Serli Susilowati,S.Pd.I

Serli Susilowati Lahir di Banyumas, 7 Juli 1981 Ibu dari 4 orang anak, bekerja sebagai Guru di MIN 1 BANYUMAS. Hobynya menulis dan membaca, sangat meny...

Selengkapnya
Navigasi Web
Di Ujung Parau

Di Ujung Parau

Di Ujung Parau

Bagian 1

Oleh : Serli Susilowati

Memastikan semua barang yang harus kubawa tidak ada yang tertinggal, kubuka sekali lagi koper merah muda dan tas mungil hijau yang telah kupersiapkan. Ternyata betul, sekantong kresek putih berisi obat dari dokter belum dimasukkan.

Kujinjing dan kumasukkan semua barang ke dalam mobil. Suami yang sudah siap siaga sedari tadi, segera melajukan mobil menuju stasiun. Perjalanan ke stasiun hanya lima belas menit. Sampai di stasiun, waktu keberangkatan kereta api, masih satu jam lagi.

Beberapa tempat untuk mencetak tiket masih penuh dan antri, kuurungkan niatku untuk mencetak tiket. Udara malam di ruang tunggu stasiun semakin dingin, jaket yang kutenteng, segera kupakai. Tangan suami menyentuh dahiku, memastikan suhu badanku.

“Beneran sudah enakkan badannya?” tanyanya ragu. Segera kuanggukkan kepala untuk menyakinkannya.”Ya sudahlah, sebentar aku beli minuman hangat dulu yah!” ucapnya sambil berlalu. Tidak lama suami muncul dengan membawa dua cup lemon tea hangat. Duduk dan menyodorkan satunya untukku.

“Terima kasih” ucapku. Kuterima dengan ke dua tanganku. “Apa?” kata suami memintaku mengulang apa yang aku katakan, karena suaraku masih parau.”Terima kasih” kuulang kataku lagi sambil kudekatkan wajahku pada suami, agar terdengar jelas.”Oh ya!, iya!” jawab suami.

“Oh iya Mas, terima kasih juga sudah mengantarku” celetukku. “Mas pulang saja dulu, kasihan anak-anak ditinggal lama, aku tidak apa-apa, sebentar lagi juga temenku datang” pintaku.Suami pun mengabulkan pintaku. Peluk hangatnya mendarat sesaat sebelum pergi meninggalkanku.”Hati-hati, semoga selamat sampai tujuan” bisiknya.

Tidak berapa lama Bu Isna dari kota sebelah datang. Diantar suaminya juga. Sepuluh menit berlalu, tiket sudah kucetak, kami segera masuk menuju jalur tiga, tempat kereta api Jayakarta datang. Satu gerbong tetapi beda tempat duduk. Gerbong 11, aku di kursi 9D, Bu Isna di kursi 19C. Kereta melaju menembus malam menuju Surabaya meninggalkan kota asal kita Purwokerto.

Tepat pukul 06.20 kereta sudah sampai di stasiun Gubeng Surabaya. Berhenti sesaat di depan pintu keluar. “Bu Serli!” suara supir grab yang kupesan terdengar menyambutku di depan pintu keluar.”Inggih, Pak!” jawabku. Tiga puluh menit mengitari kota Surabaya, Gedung BBPMP yang kita tuju belum terlihat juga. Bu Isna memperhatikanku sejak turun dari kereta, dia mulai mengkhawatirkan keadaanku. Keringat dingin, suara parau dan suhu badan meningkat. “Bu Serli, baik-baik saja kan?” selidik Bu Isna.

Bersambung

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post