Sanria elmi

Nama yang diberikan oleh ortu Sanria Elmi Tempat tugas sebelumnya:SMP N 3 Lubuk Batu Jaya kab. Indragiri Hulu-Riau Tempat tugas saat ini: SMP Negeri 2 Lubuk B...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAHASIA HATI Episode 56
postermywall

RAHASIA HATI Episode 56

01/01/2021

RAHASIA HATI

Episode 56

Oleh: Sanria Elmi

“Ra, bangun!”

Aku menggeliat dan duduk dari atas sajadah yang terhampar. Kukucek mataku seolah tak percaya kalau semua yang terjadi hanyalah mimpi.

“Mbak, bukannya kita tadi ke lantai dua?” tanyaku

“Kamu gimana sih Ra, siap shalat kamu itu tidur. Mbak mau bangunin kamu nyenyak banget. Ni barusan Misna telpon nyuruh kita ke sana udah ditunggu.”

“Jadi aku tadi itu mimpi ya Mbak?” gumamku.

“Kamu mimpi apa toh Ra?”

“Hmm, rasanya kita sudah ada di lantai dua dan bertemua semua jamaah, tapi ada yang aneh aku disuruh ganti mukena sama seseorang,” ujarku.

“Mukena? Oh, ya. Mbak lupa ada titipan buat kamu. Nih!” jawab Mbak Aini.

“Dari siapa?” tanyaku melihat titipan yang persis dalam mimpiku.

“Tadi dititpkan sama Buk Yesy katanya sih dari kakakmu, namanya siapa ya, Mbak lupa.”

“Raja?”

“Ya, ya… namanya Raja.”

“Mbak dalam mimpi aku emang begitu Mbak, dia ngasihkan mukena ini sama aku saat di lantai dua dan dia minta aku memakainya.”

“Bener, dia memang ngomongnya begitu sama Buk Yesy.”

“Bingung aku Mbak, mimpi tapi nyata.”

“Berarti itu petanda baik.”

“Nggak tahulah Mbak, temanin aku ke toilet ya Mbak. Aku mau cuci muka dulu.”

“Ya, sekalian ganti mukenanya.”

“Aku kok malas menggantinya Mbak.”

“Eh, jangan begitu. Ntar Mbak dibilang nggak amanah lagi.”

“Ya, udah deh Mbak.”

Aku pergi ke toilet untuk sekedar membasuh wajahku lalu mengganti mukena yang diberikan Kak Raja.

“Ra, kita langsung saja ke atas, barusan Misna telepon lagi, orang udah ngumpul semua.”

“Ya Mbak.”

“Ra, kamu cantik banget pakai mukena itu,” ujar Mbak Aini.

“Aku nggak mimpi lagi kan Mbak?” tanyaku sembari mencubit kulitku yang terasa sakit.

“Kok ngomong begitu?”

“Aku nggak ngerti Mbak, tadi itu aku ngerasa persis seperti kondisi saat ini. Apa malaikat yang membisikkan padaku? tapi kenapa aku nggak dibisikkan tentang hal yang akan terjadi yang sesungguhnya ya?” jawabku.

“Mbak nggak paham soal itu Ra. Yang jelas kita menghadiri hajatan Warso. Itu saja yang Mbak tahu.”

“Ya udahlah Mbak,” gumamku.

Aku dan Mbak Aini akhirnya tiba di lantai dua persis seperti mimpiku. Aku duduk dekat Mbak Aini di belakang jamaah lainnya bukan di samping ustad Ramadhan seperti dalam mimpiku.

Baru saja aku terduduk ustad Ramadhan memanggilku agar duduk di depan di dekatnya.

“Buk Maharani, silakan duduk di sini!” ujarnya.

“Di sini saja Ustad,” jawabku.

“O ya udah nggak apa-apa,” jawab beliau.

Mataku mencari-cari seseorang tapi aku tidak melihatnya.

“Dia di mana?” batinku.

“Ra, kita ke depan ya,” ujar seseorang menepuk pundakku.

Aku tidak mengenalinya.

“Kenalkan, saya Aminah jamaah rombongan Pak Warso,” ujarnya mengulurkan tangan padaku.

“Aku Maharani,” sahutku menyambut salamnya.

“Kenapa jadi seperti dalam mimpiku?” batinku yang semakin bingung.

Setelah aku duduk di samping ustad Ramadhan, pimpinan jamaah rombongan Mas Warso membuka acara dengan memperkenalkan diri dan menyampaikan kalau acara tersebut adalah atas permintaan Mas Warso.

“Pak Warsono, kami persilakan Bapak menyampaikan hajatan Bapak kepada kita semua!” ujarnya.

Aku menunggu dengan rasa yang tidak pasti. Aku tidak pernah diberitahukan tentang hal apapun berkenaan dengan hajatannya.

“Assalamualaikum, sebelumnya saya ucapkan terimakasih kepada seluruh jamaah Travel Madina dan Travel RWH yang sudah berkenan hadir pada kesempatan ini di rumah suci ini.”

Mas Warso bicara dengan nada haru. Ia menatap Buk Aina lalu padaku. Aku gelisah dibuatnya, apa yang sebenarnya ingin diucapkan Mas Warso?

“Saya mohon bantuan Bu De saya dari travel RWH untuk mewakili orang tua saya hari ini.”

Kulihat Buk Aina maju mendekati Mas Warso dan duduk di dekatnya. Dia menatapku yang seperti orang bengong.

“Seperti doa dan harapan saya dan juga janji saya, bahwa hari ini dalam kesempatan yang diberikan Allah, saya ingin melaksanakan keinginan tersebut. Sebelumnya saya mohon maaf kepada seseorang yang memang sama sekali tidak pernah saya beri tahu. Karena itu janji saya.”

“Seseorang? Maksudnya?” batinku.

Seluruh jamaah tak sabar menanti kejutan yang dibuat Mas Warso. Mata mereka seolah tertuju kepadaku.

“Di hadapan semuanya, searah dengan Hijr Ismail, tampat mustajab untuk berdoa dan memohon. Saya berdoa dan memohon kepada-Nya agar saya diperkenankan untuk dipertemukan kembali dengan seseorang yang telah lama saya harapkan.”

“Apa ini?” bisikku dalam hati yang makin gelisah.

“Saya ingin melamarnya di sini.”

“Demikian dari saya, semoga hajatan saya ini diridhoi dan direstui,” ujarnya menutup sambutan.

Pimpinan jamaah travel Madina kembali menyampaikan agar pihak keluarga Mas Warso untuk berbicara.

Buk Aina menyampaikan sambutannya dan menyatakan perihal Mas Warso juga statusnya saat ini.

“Allah memang punya cara terindah dalam liku kehidupan manusia. Allah sudah mengatur semuanya dan saya mewakili kedua orang tua Warsono menyampaikan lamaran ini kepada Ananda Maharani.”

Dheg! Jantungku hampir copot dibuatnya, wajahku merah padam mendengarkan ucapan Buk Aina.

“Aduh, Ibuk, kenapa sih nggak ngasih tahu aku sebelumnya?” keluhku.

Semua mata bahagia menatapku dengan senyum di bibir. Sementara aku tak tahu harus berbuat apa.

“Saya mewakili keluarga Maharani, sebelum lamaran ini saya sudah menghubungi Bundanya dan beliau merestui,” ujar Kak Raja tiba-tiba.

“Apa? Bunda sudah tahu?” batinku tak kalah terkejutnya.

“Baiklah kalau begitu sekarang kita minta kepada Buk Maharani, apakah Ibuk menerima lamaran dari Bapak Warsono?” ujar pimpinan rombongan Mas Warso.

Aku tidak tahu harus bicara apa, lidahku terasa kelu, bahagia bercampur rasa haru.

“Mas, kamu memang punya segudang cara terindah memberikan kejutan kebahagiaan untukku,” bisik hatiku.

“Bagaimana Buk Rani?” tanya Ustad Ramadhan kepadaku.

“Aku tak tahu harus berkata apa Pak,” ujarku.

“Ibuk mau menerima lamaran Pak Warsono?” tanyanya.

Aku hanya mampu menganggukkan kepalaku dengan sejuta rasa yang amat indah dan tak terlukiskan dengan kata-kata.

“Baiklah, saya sudah bicara sama Bu Rani, beliau menerimanya. Semoga lamaran ini berlanjut menjadi akad yang tentunya nanti kita serahkan kepada kedua belah pihak.”

Ustad Ramadhan menyudahi perwakilan jawabanku.

“Alhamdulillah,” ujar jamaah semua.

Buk Aina meminta Mas Warso untuk mendekat padaku dan memasangkan sebentuk cincin yang sudah disiapkannya.

“Maafkan Mas ya Ra. Mas sudah janjikan kalau Mas akan memberikan kejutan, dan ini adalah kejutannya. Mas mau menikah denganmu di sini, apakah kamu mau Ra?” ujarnya.

“Mas, aku nggak bisa ngomong apa-apa. Makasih ya.”

Cincin yang dibeli Mas Warso bersamaku sebelumnya saat di Madinah terpasang di jariku dan aku memasangkan yang satunya di jari Mas Warso.

“Ra, ini kado lamarannya, terima ya,” ujar Buk Aina sembari menyerahkan kado yang sudah ditata rapi.

“Apa ini Buk?” tanyaku.

“Kamu boleh membukanya di sini,” Ujar Buk Aina.

“Terimakasih ya Buk,” sahutku.

“Sama-sama Ra.”

Pada hari yang sama dan di saat yang sama, disaksikan seluruh jamaah dan tanah suci yang penuh dengan segala rahmat-Nya aku resmi bertunangan dengan Mas Warso.

“Ra, makasih ya sudah mau menerima Mas. Mas bahagia Ra, akhirnya Mas bisa mewujudkan mimpi Mas selama ini, semoga dalam waktu dekat Mas bisa memilikimu sutuhnya.”

Tabir rahasia hatiku akhirnya terkuak menerima ketulsan sebuah cinta dan yang kudamba. Tiada keinginan yang berlebihan selain mewujudkan rasa yang menyatu dalam impian dalam satu hati satu rasa, satu ikatan cinta yang diridhoi-Nya.

“Hmm! Selamat ya Pak Warso dan Buk Rani, semoga ijabnya terlaksana secepatnya tanpa halangan dan rintangan,” ujar pimpinan rombongan travel Madina.

“Terimakasih Ustad, sudah memberikan support-nya pada kami hingga semua berjalan sesuai dengan rencana.”

“Sama-sama Pak Warso.”

Semua jamaah memberikan ucapan selamat kepada kami lalu bubar setelah acara kembali ditutup dengan doa yang dibimbing oleh Ustad Ramadhan.

***

Bersambung.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

so sweet ceritanya. salam sukses bun

02 Jan
Balas

Keren pisan euiii. Mantap surantap Cikgu.. Sukses selalu

02 Jan
Balas

terimakasih, belum berakhir Pak.

02 Jan

Bahagianya. Aku turut bahagia Ra dan War. Sehat dan sukses selalu bucantik

02 Jan
Balas

terimakasih, sudah memberikan support atas hayalan yang membentang

02 Jan

Mantap kejutan manis di tanah suci.... lanjut bu salam sukses selalu

02 Jan
Balas

terimakasih Bun

02 Jan

Mantap Bu

02 Jan
Balas

Terimakasih Pak

02 Jan

Rahasia hari semakin keren Bun sukses selalu buat Bunda Aamiin

01 Jan
Balas

Terimakasih Ibuk

02 Jan

Betapa bahagianya

02 Jan
Balas

Alhamdulillah akhirnya.... Keren ibu cantik sahabatku. .... Sukses ya bu... Salam sa tun... Kisahnya sangat keren

01 Jan
Balas

terimakasih sahabatku.

02 Jan

Cerita yang apik Bun, siap menanti lanjutannya

01 Jan
Balas

terimakasih Bu cantik

02 Jan

Kisah yang menawan buah tangan Bu San yang cantik. Salam ibu.

02 Jan
Balas

Ya Allah.. Bahagianya, dilamar di tanah suci. Sukses slalu buk dan salam literasi.

02 Jan
Balas

Alhamdulillah akhirnya mereka bahagia. Sukses slalu bunda

02 Jan
Balas



search

New Post