Santi Nurmalahayati

Guru Bimbingan Konseling di SMAN 15 Surabaya. Penulis buku berjudul Guru (Harus) Ke Luar Negeri! dan Jejak Emas di Olimpiade Guru Nasional. Pernah terpilih seba...

Selengkapnya
Navigasi Web
RAMADHAN, LEBARAN, DAN PELATIHAN

RAMADHAN, LEBARAN, DAN PELATIHAN

Ramadhan, bulan yang istimewa bagi umat muslim di dunia. Di akhir Ramadhan, sudah menunggu bulan Syawal, hari raya Idul Fitri. Kebanyakan orang menyebutnya Lebaran. Setelah Ramadhan, ada Lebaran. Bagi saya dan kebanyakan guru lainnya, bulan Ramadhan beberapa tahun terakhir ini identik dengan pelatihan. Ya, pelatihan. Ada yang pelatihan kurikulum 2013, Guru Pembelajar / Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan, maupun Literasi Penulisan Buku. Tahun ini, sudah ketiga kalinya saya menghabiskan 10 hari Ramadhan dengan pelatihan. Semuanya berkesan, namun ada satu yang takkan pernah terlupakan. Karena pelatihannya bukan hanya pada waktu ramadhan, tapi juga sampai lebaran.

Kejadiannya pada bulan Juli tahun 2014. Saya sedang menikmati libur awal Ramadhan bersama anak-anak di rumah orangtua saya di Jakarta. Liburan ini sudah saya rencanakan sejak lama, tiket kereta pulang pergi pun sudah dibeli. Baru dua hari berlibur, sebuah telpon dari Bagian Kerjasama Pemkot Surabaya berhasil mengacaukan rencana liburan saya. Keesokan harinya, saya diminta menghadiri sebuah pertemuan di gedung Pemkot Surabaya untuk persiapan delegasi pendidikan ke Busan, Korea Selatan. What..? delegasi pendidikan? Ke Busan? Kok bisa..? Ternyata tes TOEFL dan Psikotes yang pernah saya ikuti di awal tahun 2014 merupakan proses seleksi untuk pengiriman delegasi pendidikan ke Busan. Saya dan delegasi lainnya sebanyak 20 guru jenjang SMP, SMA, dan SMK terpilih untuk mengikuti pelatihan selama sebulan. Kapan berangkatnya? Dua minggu dari sekarang. Eng..ing..eng..

Dua minggu dari awal Ramadhan berarti saya akan berangkat di minggu terakhir Ramadhan. Sebulan dari akhir Ramadhan berarti saya akan melewatkan Lebaran di Busan. Berbagai pikiran berkecamuk. Tak terbayangkan harus meninggalkan si kecil yang belum genap ASI Eksklusif nya. Tak terpikirkan merayakan lebaran berjauhan dari keluarga besar. Tak pernah menyangka akan merasakan Ramadhan dan lebaran di negeri orang, yang warga muslimnya minoritas. Namun tugas ini tak bisa ditawar. Surat tugasnya ditandatangani langsung oleh Ibu Walikota. Lagipula, sudah sejak lama saya memimpikan ke luar negeri tanpa harus membayar sendiri. Show must go on.

Keesokan harinya, saya kembali ke Surabaya bersama si kecil. Meninggalkan si sulung menuntaskan liburannya. Ada pre departure program yang harus saya ikuti, berupa pelatihan singkat bahasa dan budaya Korea, yang dilaksanakan di Rumah Bahasa Kota Surabaya. Ramadhan berlalu begitu cepat karena kami juga perlu mempersiapkan beberapa syarat administratif, mempersiapkan pembagian tugas rombongan (yang akhirnya berjumlah 19 orang, satu orang mengundurkan diri karena alasan kesehatan) pertunjukan budaya, segala perlengkapan yang harus dibawa, dan tak kalah pentingnya adalah persiapan mental. Tak mudah bagi saya dan teman-teman meninggalkan keluarga begitu lama, di momen Ramadhan dan Lebaran. Apalagi, saya terpaksa menghentikan ASI Ekslusif, memperkenalkan susu formula, dan melatih bayi 5,5 bulan mengkonsumsi MPASI agar tak menyulitkan keluarga yang akan mengasuhnya selama saya pergi. Tak lagi terpikirkan persiapan lebaran, terpaksa pasrahkan pada keluarga yang ditinggalkan.

Tibalah juga hari keberangkatan. Sabtu, 18 Juli 2014. Pukul 06.00 pagi, kami harus sudah berkumpul di Terminal 2 bandara Internasional Juanda Surabaya. Meskipun pesawat baru akan berangkat pukul 09.00 WIB, namun kami harus berkumpul lebih awal untuk beberapa persiapan. Paspor dinas kami hingga Jumat sore belum jadi. Kabag Kerjasama Pemkot Surabaya hadir langsung ke bandara membagikan paspor kami. Urusan imigrasi di bandara Juanda tak terlalu menyulitkan karena paspor biru kami. Untuk perjalanan ini, beruntung sekali kami didampingi langsung oleh Mr. Lee Kung Kyun dan Mrs. Jung Yong Mi, direktur dan wakil direktur Dong Eui University Training Institute, pelaksana program pelatihan kami. Mereka memandu kami dengan sabar, mengingat perjalanan ke luar negeri ini merupakan yang pertama kali bagi sebagian besar dari kami. Perjalanan udara 6 jam, transit selama 4 jam di Hongkong, dan perbedaan waktu selama 3 jam membuat perjalanan kami berlangsung seharian. Hampir tengah malam ketika kami menyelesaikan urusan imigrasi dan bagasi di bandara Incheon. Sebuah bis kampus dari Dong Eui University menyambut kami, untuk melanjutkan perjalanan darat selama 4 jam ke Busan.

Ramadhan di Busan

Sebelum berangkat ke Korea, kami sudah mengetahui bahwa kami akan menghadapi jadwal puasa yang lebih panjang daripada di Indonesia. Karena di Busan sedang musim panas, puasa dimulai pada pukul o3.30 dan baru akan berbuka pada pukul 19.30. Sahur pertama kami dilewatkan di sebuah rest area dalam perjalanan Incheon – Busan yang serupa jalan bebas hambatan. Jam menunjukkan pukul 01.30 dinihari, sahur pertama kami di sebuah restoran dengan makanan khas Korea. Kami harus sahur lebih dini, karena tak tersedia lagi restoran yang masih buka sepanjang perjalanan . Setiap porsi makanan terdiri dari beberapa menu. Selain nasi, juga ada sup seafood, lauk pauk semacam tumisan ikan teri, dengan tambahan rumput laut dalam kemasan. Ada pula susu aneka rasa yang dibagikan dalam perjalanan. Kami nikmati makanan yang terasa asing di lidah ini. Kami niatkan ibadah, memohon Allah memberi kemudahan, meskipun jarak dari sahur ke buka puasa kami yang pertama ini akan menjadi 18 jam.

Matahari belum muncul ketika bus tiba di asrama mahasiswa Hyomin Residence tempat kami tinggal selama di Busan. Setelah pembagian kamar, kami diberi kesempatan beristirahat hingga sore hari, melepas penat kami setelah hampir 24 jam perjalanan. Saya mendapat kamar bersama Fitria Indahwati, guru matematika yang sangat cerdas dari SMAN 9 Surabaya. Kami kebagian sekamar karena dari seluruh rombongan, hanya 4 orang peserta dari jenjang SMA. Meskipun saya lahir beberapa bulan lebih awal darinya, saya lebih nyaman memanggil sekretaris rombongan kami ini dengan sebutan Mbak Fitri, karena pengalamannya menjadi guru dan menjadi delegasi pendidikan ke luar negeri jauh lebih banyak.

Pukul 16.00 WIB, kami berkumpul kembali untuk orientasi asrama. Kami disambut oleh Mr. Park Hyeon Jun, fasilitator dari Dong-Eui Training Institute yang akan mendampingi kami selama sebulan di Busan. Juga ada Lee Sang Jun, mahasiswa jurusan Hubungan Internasional dari Seoul yang pernah menghabiskan masa sekolahnya di Surabaya. Jun, begitu ia disapa, menguasai bahasa Indonesia, Korea, Inggris, dan Jerman dengan sangat baik. Ia akan berperan sebagai penerjemah selama program berlangsung, bergantian dengan sang adik, Lee Hye Jung. Baik Mr. Park maupun Jun, pendamping kami selama sebulan, memiliki pesona bak Oppa-Oppa di drama Korea. Ganteng bingittzz..hehehe. Eeaa…jangan baper ya..

Selama orientasi asrama ini, kami diperkenalkan dengan berbagai aturan dan fasilitas di asrama. Hyomin Residence ini memiliki fasilitas yang sangat lengkap. Selain kamar yang nyaman untuk 2 orang, dispenser di setiap lantai, asrama ini juga memiliki ruang makan bersama lengkap dengan dapurnya di lantai dasar, ruang cuci, ruang fitness, ruang belajar, ruang pertemuan, ruang hiburan, taman terbuka di lantai 3, juga lobby dan mini market dengan akses wifi yang sangat cepat. Kami juga didaftar finger print untuk akses keluar dan masuk melalui pintu utama. Seorang penjaga standby di sebuah ruangan yang dekat dengan akses keluar masuk asrama.

Setelah berkeliling asrama, kami diajak ke sebuah mall yang tidak terlalu besar dengan hypermarket di dalamnya. Aksesnya mudah sekali. Kami hanya perlu naik bus kampus gratis dari halte yang tak jauh dari asrama dan berhenti di stasiun terdekat. Dari pemberhentian bus, kami hanya perlu berjalan kaki sekitar 500 meter. Ya, hari-hari kami mulai diwarnai dengan berjalan kaki dan memanfaatkan fasilitas transportasi publik. Tak seperti di Surabaya, yang kemana-mana tinggal men-starter sepeda motor. Di mall ini, sambil ngabuburit, kami dipersilakan membeli beberapa kebutuhan kami selama tinggal di asrama.

Tanpa terasa, 18 jam berpuasa telah kami lalui. Meskipun musim panas, kami tak terlalu merasakan teriknya sinar matahari. Aktivitas kami hari ini banyak di ruangan berpendingin udara. Kami juga terlalu antusias dengan berbagai hal baru di sekeliling kami, sehingga waktu terasa berlalu begitu saja. Tantangan berpuasa yang tak mudah justru dihadapi oleh peserta laki-laki. Bagaimana tidak, pemandangan musim panas dari pemudi Korea berbaju minim berseliweran sepanjang waktu. Menjaga pandangan, menjadi pengalaman ramadhan yang paling menantang.

Menjelang waktu berbuka puasa, kami beranjak ke aneka gerai makanan. Karena tersedia beragam pilihan, kami diperkenankan memilih menu berbuka puasa sesuai selera masing-masing. Beberapa teman memilih menu nasi goreng dan telur mata sapi, yang ternyata tersedia di salah satu gerai makanan. Saya dan beberapa teman lainnya memilih menu Bibimbap, paket nasi campur ala Korea. Paket nasi yang disajikan dengan aneka sayuran yang diberi saus gochujang. Ada pula sup seafood dengan campuran tahu dan jamur serta aneka sayuran yang terasa nyaman di pencernaan. Tak lupa sebagai pelengkap, disajikan kimchi, asinan lobak, dan kacang hitam. Seperti kita ketahui, makanan terlezat adalah makanan yang dimakan selagi kita lapar. Meskipun tak terhidang kolak pisang, es campur, dan gorengan, aneka makanan ini, meskipun asing di lidah, saya nikmati dengan penuh syukur. Alhamdulillah, puasa pertama kami berjalan dengan lancar tanpa hambatan.

Sahur dan buka puasa pertama kami di Busan memang istimewa, karena makannya di restoran. Tapi tidak demikian dengan menu sahur dan buka puasa kami di hari-hari berikutnya. Sebelumnya, Mr.Park sudah menyampaikan bahwa dapur asrama, yang bertanggung jawab menyediakan kebutuhan makan kami selama pelatihan, tidak dapat memenuhi jadwal sahur dan buka puasa kami. Kami akan dikirimkan makanan untuk dimakan di kamar masing-masing. Untuk buka puasa, kami akan mendapatkan menu bento lengkap (nasi, aneka lauk pauk, dan sayuran ala Jepang). Namun untuk menu sahur, ahli gizi hanya dapat menyediakan roti, susu, dan aneka buah. Buat perut kami yang terbiasa sahur dengan nasi, menu ini cukup mencemaskan. Bagaimana jika kami ingin makan nasi? Mr.Park memberi solusi. Kami dapat membeli nasi instan dalam kemasan di minimarket di lantai dasar asrama. Harga seporsi nasi instan yang termurah adalah 1000 won (setara dengan 12.400 rupiah pada kurs saat itu). Setelah dibayar, kami dapat menghangatkannya di microwave yang juga tersedia di minimarket.

Menu sahur hari kedua kami adalah susu sapi kemasan aneka rasa, buah pisang, dan roti. Tak tega memakannya untuk bekal berpuasa 16 jam. Untungnya, saya sudah membeli nasi instan semalam. Nasi yang sangat pulen ini saya makan dengan lauk bawaan dari Indonesia : ikan wader kering dan abon ikan. Pada hari-hari berikutnya, saya dan rombongan saling bertukar menu sahur bawaan dari Indonesia, agar lebih bervariasi. Ada yang membawa abon, sambal terasi, bumbu pecel, kering tempe, dan serundeng daging.

Buka puasa hari kedua, kami mendapatkan menu bento lengkap. Kali ini menunya nasi putih, salad sayuran, bulgogi, dan aneka kimchi. Menu sahurnya 2 buah roti, susu rasa pisang, dan buah pisang. Kadang, menu ini saya tukar. Buka puasa dengan roti, susu, dan nasi secukupnya saja, sisanya dimakan untuk sahur. Rasanya seperti sahur di kamar kost, dengan menu seadanya..hehe. Selama sisa Ramadhan di Busan, menu berbuka puasa nya beberapa kali berganti, sedangkan menu sahurnya hanya berganti rasa.

Tak terasa, hampir seminggu kami melewatkan Ramadhan di Busan. Kegiatan pelatihan berjalan dengan nyaman. Beberapa kegiatan kunjungan pun kami lalui dengan penuh kesan. Sesaat menjelang kegiatan hari itu berakhir, Mr.Park mengajak ketua rombongan kami berdiskusi. Saat kami berangkat ke Busan, bagian kerjasama Pemkot Surabaya sudah meminta kami untuk bernegosiasi sendiri dengan pihak Dong Eui University mengenai jadwal pelatihan yang bersamaan dengan lebaran. Dalam jadwal yang sudah dipersiapkan,pada tanggal 28 Juli 2014 terdapat dua materi pelatihan. Ketika ketua rombongan kami, Pak Lukman mengajukan izin untuk melaksanakan sholat Ied di tanggal 28 Juli 2014, Mr.Park melakukan konfirmasi kepada pengurus masjid Busan. Ternyata, pengurus masjid belum dapat menetapkan jadwal Iedul Fitri pada hari Senin, tanggal 28 Juli 2014. Sama halnya dengan di Indonesia, penetapan jadwal Iedul Fitri di Busan ternyata menunggu hasil pengamatan melalui Hilal atau melihat posisi bulan. Untuk kegiatan pelatihan hari Senin, salah satu narasumber nya didatangkan langsung dari Seoul. Tidak mudah menghadirkan narasumber dari Kementrian Pendidikan Korea ini. Untuk membatalkan kegiatan, mereka perlu mendapatkan legitimasi ketetapan Iedul Fitri dari pengurus masjid. Karena belum ada ketetapan jadwal Iedul Fitri, Mr.Park tidak dapat membatalkan jadwal narasumber. Akhirnya, dengan teramat sangat menyesal, kami terpaksa tidak dapat melaksanakan sholat Iedul Fitri di masjid. Sebagai gantinya, kami meminta di hari libur kami, hari Minggu tanggal 27 Juli 2014 difasilitasi untuk berbuka puasa di masjid. Mr.Park pun menyetujui.

Akhir Ramadhan di Negeri Orang

Di hari terakhir Ramadhan ini, kami sudah mulai terbiasa menjalankan puasa. Kami tak lagi menahan diri untuk beraktivitas demi menjaga kondisi. Di hari libur ini, kami sudah merencanakan aktivitas yang cukup padat. Sambil menunggu kunjungan ke masjid di sore hari, paginya kami isi dengan kegiatan berbelanja. Bak penduduk asli, kami sudah mulai percaya diri menggunakan transportasi publik tanpa pendamping. Kami pun sampai di pasar Nampo-dong, ketika banyak toko belum dibuka. Kami berbelanja tanpa kenal lelah, cuaca yang terik pun tak menghalangi. Menjelang sore, kami sudah kembali ke asrama.

Seperti yang telah dijanjikan, hari ini kami akan menuju satu-satunya masjid di Busan. Setelah shalat Ashar, perjalanan dimulai dari kampus menuju Dusil, lokasi masjid, menggunakan humetro, kereta bawah tanah. Perjalanan memakan waktu sekitar 50 menit. Dalam perjalanan menuju masjid saya merenung. Betapa selama ini saya menganggap suara adzan dari masjid yang bertebaran di sekeliling sebagai hal yang sangat lumrah. Namun di tempat ini, kami bahkan rela menempuh perjalanan panjang hanya untuk mendengar suara adzan. Di tempat inilah, saya benar-benar merasakan syahdunya shalat tahiyyatul masjid. Di Busan Al Fatah masjid ini pula, saya benar-benar merasakan persaudaraan sesama muslim dari berbagai penjuru dunia. Rencananya, kami akan berbuka puasa di sebuah restoran Turki di sekitar masjid. Namun ternyata, saudara-saudara muslim pengelola masjid menganggap menjamu kami berbuka puasa merupakan kehormatan bagi mereka, sebuah kesempatan mendapat berkah Ramadhan. Waktu berbuka puasa pun tiba. Perempuan dan laki-laki berada di tempat terpisah. Di tempat perempuan pun, ada ruangan bersekat sehingga rombongan kami terpisah menjadi dua. Saya dan beberapa orang berada di ruang yang sama dengan Muslimah Indonesia yang sudah lama tinggal di Busan. Mereka membawa beberapa hidangan Indonesia untuk berbuka. Meskipun tak banyak, menikmatinya bersama-sama di waktu berbuka puasa menjadi terasa sangat nikmat. Di ruang sebelah, teman-teman berkesempatan berbuka puasa dengan muslimah yang berasal dari Timur Tengah. Hidangannya pun khas Timur Tengah. Makanan disajikan dalam sebuah nampan besar, dan memakannya bersama-sama. Kami tak diperkenankan meninggalkan nampan hingga makanan habis tak bersisa. Sungguh sebuah pengalaman berbuka puasa yang sangat mengesankan. Merasakan persaudaraan sesama muslim dari berbagai penjuru dunia, justru di negeri yang bukan mayoritas muslim.

Malam itu kami kembali ke asrama dengan perasaan bercampur aduk. Di tanah air, malam ini pasti sedang gegap gempita dengan takbir. Aneka hidangan lebaran pasti sedang dipersiapkan. Sementara di masjid Busan, hingga kami pulang, jadwal Iedul Fitri belum ditetapkan. Kami melewatkan malam ini dalam sepi.

Lebaran Saat Pelatihan

Hari ini lebaran. Ya, di tanah air sedang lebaran. Sementara kami, hari ini tetap pelatihan. Seiring berakhirnya Ramadhan, maka kami pun mulai mengikuti jadwal makan di ruang makan asrama. Pagi ini, untuk pertama kalinya kami menikmati hidangan asrama. Dalam suasana lebaran di hati kami, bayangan ketupat opor dan coto Makassar di rumah membuat hidangan yang ada tak membuat berselera. Hidangan lebaran ala kami di asrama adalah nasi, salad sayur, sayur berkuah bening, tomat ceri, dan ikan goreng. Tak selengkap menu bento kami, dan tentunya tak seperti lebaran ya..

Hari ini, kami akan melaksanakan sholat Ied di ruang sholat kami di kelas. Rekan kami, Pak ustadz Deky, yang akan menjadi Imam. Suasana haru menyeruak ketika kami mulai melantunkan takbir dengan lirih. Seketika ruangan menjadi syahdu. Tangis pun mulai berjatuhan ketika imam shalat Ied membacakan lantunan ayat sambil terisak. Tak pernah saya mengalami sholat Ied seharu ini. Buat saya, lebaran identik dengan pertemuan keluarga. Kali ini, teman-teman yang merayakan lebaran bersama lah keluarga saya.

Selepas shalat Ied, kami beranjak ke ruang sebelah. Ya, ruang belajar kami. Hari ini, ada 3 materi yang akan dipelajari. How to Develop Student’s Creativity Through Teaching and Learning, Innovative Teaching Methods : Action Learning, dan mempelajari Syliable Structure dalam Abjad Korea. Butuh perjuangan keras untuk tetap berkonsentrasi penuh pada materi hari ini, yang sesungguhnya amat menarik. Saya bersyukur kegiatan hari ini cukup padat, sehingga pikiran pun tak banyak melayang ke tanah air. Namun ketika kegiatan belajar berakhir, sisa hari terasa begitu panjang.

Kalau lebaran biasanya orang-orang saling berkunjung, untuk menutup hari ini kami memutuskan untuk berkunjung. Namun yang dikunjungi adalah sebuah pusat perbelanjaan, yang banyak menyediakan jajanan khas Korea. Selepas maghrib, kami menuju Seomyeon. Jalan-jalan malam kami ini sekedar cuci mata dan wisata kuliner. Tak mau kalah dengan keluarga yang berlebaran di kampung halaman. Beginilah lebaran kami yang tak biasa, meskipun harus pelatihan, tetap diakhiri dengan jalan-jalan. Pelatihan saat Ramadhan dan Lebaran di negeri orang, menjadi kisah penuh kesan yang takkan terlupakan.

Perumnas Klender, 21 Juni 2017

Saat Ramadhan Jelang Lebaran di Kampung Halaman, 3 Tahun dari Kejadian yang Diceritakan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa Bu

21 Jun
Balas

Terimakasih Mas Mentor.. pantas kan ya jadi isi buku?

21 Jun

Ramadhan yang memberdayakan bu. Top sambil dinikmati saya bu.

21 Jun
Balas

asyiknya bisa berkunjung k negeri ginseng... selamat ya bu

21 Jun
Balas

Alhamdulillah..

21 Jun

Keberhasilan harus dgn perjuangan

21 Jun
Balas

Mantaapp...

26 Jun
Balas

Ramadhan penuh berkah. Menjadi semangat bagi smua. Selamat dan sukses bu.

21 Jun
Balas



search

New Post