Sarahyudi

Seorang ibu rumah tangga yang berkeinginan untuk bisa menulis. Tak ragu dan malu untuk belajar pada siapapun. Berusaha terus menulis menulis dan menulis. Ibu da...

Selengkapnya
Navigasi Web

Harus Kuat

Pagi ini saya dan 2 anak laki-laki kami berada di rumah kakek dan nenek. Seperti biasa rutinitas pagi kami jalankan. Setelah kegiatan ibadah kami lanjutkan dgn bersih-bersih rumah. Terdengar suara panggilan telepon masuk. Saya segera menerima panggilan itu. Terdengar salam dari orang yang sangat kami sayang. Ya. Kakak kami biasa memanggilnya yakni anak sulung kami yang sekarang sedang menuntut ilmu di pulau seberang. Dari suaranya sangat jelas ada kesedihan yang coba dia pendam. Sayapun menanyakan ada apa kok dia nangis? Dengan tangis yang hampir meledak kakak menceritakan keadaaannya saat ini. Kakak sudah gak kuat tinggal di pesantren karena teman-teman satu kamar suka nyindir-nyindir gak jelas. (Maklum mereka menggunakan bahasa Jawa. Sedangkan si kakak belum ngerti sepenuhnya).

Saya berusaha tenang. Dan terus menanyakan. Ada kejadian apa kok mereka nyindir-nyindir? Kakakpun bercerita tentang kejadian bakda shalat subuh. Kakak dan dua orang temannya disuruh maju karena tidak mengikuti shalat berjamaah tanpa keterangan atau alpa. Padahal kakak sedang haid dan sudah nitip sama teman satu kamar untuk melapor pada seksi peribadatan. Rupanya pembelaan si kakak tidak membuahkan hasil. Salah satu ustadzah memberi hukuman berupa 3 kali pukulan ditangan denga menggunakan rotan. Saat mendengar kata rotan sayapun agak terkejut. Apa mungkin itu rotan yang digunakan? Sedangkan di Jawa sangat susah mendapatkan rotan. Ketakutan sayapun muncul. Saya takut yang digunakan itu adalah bambu. Dalam keluarga kami, memukul menggunakan bambu sangat pamali karena bisa berakibat fatal yakni bisa mengakibatkan kematian (walau bambunya kecil). Ditambah lagi sering terjadi hal itu di kampung kami. Telah banyak orangtua yang hanya menyesali setelah melihat anak mereka terbujur setelah dipukul dengan menggunakan bambu.

Yang saya lakukan hanya berdo'a. Semoga semua baik-baik saja.

Kalau menuruti emosi. Saya ingin langsung ke Jawa dan memeluk kakak. Namun apa daya jarak dan dana yang tidak memungkinkan untuk melakukan itu.

Saya terus menenangkan si kakak. Dan mengatakan hal itu tidak apa-apa. Lain kali kalau kakak bicara. Bicaralah dengan bahasa yang tegas dan lugas agar ustadzahnya mengerti.

Setelah agak siang dan perkiraan saya bahwa kakak sudah berangkat sekolah. Sayapun menelpon pengurus pondok. Yang memang sudah kenal sama saya sejak pertama kali kami memasukan si kakak. Saya minta tolong kepadanya untuk memberi support pada kakak agar kakak selalu kuat di pondok.

Sedikit tentang perjalanan kami memasukan kakak ke pondok.

Keinginan sekolah di pesatren merupakan kemauan kakak sendiri. Setelah 3 tahun mondok di PP Darul Amin Sampit. Kakak melanjutkan ke PP Qomarudin Bungah Gresik. Pilihan sekolah ini berdasarkan jarak tempuh dari rumah si mbah (orangtua kami). Agar si mbah bisa membantu memantau si kakak.

Sebelum ke pondok kami terlebih dahulu mendaftar di SMA Assaadah. Setelah itu kami berkunjung ke pondok Qomarudin dan silaturahim pada pak Kyai Iklil. Beliau sangat ramah menerima kami sekeluarga. Keinginan untuk kakak mondokpun kami utarakan. Beliau mempersilahkan. Namun karena belum jadwalnya maka kamipun diminta kembali lagi pada jadwal yang telah ditetapkan untuk mengisi formulir pondok.

Saat mengambil dan mengisi form. Saya mencari pengurus pondok. Namun hanya ada anak-anak yang kuliah sebagai perwakilan pengurus pondok. Saya dipersilahkan untuk keliling dan melihat-lihat lingkungan pondok. Bangunan bagian timur yang kami kunjungi. Setelah mereka nyatakan bahwa kamar si kakak disitu. Saya tidak melanjutkan perjalanan ke arah barat. Ditambah lagi si bungsu yang mulai rewel. Kamipun pulang. Dan tiba saat mengantar si kakak ke pondok. Kembali saya menanyakan pengurus pondok baik itu ustadz ataupun ustadzah. Namun anak-anak kuliahan itu kembali menyatakan bahwa para ustadz dan ustadzah hanya mengajar dan tidak tinggal di pondok. Merekalah yang mengurus kegiatan anak-anak di pondok. Sayapun menyerahkan si kakak pada mereka dan saya minta tolong agar mereka berkomunikasi dengan menggunakan bahasa Indonesia karena si kakak belum bisa dan tidak paham bahasa Jawa. Mereka berjanji akan menemani kakak dan memperkenalkan lingkungan sekitar pondok pada kakak. Alhamdulillah... lega rasa hati ini.

Setelah 5 bulan kamipun kembali mengunjungi kakak di pondok. Sayapun ingin bertemu langsung dengan bu Nyai pemangku pondok. Namun beliau sedang opname di rumah sakit. Dan penyakit hepatitis yang beliau idap. Sehingga tidak sembarang orang yang diperbolehkan menjenguk. Hingga saat kami kembali lagi ke Kalimantan. Beliau masih di rumah sakit.

Jadi hingga saat ini saya belum pernah bertemu langsung dengan bu Nyai dan ustadz serta ustadzah di pondok tempat kakak tinggal.

Sayapun meminta si mbah untuk berkunjung ke pondok sore nanti. Dan harus bisa menemui bu Nyai atau ustadzah. Agar meminta penjelasan tentang kejadian tadi pagi. Dan tak lupa saya minta si mbah untuk minta bantuan beliau-beliau untuk mendidik si kakak. Namun harus menghindari hukuman fisik. Serta tak lupa saya minta si mbah untuk menjelaskan pada mereka bahwa si kakak kesulitan memahami bahasa Jawa.

Tak lupa saya minta si mbah untuk memeluk kakak dan membisikan "Kakak Harus Kuat".

Berlinang air mata, 01 04 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post