Sardono Syarief

Sardono Syarief, guru SDN 01 Domiyang, Paninggaran, Pekalongan, Jawa Tengah. Penulis lepas untuk media cetak dan sosmed....

Selengkapnya
Navigasi Web

Percik Api di Dalam Kedai (Bagian 2)

2. Ada Tugas di Pundakmu

Oleh Sardono Syarief

Fajar sebentar lagi tiba. Cahaya kemerahan belum begitu tampak. Di langit timur masih terlihat remang-remang.

Sementara di ufuk barat, bulan separuh memperlihatkan wajah pucatnya. Seakan cahayanya tak lagi mampu menembus temaram fajar. Bahkan sang bidadari malam itu ingin secepatnya merapat bumi. Tak ingin ia bertemu pandang dengan sang mentari. Si bola api yang sesaat lagi akan datang menyapa dengan sinar hangatnya. Ingin sang bulan selekasnya bersembunyi sebelum mentari tiba bersama pagi.

Dalam waktu yang bersamaan, di kamar, Yondi telah bangkit dari tidur. Anak itu semalam tak bisa memejamkan mata. Hatinya gelisah. Tak sabar dia menunggu pagi tiba.

Anak berambut ikal itu sudah berkeinginan sekali untuk bertandang ke area Gebyar Pakulsemego. Dia sudah sangat penasaran untuk menyaksikan pameran unik yang ada di ibukota tempat tinggalnya.

Untuk mengusir rasa gelisah di hati, Yondi mencoba merangkai kata pada sehelai kertas. Demikian bunyinya.

Pagi! Mengapa kau lama tak kunjung tiba?

Semalam suntuk mataku sulit tuk mengantuk.

Hatiku resah, was-was menunggu datangmu.

Tahukah kau?

Bersamamu ingin aku segera pergi.

Saksikan Gebyar Pakulsemego di kota sendiri.

Pagi! Segera hadirlah!

Temani aku mencari berita sebagai duta sekolah.”

Usai merangkai kalimat seperti itu, terdengar olehnya sahutan kokok ayam alas di dahan pohon durian sebelah rumah.

“Ah! Sudah fajarkah?”dengan sigap Yondi menyingkap tirai yang menutup jendela kamarnya. Anak itu sangat penasaran. Ingin secepatnya mengamati sekeliling halaman.

“Alhamdulillah, fajar sudah menyingsing!”hati Yondi lega. Anak itu telah menangkap cahaya merah di langit timur. Cahaya mentari yang dengan malu-malu hendak menampakkan diri.

Melihat itu, lekas-lekas Yondi keluar kamar. Menyambar handuk sebentar. Lalu mandilah dia dengan segera.

Usai mandi dan melaksanakan salat subuh, Yondi bersiap diri untuk berangkat sekolah.

“Yondi. Masih pagi begini, kau sudah siap ke sekolah, Nak?”tegur Bu Mirna, ibunya, manakala melihat Yondi telah berdandan rapi dengan seragam sekolahnya.

“Iya, Bu,”jawab Yondi seraya tersenyum. “Hari ini saya akan berangkat pagi-pagi sekali, Bu,”kata anak itu sambil mengambil duduk di kursi ruang tengah. “Saya, Erwin, Mila, Yeni, dan Ana, nanti akan pergi ke Kajen untuk meliput berita, Bu.”

“Kalian pergi sendiri?”kejar ibunya.

“Tidak, Bu. Kami didampingi Bu Lia, guru bahasa Indonesia di sekolah kami.”

“Oh, ya?”sahut Bu Mirna mengerti. “Kalau begitu, sarapan dulu, Nak!”

“Tidak usah, Bu,”sahut Yondi. “Nanti Bu Lia mengajak kami sarapan sego megono di Alun-alun Kajen, Bu.”

“Itu kan nanti, setelah kamu dan teman-teman tiba di sana, Yon?”timpal ibunya.

“Iya sih, Bu.”

“Nah, untuk pagi ini. Agar perutmu tidak kosong dan masuk angin,”lanjut ibu setengah baya tadi memberi saran. “Sebaiknya kamu sarapan dulu, Nak!”

“Ya, sudah, Bu.”

Yondi menurut. Anak itu dengan tangkas mengambil nasi di almari makan. Berlauk tempe goreng, sambal kecap, dan dua keping kerupuk putih, Yondi sarapan dengan lahap.

“Ini minumnya!”Bu Mirna menyorongkan segelas teh manis ke meja makan. Persis di hadapan duduk Yondi.

“Terima kasih, Bu,”ucap Yondi. “Ibu baik sekali.”

Ibunya tidak menjawab. Hanya senyumnya saja yang mengembang dengan tulus.

Tak terasa, pagi pun tiba. Dari dahan pohon mangga samping rumah, kicau kutilang terdengar bersahut ramai. Lari angin tenggara perlahan ikut berhembus. Dinginnya bagai menusuk tulang-belulang. Menggigilkan tubuh para anak prenjak yang ditinggal induknya mencari ulat di reranting rambutan.

Sejauh itu, di langit timur, sang surya menampakkan wajah bulat merahnya. Perlahan sinarnya memanah semua yang ada di atas bumi. Mengisap butir-butir embun yang menempel di pucuk rerumputan. Hingga berangsur keringlah pucuk-pucuk rumput yang menyembul di sela bebatuan halaman rumah Yondi.

“Bu.Yondi berangkat dulu, ya?”pamit Yondi seraya mencium tangan ibunya. “Tolong, pamitkan pada Ayah, Bu!”

“Baik,”sahut ibunya sembari mengelus-elus rambut kepala Yondi. “Hati-hati di jalan ya, Nak! Pamit untuk Ayahmu, nanti Ibu sampaikan.”

“Terima kasih, Bu. Assalamualaikum…!”

“Waalaikum salam.”

Dengan menggendong tas di punggung, berangkatlah Yondi ke sekolah. Sebagaimana hari-hari biasa, anak itu tak naik sepeda. Dia cukup jalan kaki. Lewat jalan pintas yang menghubungkan rumah dengan sekolahnya.

Tak lebih dari lima belas menit, tibalah anak lelaki itu di pintu gerbang sekolah.

“Hai, Yon! Cepat. Sudah ditunggu, kau!”seru Erwin dari teras kelas IX B. Anak lelaki itu berseru seraya melambai-lambaikan tangannya ke arah Yondi.

Yondi tidak menyahut. Anak itu cuma membalas lambaian tangan Erwin berkali-kali seraya tersenyum.

Setiba di hadapan Erwin.

“Sejak tadi kau sudah ditunggu, Yon,”sambut Erwin seraya mengulurkan tangan, memberi salam.

“Ditunggu siapa?”

“Ditunggu aku.”

“Ah, dasar, kamu!”dengan gerak spontan, Yondi mendaratkan tinjunya ke pundak Erwin. “Senangnya membuat cemas teman saja kau, Win!”gemas Yondi dibuatnya. Seperti kehilangan tulang, anak itu lemas seketika. Duduklah Yondi di lantai teras.

“Sabar, Bos! Sabar! Ha, ha, ha..!”tawa Erwin meledak. Senang menggoda temannya.

Bersamaan dengan itu, datang mendekat tiga teman putrinya. Siapa lagi kalau bukan Yeni, Ana, dan Mila?

“Tertawa-tawa kenapa kamu, Win?”pandangan Yeni lurus-lurus ke arah Erwin.

“Ha, ha, ha….! Itu si Yondi, Yen. Yondi…!”telunjuk Erwin mengacung-ngacung ke arah Yondi. Berulangkali anak itu memutar-mutar tubuh di depan Yondi sambil menutup mulut.

“Kenapa Yondi, Win?”penasaran Yeni oleh tingkah aneh Erwin.

“Iya. Kenapa Yondi si, Win? Kenapa?”ikut penasaran pula Mila bertanya dengan genitnya.

“Erwin! Katakan! Kenapa, Yondi?”Ana berseru ingin tahu.

“Yen, An, Mil! Kalian tak usah percaya pada anak gila ini!”degan suara datar Yondi membuka suara. Perlahan anak itu berdiri dari duduknya.“Erwin ini teman kita yang paling gila, tahu?”telunjuk Yondi ditempelkan miring pada jidat Erwin. “Sering aku dibuatnya gemas oleh si gila ini, Yen.”

“Memangnya kenapa Erwin, Yon?”tanya Yeni penuh perhatian.

“Aku sering dikacau oleh ucapannya yang tiba-tiba tak serius, Yen, An, Mil.”

“Ooooalah! Erwin, Erwin…! Gila, memang, kau!”ucap Yeni ikut gemas juga.

“Ha, ha, ha..!”tawa Erwin meledak lagi tanpa beban.

“Ayo, kita tinggal saja si pengacau ini!”Yeni berlari kecil masuk ke dalam kelas. Di belakangnya, Ana, dan Mila ikut membuntuti.

***

Baru saja ketiga anak perempuan tadi mengambil duduk di bangku, masuklah Bu Lia menghampiri mereka.

“Selamat pagi, Anak-anak!”salam Bu Lia.

“Pagi kembali, Bu,”balas Yeni, Mila, dan Ana bersamaan.

“Di mana Yondi dan Erwin, Yen?”tanya Bu Lia pada Yeni. Pertanyaan itu meluncur setelah pandangannya tak menemukan kedua anak lelaki tadi di kelas.

“Di luar, Bu,”jawab Yeni. “Sebentar, saya panggil dulu, Bu,”secepat anak panah meluncur dari busurnya, Yeni bangkit dari tempat duduknya. Lalu dicarinya Yondi dan Erwin yang tadi berdiri di teras kelas.

“Yon, Win, kalian ditunggu Bu Guru di kelas,”ucap Yeni begitu mendapatkan kedua temannya sedang menikmati susu hangat di kantin sekolah.

“Oh, ya?”sahut Yondi agak gugup. “Ayo, lekas habiskan, Win! Cepat kita ke sana!”

Buru-buru Erwin menyeruput habis susu hangatnya yang tinggal setengah gelas. Begitu pula Yondi. Usai itu dengan segera keduanya lari-lari kecil menuju kelas VIII B.

“Assalamualaikum…,”salam kedua anak tadi bersamaan.

“Waalaikumsalam,”jawab Bu Lia bersamaan teman Yondi yang lain.

Selang tak lama setelah Yondi dan Erwin mengambil duduk, Bu Lia berkata,”Yondi, Erwin, Yeni, Mila, dan kau, Ana.”

“Iya, Bu…,”sahut kelimanya hampir bersamaan.

“Sudah siapkah kalian untuk berangkat ke Kajen sekarang?”

“Sudah, Bu,”sahut kelimanya serempak.

“Sudah kalian siapkan segala sesuatunya? Termasuk bahan untuk wawancaranya?”

“Sudah, Bu,”jawab kelima anak itu serempak lagi.

“Kalau begitu,”kata Bu Lia kemudian. “Akan Bu Guru tetapkan tugas untuk kalian masing-masing,” - sambungnya.

“Maksud, Ibu?”tanya Erwin.

“Yondi dan Mila, Ibu tugaskan untuk mengajukan pertanyaan atau wawancara. Ana dan Yeni mengambil gambar setiap orang yang diwawancarai Yondi maupun Mila. Sedangkan Erwin, Bu Guru tugaskan untuk merekam selama wawancara berlangsung. Paham?”

“Paham, Bu,”sahut kelimanya bersamaan.

“Baiklah,”ujar Bu Guru Lia. “Ini kamera. Gunanya untuk mengambil gambar atau foto. Kamu pegang, Yeni,”lanjut Bu Lia seraya mengulurkan kamera ke tangan Yeni.

“Sedangkan ini, tape recorder kecil. Fungsinya untuk merekam suara selama wawancara berlangsung,”lanjut Bu Lia. “Ini kau yang pegang, Erwin!”alat itu berpindah ke tangan Erwin.

“Terima kasih, Bu,”ucap Erwin.

“Semua paham akan tugas kalian, Anak-anak?”

“Paham, Bu,”dengan serempak Yondi dan kawan-kawan menjawab.

“Baik. Kalau begitu, mari kita siap-saip untuk berangkat sekarang!”

“Mari, Bu,”kelima anak tadi setuju.

“Agar segala sesuatunya berjalan lancar. Mari, kita berdoa dulu!”ajak Bu Lia selanjutnya.

Kelima anak tadi menurut.

“Mari, kita pamitan dulu kepada Bapak Kepala Sekolah serta Bapak Ibu Guru lain di kantor guru, Anak-anak!”

“Mari, Bu!”Yondi dan kawan-kawan setuju.

Usai itu. Dengan didampingi Bu Lia, berangkatlah Yondi dan kawan-kawan ke area pameran dengan mengendarai mobil milik sekolah.***

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post