Serli Susilowati,S.Pd.I

Serli Susilowati Lahir di Banyumas, 7 Juli 1981 Ibu dari 4 orang anak, bekerja sebagai Guru di MIN 1 BANYUMAS. Hobynya menulis dan membaca, sangat meny...

Selengkapnya
Navigasi Web
HUJAN MILIK BHARA  Part 4

HUJAN MILIK BHARA Part 4

 

Tiga hari Royan dan Raihan bayi kembar Zesa dirawat di Rumah Sakit. Bhara dan Bi Tirah menjemput Zesa di Rumah Sakit. Zesa menggendong Royan, sementara Bi Tirah menggendong Raihan. Wajah Zesa tampak bahagia, kedua bayinya sehat kembali.

Sore ini Zesa membuka pesan watshap yang sudah sangat banyak, Zesa belum sempat membukanya dari pagi karena kesibukannya mengurus bayi kembarnya bersama Bi Tirah. Satu persatu dibacanya pesan itu, satu pesan watshap dari Bhara, mengabarkan kalau hari ini Bhara akan pulang malam.

Sore beranjak malam, kedua bayinya dan Bi Tirah sudah terlelap tidur, Bhara yang ditungguinya belum pulang-pulang juga. Zesa melangkah ke depan rumah, menunggu Bhara pulang dari sore terasa sangat lama dan membosankan.

Zesa mengurungkan niatnya untuk duduk di depan rumah, Zesa lebih memilih menunggu Bhara di ruang tamu. Di raihnnya majalah yang tergeletak di meja”Ah bosan! Inikan majalah kemaren hari!” gerutu Zesa.

Jam dinding menunjukkan pukul sepuluh malam, Bhara tidak kunjung pulang. Zesa sangat merindukan Bhara, ia teringat wajah Bhara yang sangat tergopoh-gopoh dan penuh kekhawatiran mengantar payung untuknya saat hujan datang. Sikap perhatian Bhara seperti inilah yang telah membuatnya jatuh cinta pada Bhara.

***

“Bunda, boleh tidak Royan main hujan-hujanan?” rengek Royan anak kembar Zesa yang bulan ini genap berusia empat tahun. Melihat anaknya merajuk dengan wajah memelas, Zesa tidak tega menolak permintaan Royan. “Boleh Royan, tapi jangan lama-lama ya!” ucap Zesa mengiyakan permintaan Royan.

Dari dalam rumah Raihan berlari lalu  berteriak “Ayah ! Raihan juga ingin hujan-hujanan seperti Royan, boleh ya yah?” pinta Raihan kepada Bhara ayahnya. Tanpa menunggu jawaban dari ayahnya Raihan langsung berlari dan membaur bermain hujan-hujan bersama  Royan saudara kembarnya.

Zesa dan Bhara menghentikan aktifitasnya, mereka duduk di teras rumah melihat anak kembar mereka tersenyum lepas bermain hujan. Bhara teringat satu pertanyaan yang mengganjal dalam dirinya tentang apa yang sebenarnya terjadi empat tahun silam di gazebo hingga Zesa nekat berlari menembus hujan, padahal yang Bhara tahu, Zesa sangat membenci hujan.

“Bunda, boleh tidak ayah bertanya” tanya Bhara sambil melepas sebuah senyuman ke wajah Zesa yang sekarang telah menjadi seorang ibu, ibu dari anak-anaknya. “Tanya apa yah?” tinggal tanya saja! Tidak seperti biasanya langsung ngomong” jawab Zesa jutek dengan bibir dilipat sementara pandangan matanya masih tertuju pada anak kembarnya yang sedang hujan-hujanan, tangannya sibuk melipat baju yang baru diambilnya dari jemuran tadi.

“He…Bunda masih ingat tidak peristiwa empat tahun silam ketika kita baru menempati rumah ini, waktu itu bunda, ayah tinggalkan di gazebo belakang rumah sendirian saat hujan turun karena ayah akan mengambil payung. Eh, tiba-tiba bunda berlari menembus hujan, padahal khan bunda paling tidak suka hujan waktu itu?” Bhara mencolek hidung Zesa yang dari tadi seolah-olah tidak mendengar pertanyaan Bhara.

“Bunda! Bunda dengar tidak apa yang ayah tanyakan tadi?’ suara Bhara mulai mengeras, karena Zesa benar-benar tidak serius mendegarkanya. “Ih ayah! Ia bunda dengar!” protes Zesa.

“Terus apa jawabannya!” Bhara mulai gusar. Sebelum Zesa menjawab pertanyaan Bhara, Zesa mengembangkan senyumnya dan menyembunyikan wajah cantiknya di balik lipatan baju yang baru saja dilipatnya . Bhara semakin gemas dengan tingkah laku Zesa." Kenapa koh? malah senyum-senyum begitu". Zesa mulai menguraikan jawabannya “Ayah, ayah tahu tidak waktu bunda ditinggal ayah sendiri di gasebo saat itu, bunda merasa benar-benar takut, tempat itu khan baru masih asing bagi bunda, di tambah cahaya kilat yang menyambar disusul suara petir yang menyambar membuat aku benar-benar takut yah, aku mulai mencari-cari bayangan ayah, tapi ayah tidak kunjung datang” jawab Zesa dengan nada manja.

“Terus apalagi yang kamu lakukan” tanya Bhara menggoda.“Terus aku juga jadi teringat ibu berbaju merah yang waktu itu kita tolong". matanya mengering mengisyaratkan Bhara untuk mengingat peristiwa itu."Ibu berbaju merah?" Tanya Bhara sembari mengingat-ingat peristiwanya. " Oh ayah! Ayah masa lupa, yang kita tolong waktu kecelakaan itu loh! Tegas Zesa melayangkan satu sentuhan tangannya menepuk punggung Bhara. "Oh iya, yang kita bawa ke rumah sakit, terus kenapa?" Bhara semakin penasaran. "Ibu itu sangat kehilangan suaminya yang ternyata harus meninggalkannya dulu" jelas Zesa. "Jadi aku teringat ayah, aku takut ayah akan pergi dan aku akan kehilangan ayah. Makanya aku segera berlari mencari ayah!” jawab Zesa dengan senyum lembut melempar pandangan pada Bhara”. "Aku takut terlambat mencintai ayah” pungkas Zesa merampungkan jawabannya .

S E K I A N

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Jadi cemburu nih bun, bisa menikmati sore bersama ayah sang pujaan. Salam sehat selalu dan bahagia.

26 Oct
Balas

Keren, Bu. Sayangnya saya tidak mengikuti cerpennya dari awal. Sukses dan salam kenal, Bu

26 Jul
Balas

mantap keren cadas,...vcerpen keren menewen... salam sehat sukses selalu Bu guru

09 Aug
Balas

Bagus banget bu. Saya lht cerpennya langsng part 4 heheh semngt dan sukses selalu y bu

26 Jul
Balas



search

New Post