sholikul Hardy Girinatakusumadihard

sholihul Hardi gurunatakusuma_ tukang pijat alternatif dan spiritual hubungi 082325958964...

Selengkapnya
Navigasi Web
antara adat dan kepentingan

antara adat dan kepentingan

Komitmen bersama semua pemangku kepentingan diperlukan untuk menghentikan praktik perkawinan anak karena menghancurkan masa depan generasi penerus bangsa. Selain menghilangkan hak anak, perkawinan anak juga berdampak buruk bagi kesehatan anak. Untuk itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Susana Yembise serta sejumlah kementerian dan lembaga lain meminta semua pemangku kebijakan, termasuk kalangan tokoh adat dan tokoh agama, bersama menghentikan perkawinan anak. ”Harus ada komitmen selamatkan anak-anak dan perempuan. Dari data yang ada, banyak anak yang menikah belum siap sistem reproduksinya sehingga meninggal, termasuk bayinya. Banyak yang putus sekolah dan terpaksa bekerja, padahal masih anak-anak. Ini harus dihentikan,” kata Yohana pada peluncuran Gerakan Bersama Stop Perkawinan Anak di Kementerian PPPA, Jakarta, Jumat (3/11). Perkawinan anak di Indonesia juga mendapat sorotan dunia. Dari data Badan PBB untuk Anak-anak (Unicef) State of the World’s Children, 2016, disebutkan, perkawinan anak di Indonesia menempati urutan ke-7 di dunia. ”Untuk perkawinan anak di ASEAN, Indonesia nomor dua setelah Kamboja,” ujar Yohana. Isu perkawinan anak jadi keluhan tertinggi diterima KPPPA. Jadi, sejak beberapa tahun terakhir KPPPA bersama Kementerian Agama mencari solusi. Akhir Juli 2017, keluar surat menteri sekretaris negara demi membangun arah kebijakan mencegah perkawinan anak, termasuk perubahan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. ”Problem utama yang menghambat upaya penghentian perkawinan anak adalah belum ada payung hukum tingkat nasional,” kata Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak Lenny N Rosalin. Dari Survei Sosial Ekonomi Nasional 2015 yang diolah KPPPA, dari persentase perempuan yang pernah kawin usia 20-24 tahun dan menikah sebelum usia 18 tahun, 27 persennya di perdesaan dan 17 persen di perkotaan. Jadi, sosialisasi akan digencarkan di daerah dengan angka perkawinan anak tinggi. Perkawinan anak terus terjadi, antara lain, karena UU Perkawinan terkait usia perkawinan bagi pria usia 19 tahun dan perempuan usia 16 tahun. Beberapa waktu lalu, kelompok masyarakat sipil mengajukan uji materi atas Pasal 7 Ayat (1) UU itu demi menaikkan usia minimal perkawinan perempuan dari 16 tahun jadi 18 tahun. Uji materi itu ditolak Mahkamah Konstitusi. Pendidikan pranikah Dihubungi terpisah, Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, Kemenag amat serius mencegah perkawinan anak. Kemenag telah menyusun modul pendidikan pranikah bagi calon pengantin dan diuji coba di beberapa kantor urusan agama. ”Perkawinan anak harus dicegah karena agama jelas melarang anak yang belum berkemampuan untuk memikul tanggung jawab dan dipaksa menerima tanggung jawab itu. Dalam bahasa agama, itu zalim jika menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya,” kata Lukman. Untuk sosialisasi stop perkawinan anak, pihaknya akan bekerja sama dengan ormas-ormas keagamaan dan kepemudaan. Ketua Yayasan Kesehatan Perempuan Zumrotin K Susilo menyatakan, agar pencegahan perkawinan anak tak hanya menjadi slogan, akar masalah perkawinan anak harus diselesaikan. ”Mengapa ada perkawinan anak? Itu karena faktor budaya, dorongan orangtua, kemiskinan, dan anak itu sendiri mengandung sebelum menikah. Jadi, sosialisasi stop perkawinan anak harus melibatkan banyak pihak,” ucapnya. Ketua Pimpinan Pusat Dewan Masjid Indonesia Maria Ulfah Anshor menyambut baik gerakan bersama stop perkawinan anak. ”Fakta-fakta bahaya perkawinan anak amat nyata. Kelahiran anak dalam usia anak, diasuh anak. Bagaimana bicara soal mutu generasi penerus bangsa yang berkualitas, kompetitif, kalau yang mengasuh saja adalah anak, bukan orang dewasa,” kata Maria. Karena itu, Maria mengapresiasi gerakan stop perkawinan yang akan digencarkan pemerintah saat ini. Apalagi, perkawinan anak wajib dicegah juga masuk dalam rekomendasi Kongres Ulama Perempuan Indonesia pada April 2017. (SON. Kompas, 4-11-2017)

Tak Kenal Lelah Mencari Makna Berpikir ”Apa itu berpikir? Bagaimana kita bisa mengetahui seseorang berpikir atau tidak?” Demikian pertanyaan Daoed Joesoef, cendekiawan sekaligus menteri pendidikan dan kebudayaan periode 1978-1983, di hadapan hadirin pada acara peluncuran bukunya di Jakarta, Kamis (26/10). Pertanyaan tersebut mungkin terdengar sederhana bagi banyak orang. Akan tetapi, bagi Daoed yang berulang tahun ke-91 pada Agustus, pertanyaan tersebut belum terjawab. Ia masih terus mencari jawabannya. Proses pencarian yang tak lekang oleh waktu dan tak kunjung berakhir itu ia tuangkan pada karya terbarunya yang berjudul Rekam Jejak Anak Tiga Zaman. Buku biografi tersebut memaparkan kisah hidup Daoed, mulai dari kelahirannya di Medan, Sumatera Utara, bersekolah di Yogyakarta, berkuliah di Universitas Indonesia (Jakarta), mendapatkan beasiswa ke Perancis, menjadi pejabat negara, hingga mengisi masa pensiun dengan aktif menulis artikel-artikel yang kritis dan tajam. Ia sudah merasakan, menyaksikan, dan mengalami Indonesia dari masa penjajahan Belanda, Jepang, masa kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, Reformasi, hingga masa sekarang. Sepanjang hidupnya, Daoed selalu berpikir kritis. Dalam bukunya, dikisahkan sikap kritis itu didapat dari ibunya, Djasi’ah Joesoef. Perempuan yang dipanggilnya ”Emak” itu yang selalu mendorongnya kreatif dan mengembangkan bakat. ”Tetap saya belum menemukan makna dari berpikir. Apakah cukup dengan beropini, mengkritik, dan menulis buku? Kita juga tidak boleh menghakimi orang- orang yang tidak mengekspresikan pendapat mereka sebagai orang yang tak berpikir,” ujarnya. Prinsip terus mencari dan tak menghakimi itu terus ia pegang, termasuk ketika menjadi salah satu pendiri Centre for Strategic and International Studies. Sebagai sebuah lembaga kajian, Daoed menekankan prinsip berpikir kritis dan terus mencari jawaban atas sejumlah permasalahan yang ada di masyarakat. Salah satu penanggap buku tersebut, dosen Antropologi Universitas Malikussaleh, Aceh, Teuku Kemal Fasya memuji sikap itu. Ia menggarisbawahi pengalaman Daoed menjadi Mendikbud yang kemudian dilanjutkan dengan menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung RI (1983-1988). ”Pak Daoed jadi bagian dari pemerintah, tetapi ia tetap menjaga jarak dengan penguasa agar sikap kritisnya tak luntur. Ia cermat dalam mengamati hal yang terjadi di sekitarnya dan tak segan bersikap kritis terhadap hal yang ia nilai tak sesuai idealismenya,” kata Kemal. Menurut dia, ini contoh positif bagi generasi masa kini. Alasannya, karena sikap kritis makin memudar di masyarakat. Masyarakat terlalu mengidolakan tokoh, tetapi tak bisa bersikap kritis ketika tokoh itu mengambil tindakan yang keliru. Adapun sebagian masyarakat lainnya telanjur membenci seseorang karena alasan emosional meski orang yang dibencinya itu melakukan hal positif. Pelaku aktif sejarah Redaktur senior Kompas, St Sularto, dalam pidato sambutannya mengatakan, Daoed tak sekadar saksi sejarah. Ia adalah pelaku aktif sejarah bangsa ini mengindonesia. Dari awal, ia memiliki sikap nasionalisme yang kuat. ”Pak Daoed tegas memilih ingin berkontribusi kepada bangsa melalui bidang pendidikan. Hal itu membuatnya keluar dari TNI guna menekuni dunia akademis,” katanya. Daoed percaya membangun bangsa harus dari manusianya. Karena itu, ia memastikan perguruan tinggi berpegang pada marwahnya, yakni mendidik mahasiswa berpikir kritis sehingga jadi manusia yang menghargai nilai kebangsaan.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post