Santi Nurmalahayati

Guru Bimbingan Konseling di SMAN 15 Surabaya. Penulis buku berjudul Guru (Harus) Ke Luar Negeri! dan Jejak Emas di Olimpiade Guru Nasional. Pernah terpilih seba...

Selengkapnya
Navigasi Web
AURA POSITIF DI FINAL OLIMPIADE GURU NASIONAL BIMBINGAN KONSELING 2018
Bersama sebagian finalis OGN BK yang mengenakan pakaian khas daerahnya masing-masing

AURA POSITIF DI FINAL OLIMPIADE GURU NASIONAL BIMBINGAN KONSELING 2018

“Menang atau Tidak Menang, Anda sudah Menjadi Pemenang”

Kata-kata diatas disampaikan oleh Ibu Sri Renani Pantjastuti, Direktur Pembinaan Guru Pendidikan Menengah, di hadapan 158 finalis saat Pembukaan Final Olimpiade Guru Nasional di Rinjani Ballroom, Hotel Lombok Raya, Mataram, tanggal 3 Mei 2018. Kata-kata yang terdengar sejuk di telinga, menguarkan nuansa hangat dalam relasi antar finalis yang sebagian besar baru saling bertemu dan berkenalan di tempat ini. Beliau menyampaikan hal tersebut, mengingat finalis yang hadir diambil dari 20 terbaik di 8 mata pelajaran dari total 1233 peserta tes online di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Malam yang semakin larut, kantuk yang tak tertahankan, perlahan terkikis setelah acara pembukaan yang ditutup dengan foto bersama dengan para pejabat Dikmen Kemdikbud dan juri OGN.

Hari yang panjang dan melelahkan ini berubah menjadi penuh kekeluargaan ketika sesi foto bersama. Kalau sudah di hadapan kamera, antusiasme langsung menular dan dalam sekejap orang-orang yang baru saling mengenal seakan tak lagi berjarak. Bisa jadi karena sebagian beban telah terangkat setelah melalui tes online wawasan pendidikan dan tes uraian di siang dan sore harinya. Buat saya, kelelahan akibat jadwal marathon sedikit terobati dengan pancaran energi dari obrolan sesama finalis. Ketika menunggu dimulainya acara pembukaan, saya sempat berbincang-bincang dengan teteh Hessy dan kang Firman, finalis BK dari Jawa Barat. Kedua finalis ini sudah pernah saya dengar reputasi hebatnya, namun kerendahan hati mereka membuat obrolan terasa menyenangkan. Tak terasa aroma persaingan, meski masing-masing dari kami pasti mendapat titipan medali dari dinas pendidikan provinsi. Saya juga teringat pesan Ibu Suhartatik, Kepala Bidang GTK dari Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur di malam sebelum keberangkatan kami ke Mataram: “Lupakan semua beban dan pikiran, lakukan semua hal yang disukai, agar hati merasa senang dan tenang”. Proses belajar sudah dilalui sebelumnya. Sisanya, tinggal menikmati semua prosesnya. Saat sudah tiba hari-H, tak perlu pikirkan belajarnya, cukup pastikan fisik dan mental dalam keadaan on fire.

Memasuki hari kedua, kegiatan berpindah di kelas sesuai mata pelajaran. Disinilah kesempatan pertama saya berinteraksi bersama teman-teman Bimbingan Konseling. Sambil menunggu kehadiran dewan juri, kami saling berkenalan. Dari sesi perkenalan saja, saya sudah merasa terharu dan bersyukur sekali bisa menjadi bagian dari kelompok ini. Peserta dari NTT, mbak Marselina atau Leni, meskipun provinsinya bersebelahan dengan NTB, namun ia harus menempuh perjalanan panjang sejak tanggal 30 April. Dari rumahnya di Bajawa, ia harus menyeberang pulau menuju ibukota provinsi untuk mengurus persyaratan surat tugas dan SPPD. Dari Labuan Bajo, karena tidak ada penerbangan langsung ke Lombok, ia harus transit di Surabaya untuk kemudian melanjutkan penerbangan ke Lombok. Lain lagi kisah Pak Rigo, peserta asal Pulau Anambas, Kepulauan Riau. Dari pulau Anambas, ia harus menempuh perjalanan laut menggunakan feri selama 9 jam untuk menuju Tanjung Pinang atau Batam. Dari sana, ia baru dapat melanjutkan perjalanan melalui udara, dengan transit di Surabaya. Perjalanan yang cukup berat, hingga Pak Rigo harus terbaring sakit pada hari ketiga. Mereka berdua masih jauh lebih beruntung, karena Ibu Indri, salah satu finalis asal Sangatta, Kalimantan Timur, sejak beberapa hari sebelum OGN mengabarkan bahwa ia tidak dapat bergabung karena banjir besar yang mengepung rumahnya. Banjir baru surut setelah 5 hari. Situasi tersulit justru pasca banjirnya, apalagi ia masih memiliki balita. Mendengar kisah para finalis lain, membuat saya tak henti-hentinya bersyukur. Tak pantas rasanya mengeluh hanya karena pesawat yang saya tumpangi terpaksa berputar-putar diatas langit pulau Lombok yang indah selama 30 menit karena antrian pendaratan. Dengan keterlambatan 30 menit pun, perjalanan udara kami hanya memakan waktu 90 menit. Bersyukur sekali Surabaya memiliki jadwal penerbangan ke Mataram yang cukup banyak dan tanpa transit. Bahkan rombongan Jawa Tengah pun, dari Semarang harus transit dulu di Surabaya.

Workshop belum lagi dimulai, tetapi kisah teman-teman telah membakar semangat saya. Dengan segala kemudahan yang saya dapatkan, nikmat manalagi yang harus saya dustakan? Satu-satunya hal yang bisa saya lakukan adalah menampilkan yang terbaik, sebagai ungkapan syukur atas segala dukungan dan kemudahan ini. Kehadiran 2 orang juri di kelas kami juga tak membuat suasana berubah. Ibu Anne dari UPI Bandung dan Pak Fahrozin dari UNY yang baru saja terpilih sebagai Ketua ABKIN beberapa hari sebelumnya turut berperan dalam membangun suasana yang kondusif di kelas ini. Bu Anne, dengan pembawaannya yang lemah lembut membuat kami merasa diayomi. Begitu pula Pak Fahrozin, dengan wibawanya menggiring kami untuk tetap tenang dan menikmati setiap proses dengan nyaman.

Kami mendapatkan kesempatan cukup panjang dalam kegiatan workshop ini. Dimulai jam 8 pagi dan sudah harus selesai pada pukul 3 sore. Tugas kami adalah membuat RPL lengkap untuk kelas X yang akan disajikan pada saat microteaching dan membuat 2 buah slogan yag relevan dengan materi yang disampaikan. Untuk pembuatan RPL ini sebelumnya sudah disampaikan di kisi-kisi, jadi kami hanya perlu menyesuaikannya dengan soal yang diberikan. RPL yang saya siapkan sebelumnya untuk durasi 1x45 menit, namun di soal diminta untuk membuat dalam durasi 2x45 menit. RPL yang saya bawa juga belum lengkap, masih kurang materi dan beberapa media, serta perlu dipoles lagi agar sesuai dengan ketentuan. Karena melihat waktunya yang cukup panjang, sayapun mengerjakannya dengan santai. Hingga istirahat makan siang, saya belum menyelesaikan beberapa hal. Istirahat makan siang saya manfaatkan bersama neng Okta, finalis asal Jambi, teman sekamar saya, untuk membuat slogan yang keren dan eye catching. Neng Okta juga banyak membantu dan memberikan masukan dalam persiapan microteaching, agar alurnya tetap mulus meskipun waktu tampilnya hanya 25 menit. Makanya, orang yang pertama saya cari setelah pengumuman pemenang ya orang ini, teman kuliah yang sudah pernah melalui beragam hal bersama di masa remaja dulu. Dia pulalah yang membuat berbagai kecemasan tereduksi karena saya dapat mengungkapkan semua hal padanya tanpa sungkan. Thanks a lot ya Neng! Kecemasan sempat meningkat lagi ketika seluruh finalis sudah mengumpulkan RPL nya, sementara saya, 30 menit menjelang deadline, masih merasa perlu melengkapi RPL dengan ini dan itu. Tapi, kecemasan ini saya sendiri yang membuatnya. Setelah mengumpulkan seluruh tugas, saya sudah merasa lebih tenang dan kembali menikmati proses dengan nyaman.

Aura positif, kondusif, dan kekeluargaan, membuat proses yang saya lalui selama Final OGN terasa sangat nyaman. Obrolan-obrolan seru di sela waktu istirahat juga mampu mengakrabkan satu sama lain. Saat microteaching pun, semua peserta saling mendukung meskipun tak pernah ada instruksi sebelumnya. Tak sedikitpun terdengar gumaman negatif maupun ungkapan kekecewaan. Saya yakin, aura positif ini lahir dari ketulusan dan mental juara. Atau bisa juga karena pembawaan orang BK yang biasanya relatif tenang dan supportif. Perbedaan budaya pun tak menghalangi kami untuk saling berinteraksi. Justru, suasana kelas menjadi semakin hidup dengan keragaman karakter dan kekhasan budaya dari masing-masing peserta. Untuk yang satu ini, salut deh sama Kang Firman dari Majalengka dan Pak Eko dari Yogya yang selalu bersedia “mengorbankan” dirinya demi hidupnya dinamika kelas.

Biasanya, manusia dapat dengan mudahnya melupakan berbagai peristiwa yang hadir dalam hidup. Namun, pada peristiwa yang menyisakan guratan emosi, pasti akan terekam kuat. Apa yang dialami selama Final OGN BK 2018 di Mataram ini bisa jadi terlewat dalam memori, namun sensasi menyenangkan yang tertinggal di hati takkan mungkin terganti. Siapapun pemenangnya, suasana kekeluargaan selama pelaksanaan Final OGN terlalu indah untuk dilupakan. Sampai jumpa lagi ya teman-teman!

Surabaya, sambil nganyari laptop, 9 Mei 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Inspiratif..semoga Aura BK terus menggeliat untuk sukses di OGN tahun berikutnya. Mbak Santi memang OK Bingitt !

11 May
Balas

Inspiratif..semoga Aura BK terus menggeliat untuk sukses di OGN tahun berikutnya. Mbak Santi memang OK Bingitt !

11 May
Balas

Inspiratif..semoga Aura BK terus menggeliat untuk sukses di OGN tahun berikutnya. Mbak Santi memang OK Bingitt !

11 May
Balas

Inspiratif..semoga Aura BK terus menggeliat untuk sukses di OGN tahun berikutnya. Mbak Santi memang OK Bingitt !

11 May
Balas

alhamdulillah, tulisannya menark banget ibu. smg saya dan kita smua bisa jadi penulis

13 May
Balas

Luaaaar.biasaaaa...sudah.kuduga sejak awal..ini dia pemenangnya.....heheehee

13 May
Balas

Wah..mbak Dian yang selalu tak dekati kalau sudah mulai pasang tongsis nya.. selamat juga atas medali..

14 May

Ogn 2019 ad ga? Trus daftarny gmn? Mksh

29 Nov
Balas



search

New Post