sholikul Hardy Girinatakusumadihard

sholihul Hardi gurunatakusuma_ tukang pijat alternatif dan spiritual hubungi 082325958964...

Selengkapnya
Navigasi Web
Hrtyanto da Midia data

Hrtyanto da Midia data

Massa dalam Pusaran Konflik Sosial Konflik dan perpecahan di masyarakat kian menjadi ancaman belakangan ini. Unjuk pendapat dan sikap yang mengeras ditampilkan sejumlah media konvensional ataupun media sosial. Sayangnya, media massa kurang berperan mendorong penyelesaian konflik dan kerukunan bangsa. Masyarakat yang terkotak-kotak menurut keyakinan masing-masing akan kebenaran dan saling berhadapan makin mudah ditemukan. Identitas sosial berbasis nilai keagamaan dan kebangsaan alih-alih menjadi pemersatu sekarang justru menjadi ”pemecah”. Gejala yang awalnya muncul di Jakarta sebagai dampak ajang Pemilihan Kepala Daerah 2017 menjalar dengan cepat ke daerah lain di Tanah Air. Publik diombang-ambingkan antara ranah privat dan publik menyikapi ketegangan sosial yang terjadi. Dalam kondisi yang diwarnai ketidakpastian ini, masyarakat membutuhkan informasi yang mendamaikan dan berorientasi pada solusi. Sayangnya, itu tak cukup mereka temukan dalam pemberitaan sejumlah media. Rata-rata 65 persen responden dalam jajak pendapat Kompas yang diselenggarakan 10-12 Mei 2017 di 14 kota di Indonesia menilai, informasi dari media yang ada justru membuat konflik cenderung berkepanjangan. Media yang dimaksud adalah media cetak, televisi, portal berita daring (versi digital media konvensional), hingga media sosial (Facebook, Youtube, Instagram, dan lain-lain) yang di era digital ini tak bisa diabaikan posisinya sebagai sarana diseminasi informasi. Lebih dari itu, media sosial yang secara sistem kerja kurang memasang saringan verifikasi kebenaran berita dengan ketat menjadi lahan subur berita bohong. Sebanyak 44,7 persen responden menyatakan, berita yang berada di lini masa media sosialnya lebih banyak memuat berita bohong. Temuan di atas senada dengan hasil survei Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) pada Februari 2017 yang menyebutkan tak kurang dari 44,3 persen responden menerima berbagai berita bohong setiap hari. Masyarakat yang kurang kritis didera berita bohong akan sangat mudah terprovokasi. Apalagi, mayoritas responden mengaku sering menerima berita bohong mengenai sosial politik, khususnya pilkada dan pemerintah, (92 persen) serta sentimen suku, agama, ras, dan antar-golongan (89 persen). Frekuensi setinggi ini berbahaya mengingat rendahnya tingkat literasi masyarakat Indonesia. Celakanya, berita bohong mengalir melalui saluran yang setiap saat berada di genggaman orang, yaitu media sosial dan aplikasi percakapan daring (chatting ). Setali tiga uang, berita macam ini pun dengan mudah disebarluaskan dan cenderung menjaga api konflik tetap menyala

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post