Sari Mulyani

Duluu, saya tidak suka pelajaran mengarang. Tetapi sejak bergabun di Gurusiana, saya ditantang menulis dan menulis. Enak juga juga jadi penulis.... Hmmmm, Trims...

Selengkapnya
Navigasi Web
INGAT IMLEK, INGAT ANAKKU YANG PERTAMA Bagian kedua
inkubator

INGAT IMLEK, INGAT ANAKKU YANG PERTAMA Bagian kedua

#Tantangan Baru 33

Hari pertama kuliah di Kampus UPI-Bandung adalah Hari Kamis tanggal 4 Februari 2000. Dengan kondisi yang juga sedang hamil Sembilan bulan menjelang persalinan. Pekan itu hari Sabtu, teman-teman kembali ke daerahnya masing-masing. Beberapa temanku berpamitan untuk pulang sambil berpesan, “Baik-baik Sar… Paling nanti kita tinggalin, besok lahiran.”

“Oiyaa… jangan lupa yaa. Siapapun nama anakmu, panggilannya UPI yaaak. Hehehe…,” pesan Bu Jumini, Mahasiswi tertua di kelas kami, yang dua tahun lagi pensiun tetapi masih ikut wajib belajar.

Bu Jumini sudah aku anggap sebagai orangtua kami. Yang selalu memberi masukan kepadaku agar menjelang lahiran mudah dan lancar. Dan benarlah, tepat pada hari Selasa, 9 Februari 2000, timbul flek sebercak. Lalu kami pergi ke Bidan terdekat. Kemudian diminta langsung persiapan bersalin. Sudah bukaan tiga katanya.

Sambil menunggu buka-an maksimal, si bayi belum juga nongol keluar. Masih sambil diajari mengejan si bayi juga gak keluar-keluar. Barulah sorenya, bayi kecilku keluar. Tapi, kok taka da suara tangisan bayi. Deg… hatiku hampir putus asa.

Dengan kekuatan do’a pada Allah SWT sambil batin aku memohon dengan tulus, “Yaa Allah… Yang maha Pengasih… izinkan aku menjadi seorang ibu, dan izinkan aku untuk mengasuh bayi kecilku.”

Sambil mengingat perjuangan ibuku dalam melakukan persalinan, aku pun membatin, “Begini perjuangan seorang ibu memperjuangkan agar bayinya selamat.”

Gunting persalinan masih di atas perutku, para tim bersalin ini masih memprioritaskan Bayiku agar dapat menangis. Kaki dijungkirkan, pantat di tepuk-tepuk, telapak kaki di tepuk-tepuk, mulutnya dibersihkan, bayiki belum juga menangis. Usaha Ibu Bidan Idrawati untuk memunculkan tangis bayiku itu pun tak percuma. Setelah kurang lebih lima belas menit kemudian Terdengarlah tangisan bayi mungilku. “Ooooo aaaaaa….. oooooo aaaa….. “

Semua menyebut, “Alhamdulillah…”

Hari-hari pertama lahiran. Bayiku mesti masuk inkubator. Karena agak kuning katanya. Untung referensi rumah sakit yang disarankan adalah Rumah Sakit Advent ini sangat welcome dan menenangkan hati. Bayiku yang dibawa oleh suamiku ke Rumah Sakit ini dan langsung ditangani dan diberikan tindakan. Dokter anak yang menangani adalah Dokter Armijn, yang sabar dan sangat peduli pada pasiennya.

Jadilah anak sekecil itu dipasangi selang infus, selang oksigen, dan selang makanan. Orang tua manapun yang melihat pastinya tak tega dan merasa kasihan. AKu merasa biasa saja, karena itulah tindakan yang seharusnya diberikan. Alhamdulillah-nya, ASI-ku cukup banyak. Jadilah, pagi- siang- dan- sore dapat kukirimkan sebotol ASI meski hanya melalui pompa dan dikirim ke Rumah Sakit. Aku di rumah, bayiku di inkubator Rumah Sakit.

Selang sepekan, Alhamdulillah bayiku boleh pulang. Namun, ada rasa khawatir. Bayiku harus mandi cahaya matahari pagi pukul 08.00-09.00 selama 15 menit. Di Bandung ini sangat sedikit cahaya matahari, dan hari-hari selalu dingin, serta kabut selalu muncul. Jadilah, setiap hari harus dicari cahaya matahari.

(bersambung…)

Wallahu a'lam. Tabik.

Depok, 2 Februari 2022.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post