balas



search

New Post