Santi Nurmalahayati

Guru Bimbingan Konseling di SMAN 15 Surabaya. Penulis buku berjudul Guru (Harus) Ke Luar Negeri! dan Jejak Emas di Olimpiade Guru Nasional. Pernah terpilih seba...

Selengkapnya
Navigasi Web
MODAL NEKAD IKUT IELTS (1)

MODAL NEKAD IKUT IELTS (1)

Pernah dengar tes IELTS? Singkatan dari International English Language Testing System, salah satu tes yang menguji kemampuan berbahasa Inggris dengan standar Internasional. Kalau tes TOEFL, mungkin lebih familiar ya, karena hampir setiap kampus sekarang mewajibkan mahasiswa mengikuti tes TOEFL sebelum lulus. Saya sendiri baru mengenal IELTS beberapa tahun terakhir ini. Ketika tahu bahwa IELTS lebih kompleks daripada TOEFL dan biayanya juga tidak murah, saya mundur perlahan dan memilih menghindarinya. Tapi akhirnya, di pertengahan tahun ini saya memutuskan untuk mendaftarkan diri, menguji nyali, dan mengikhlaskan tunjangan profesi untuk menghadapinya. Ngapain saya repot-repot ikut IELTS? Guru Bahasa Inggris bukan, guru di sekolah Internasional juga bukan, dosen bukan, calon imigran juga bukan.

Orang bijak berkata : Kalau ingin bertumbuh, kita harus keluar dari zona nyaman. Belajar bahasa Inggris lagi setelah bertahun-tahun, di tengah kewajiban sebagai ibu, istri, dan guru yang sedikit overload bukanlah hal yang mudah. Tapi, keinginan mengepakkan sayap lebih lebar membuat saya berusaha keras untuk mewujudkannya. Kesempatan mendaftar beasiswa untuk meraih gelar Master of Educational Studies untuk jurusan Guidance, Counselling, and Career masih terbuka lebar jika saya mampu memenuhi persayaratan Bahasa Inggris dengan skor IELTS. Rasanya sayang melewatkan peluang ini, dan lebih sayang lagi jika saya menyerah sebelum berjuang. Makanya, niat dan usaha keras saja ternyata belum cukup. Butuh keterdesakan dan kenekadan untuk melalui tantangan ini. Kalau gak nekad, ya gak daftar-daftar. Kalau gak tedesak, pasti kalah dengan kebutuhan lain yang terus berkejaran.

Saya menyadari, kemampuan Bahasa Inggris saya tidak bagus-bagus amat. Saya hampir tidak pernah berkesempatan mengikuti les Bahasa Inggris waktu masih sekolah dulu. Bahasa Inggris juga bukan pelajaran favorit saya, apalagi pengalaman belajar Bahasa Inggris di masa SMP-SMA juga tidak terlalu menyenangkan. Tapi untuk ukuran guru yang pendidikannya bukan Bahasa Inggris, modal saya masih terhitung lumayanlah. Beberapa kali mengikuti tes TOEFL ITP, salah satunya di awal tahun ini, hasilnya masih diatas 500. Tapi untuk IELTS, saya belum berpengalaman sama sekali. TOEFL ITP dan IELTS sama-sama mengukur kemampuan listening, reading, dan grammar. Hanya saja, di IELTS juga mengukur kemampuan writing dan speaking. Bedanya lagi, bentuk soal IELTS lebih bervariasi. Tidak hanya sekedar menjawab pilihan ganda seperti di TOEFL ITP. Soal grammar di IELTS juga tidak secara khusus pada bagian tertentu seperti di TOEFL, melainkan disisipkan pada penilaian seluruh skill.

Biar gak “bunuh diri” amat, saya menyisihkan sedikit hadiah kemenangan di Olimpiade Guru Nasional kemarin untuk mengikuti les persiapan IELTS. Saya memilih kelas privat selama 10 pertemuan dengan durasi masing-masing 90 menit. IDP Surabaya menjadi pilihan, karena selain dekat dengan rumah, stafnya ramah-ramah, pengajarnya bagus, dan waktunya sangat fleksibel. Buat ibu-ibu yang suka sok sibuk, cocok bangetlah les disini. Guru saya, Mbak Aya, juga sangat kompeten dan sabar menghadapi ibu-ibu. Oiya, salah satu keuntungannya les disini, saya juga dibantu untuk mendaftar hingga mendapatkan LoA (Letter of Acceptance) di kampus yang saya inginkan. Jadi, sambil menunggu hasil tes IELTS, berkas-berkas saya sudah bisa didaftarkan. IDP juga merupakan satu dari tiga lembaga yang mendapatkan lisensi menyelenggarakan IELTS di Indonesia bersama IALF dan British Council.

Persiapan IELTS mulai saya ikuti setelah libur lebaran. Maksud hati ingin memanfaatkan liburan dengan efektif, eh ternyata liburannya juga banyak kegiatan. Akhirnya, dengan tertatih-tatih, saya menyelesaikan 10 pertemuan ini hingga sehari menjelang tes. Selama persiapan ini, saya menyadari betul kelemahan saya di grammar dan vocabulary yang menyulitkan saya dalam mengerjakan soal-soal listening, writing, dan speaking. Hingga seminggu sebelum tes, saya merasa progressnya masih lambat sekali. Kalau mau beralasan, ya wajar sajalah, wong terakhir belajar Bahasa Inggris sudah belasan tahun yang lalu. Tapi saya tidak mau bersembunyi di balik alasan. Jika ada kesempatan bersantai, saya mengisinya dengan menonton video-video pembelajaran IELTS yang didownload dari Youtube. Saya banyak belajar tentang variasi soal dan menjawab soal reading dan writing dari IELTS Liz, dan saya senang mempelajari tips speaking dari Manjita Osta. Saya juga mendownload buku IELTS dari Cambridge yang dilengkapi dengan audio untuk berlatih soal listening. Ini sangat membantu lho. Kalau merefleksikan diri, sebenarnya saya masih membutuhkan 2-3 bulan lagi untuk latihan listening, writing, dan speaking untuk bisa mencapai skor minimal pendaftaran beasiswa. Tapi, ya itu tadi. Saya menciptakan keterdesakan untuk mengejar kemungkinan mendaftar beasiswa di bulan September 2018. Saya menyadari bahwa saya adalah seorang procrastinator sejati. Saya juga punya penyakit minder akut. Makanya saya membutuhkan lebih banyak rasa nekad untuk mengeksekusi tes ini.

Selama les, saya jarang sekali menunjukkan hasil yang sesuai harapan. Saya baru dua kali mendapat perkiraan nilai 7 dari guru saya, yaitu untuk writing task 2 berupa essay 250 kata tentang opini terhadap sebuah pernyataan dan reading terakhir kali. Untuk writing task 1, perkiraannya saat itu masih 6. Selebihnya, untuk listening dan speaking nilai saya belum pernah beranjak dari 5. Padahal, nilai yang harus saya capai adalah minimal 6,5 dan tidak boleh ada satu skill pun yang nilainya dibawah 6. Tapi, langkah sudah terayun. Layar sudah terkembang. Jadwal tes sudah di depan mata. Saya sudah mengupayakan yang terbaik di sisa waktu yang tersedia. Tak lupa minta doa kepada ibu dan suami. Saya menyadari ini tidak mudah, tapi saya tidak akan menyerah.

Bagaimana saat D-day nya? Tunggu tulisan berikutnya ya.. 😊

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bu Santi, kereeen! Saluuut! Selamat dan sukses Bu! Saya tunggu cerita berikutnya! Saya pernah TEP berkali-kali di Lab Unesa.

27 Aug
Balas

I'm proud of u sis..sukses just for u

27 Aug
Balas

Terimakasih Mbak.. terimakasih selalu mendukung..

27 Aug

Bangga dan bahagia bisa ikut membaca tulisan ibu yang menggambarkan semangat luar biasa. Bagaimana D-day nya? Proses pasti tidak akan menghianati hasil. Konon pula didukung oleh doa dari seluruh keluarga tercinta. Kesuksesan pasti akan ibu raih. Salam sehat dan sukses selalu. Barakallah....ibu.

27 Aug
Balas

Terimakasih ibu, terimakasih atas dukungan doanya. Cerita D-Day nya nunggu kesempatan menuliskan lanjutannya ya Bu..

27 Aug

Semoga sukses sll jeng...

27 Aug
Balas



search

New Post