Sanria elmi

Nama yang diberikan oleh ortu Sanria Elmi Tempat tugas sebelumnya:SMP N 3 Lubuk Batu Jaya kab. Indragiri Hulu-Riau Tempat tugas saat ini: SMP Negeri 2 Lubuk B...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAHASIA HATI Episode 59
postermywall

RAHASIA HATI Episode 59

08/01/2021

RAHASIA HATI

Episode 59

Oleh: Sanria Elmi

Perjalanan dalam pelaksanaan ibadah telah pun usai dengan segala berkah, rahmat dan kasih-sayang-Nya yang tercurah sehingga semua berjalan dengan lancar tanpa hambatan yang berarti.

“Assalamualaikum, Bu De!”

Terdengar suara ketukan di pintu dan ucapan salam.

“Waalalikumsalam, sebentar!” jawabku sembari beranjak mendekati pintu kamar.

“Mas,” ujarku setelah pintu kubuka.

“Barang-barangnya sudah di-packing semua?”

“Ada yang masih di luar sih Mas, nggak muat lagi,” jawabku.

“Masukkan ke koper Mas saja ya, lagian koper Mas masih muat kok Ra.”

“Ya Mas,” jawabku senang.

“Bu De mana?”

“Tadi turun sama Mbak Misna, Mbak Aini masih belanja Mas.”

“O, jadi kamu sendiri?”

“Nggak kok, berdua,” jawabku.

“Sama siapa?”

“Sama Mas,” gurauku.

“Mas di luar, kamu di dalam itu nggak berdua namanya.”

“Gurau Mas, o ya aku ambil barang yang mau dititip ya.”

“Ya, Mas tunggu di sini.”

Aku beranjak kembali ke dalam kamar mengambil kantong berisi belanjaku yang tidak muat di dalam koper,

“Warso, kok di luar?”

“Bu De, dari mana?”

“Bu De lupa, kemarin Ranti telepon minta belikan gelang sama cincin. Ya mumpung masih di sini makanya Bu De beli.”

“Gitu ya. Bu De sudah packing?”

“Belum War karena Bu De masih mau masukin belanjaan ini.”

“Perlu dibantu?”

“Nggak usah War, hanya tinggal koper aja kok.”

“Beneran Bu De nggak perlu bantuan?”

“Ya War, nggak usah. Kamu sudah selesai belum?”

“Ini Bu De mau masukin belanja Rani katanya nggak muat di kopernya.”

“Y owes toh War, kamu siapin saja. Katanya sebentar lagi sudah harus dikeluarkan dari kamar barang-barangnya.”

“Ya Bu De.”

Aku mendekati Mas Warso yang masih berdiri di pintu bersama Buk Aina.

“Mas, hanya ini kok, kira-kira muat nggak di koper Mas. Kalau nggak muat biar masuk tas tentang aja.”

“Muat kok, ini kan yang beli kemarin kan?”

“Ya Mas.”

“Kalau begitu Mas packing dulu ya.”

“Ya, Mas. Perlu aku bantu nggak Mas?”

“Kalau nggak keberatan, boleh tuh.”

“Ya nggaklah Mas, lagian ini barang-barangku udah semua kok.”

“Biar Mas bantu keluarin dulu biar nanti nggak buru-buru.”

“Ya Mas.”

Mas Warso masuk ke kamarku dan membantu mengeluarkan koper dan tas berisi oleh-oleh.

“Berat juga ya Mas?”

“Sepertinya nggak berlebih kok Ra, yang penting jangan melebihi 25 kilo. Takutnya nanti di bongkar di Bandara, terutama di Malaysia nanti.”

“Kayaknya sekita itulah Mas.”

Kedua barangku sudah berada di luar juga beberapa barang-barang Buk Aina.

“Mbak Aini sama Mbak Misna mana?”

“Nah itu dia Mas, dari tadi kok belum kembali ya?”

“Dah gini aja, Mas ke kamar dulu buat packing, Rara coba telepon mereka sepertinya petugas sudah mulai menurunkan barang-barang jamaah.”

“Ya Mas, aku telepon dulu.”

Mas Warso pergi meninggalkanku di depan pintu kamar. Aku mencoba menghubungi Mbak Aini dan Mbak Misna, tetapi tidak tersambung sementara kulihat petugas sudah mulai bergerak menurunkan barang-barang. Aku sedikit gelisah.

“Mbak Aini sama Mbak Misna gimana sih, kok nggak bisa dihubungi?” batinku.

“Ra, kamu sudah selesai packing?” tiba-tiba Arfan keluar dari kamarnya dan menegurku.

“Aku sudah Fan, ini barang-barangku. Tapi Mbak Misna sama Mbak Aini belum kembali. Tadi sih katanya mau belanja sebentar.”

“Biar aku coba hubungi.”

“Ya Fan, soalnya petugas sudah mulai bergerak tuh.”

“Gini aja, kamu siap-siap berkemas untuk keberangkatan karena sebelum Ashar kita sudah berangkat. Tinggal satu jam lagi.”

“Ya Fan, aku mau ke kamar Mas Warso sebentar, tadi katanya mau dibantu packing.”

“O ya udah, tapi jangan sampai telat, nanti ketinggalan bus.”

“Ya Fan, makasih ya.”

“Buk aku ke kamar Mas Warso sebentar ya, kalau Ibuk sudah selesai biar nanti aku bantu untuk mengeluarkan koper Ibuk.”

“Ya Ra, ini sudah mau siap kok.”

Aku menuju kamar Mas Warso.

“Assalamualaikum, Mas.”

“Waalaikumsalam, masuk aja Ra.”

Pintu kamar Mas Warso terbuka, seseorang keluar dari kamar Mas Warso.

“Rani, cari Warso?”

“Ya, Pak.”

“Masuk aja.”

“Terimakasih, maaf ya Pak, saya izin masuk mau bantu Mas Warso.”

“Ya nggak apa-apa, silakan!”

Aku masuk ke kamar Mas Warso dengan perasaan ragu.

“Mas.”

“Ya Ra.”

“Sudah selesai?”

“Belum Mas bingung nih, nyusunnya kayak apa?”

“Ya udah, biar aku aja.”

Kubuka koper Mas Warso, aku terpaksa melipat ulang pakaian yang ada di dalamnya karena berantakan.

“Mas, kok nggak dilipat pakaiannya?”

“Mas tadinya mau cepat aja, nggak tahunya kok penuh betul padahal isinya hanya sedikit.”

“Ya iyalah Mas, isinya hanya dipuruk-puruk gini,” rungutku.

“Makanya Mas minta bantu Rara.”

Aku senyum-senyum kecil mendengar Mas Warso menyebut namaku dengan sebutan Rara. Terkesan manja.

“Kok senyum-senyum sih?”

“Nggak ada apa-apa Mas. Nggak mungkin Rara nangis kalau hanya ngelipatin baju Mas,” sahutku ikut-ikutan menyebut namaku yang baru.

“Mas bantuin apa?”

“Mas siap-siap aja, kan jadwal keberangkatan kita sama.”

“Beneran nggak perlu dibantuin?”

“Ya, Mas, nggak usah.”

Aku melipat pakaian Mas Warso dan menyusunnya di dalam koper. Sengaja kulipat dengan cara digulung agar tidak berantakan dan terlihat lebih rapi. Selain itu, lebih hemat tempat.

“Ra, kok simple ya cara nyusunnya?” tanya teman Mas Warso saat memperhatikanku mengemas pakaian Mas Warso.

“Ya sih Pak, kalau dilipat dan digulung begini isinya lebih banyak.”

“Wah, kalau gitu saya mau buat seperti itu juga lah, maklum nggak punya pendamping yang bisa bantuin.”

“Maksudnya Pak?”

“Panjang ceritanya Ra.”

“Maaf ya, kalau saya jadi kepo.”

“Ya Ra, nggak apa-apa. Bapak senang lihat kalian, semoga saja kalian secepatnya bisa bersatu dalam ikatan yang suci.”

“Aamiin.”

“Bapak sudah dua tahun ditinggal istri.”

“Ditinggal gimana Pak, maaf!”

“Jodoh kami berakhir Ra, mungkin sudah takdir.”

“Maafkan aku ya Pak, nggak bermasud untuk membuat Bapak sedih.”

“Tidak apa-apa Ra. Kami tidak punya anak, mantan istri Bapak memilih untuk berpisah dan sekarang mereka sudah dikarunia seorang anak. Bapak juga nggak tahu salahnya di mana padahal Bapak juga sudah cek kesehatan dan hasilnya baik-baik saja. Mungkin ini hanya masalah waktu. Tapi sayang, mantan Bapak tidak mau lagi bertahan untuk bersama.”

“Ya Allah, apakah ini menjadi problema rumah tangga? Lalu apakah nantinya aku akan seperti itu?” batinku.

“Ra, Bapak hanya kasih saran sama kamu, jika kalian saling menyintai maka terima dan bersabarlah dengan segala kelebihan dan kekurangan masing-masing.”

“Insyaallah Pak, terimakasih atas cerita Bapak yang pastinya sangat bermanfaat buat saya nantinya. Maaf Pak, biasanya laki-laki yang tidak sabaran ketika sang istri tidak kunjung bisa memperoleh momongan.”

“Entahlah Ra, Bapak juga tidak tahu. Sekarang usia Bapak sudah mendekati kepala empat. Bapak masih berharap kelak dipertemukan dengan orang yang bisa menerima Bapak dengan segala yang ada pada diri Bapak.”

“Aamiin, aku doakan Pak, insyaallah semua akan indah pada waktunya.”

“Terimakasih Ra, Maaf juga nih. Bapak kok jadi curhat pula.”

“Tidak apa-apa Pak, setidaknya dengan curhat dapat melegakan beban batin Pak.”

“Ya Ra, sekarang perasaan Bapak sedikit lebih plong.”

“Alhamdulillah, syukurlah kalau begitu.”

Mas Warso keluar dari kamar mandi dengan pakaian seragam mereka. ia terlihat segar dan terlihat semakin gagah di mataku.

“Mas, sudah siap?”

“Sudah Ra, sudah selesai?”

“Sudah Mas, tuh masih banyak tempat kalau mau diisi lagi.”

“Tinggal ini Ra, handuk Mas.”

“Ya udah bawa sini biar Rara lipat. Mas minta kantong dong biar yang lain nggak ikutan lembab.”

Mas Warso memberikan kantong plastik padaku dan aku segera memasukkan handuk dan peralatan mandinya yang tertinggal di luar.

“Ra,sekarang Rara siap-siaplah, sebentar lagi kita sudah harus turun.”

“Ya Mas, Rara pergi dulu ya.”

“Ya, Mas tungguin, ntar kita turun bareng.”

“Ya Mas. Pak aku pamit dulu ya.”

“Ya, Ra. Bapak senang lihat kalian akur begitu.”

Aku hanya tersenyum sembari meninggalkan kamar Mas Warso. Aku bersiap-siap untuk berbenah.

“Wah, udah pada siap ya?” tanyaku ketika tiba di kamar.

“Lho, kamu dari mana Ra?” tanya Mbak Misna.

“Bantuin Mas Warso berkemas. Pakaiannya dipuruk-puruk aja jadi dia kesulitan nyusun barang tambahan.”

“O, ya udah cepatan berbenah.”

“Ya Mbak.”

Aku segera menuju kamar mandi lalu secepatnya berganti pakaian dan setelah semua selesai aku kebingungan karena koperku sudah di luar.

“Kenapa Ra?” tanya Buk Aina.

“Ini Buk, koper aku sudah di luar, trus pakaian aku ini aku masukin ke mana?”

“Masukin dalam tas tenteng saja, kan masih muat.”

“O iya, ya. Aku lupa.”

bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Makin keren dan bikin ketagihan... Mantap sahabatku.... Ditunggu selalu... Salam santun dan sukses selalu buat bu guru hebat

09 Jan
Balas

terimakasih sahabatku

09 Jan

Cerpen yang keren Bu..salam sukses selalu.

09 Jan
Balas

terimakasih ya bunsay

09 Jan

terimakasih ya bunsay

09 Jan



search

New Post