Dua musim dapatkah datang bersamaan, ah,.. hanya sebuah kata yang terucap sesaat ketika butiran air bening jatuh di pagi hari ini, takkala hati ingin menikmati mentari pagi untuk segera menepis hujan yang kian deras saja.

Dari balik tirai, kupandang langit yang masih nampak pekat, tak seberkas pun sinar ultraviolet berhasil menembus kerumunan awat yang bagai perisai di tempatku saat ini. Namun sejenak akupun sadar, walahpun sinar mentari tidak mampu menembus lapisan perisai mendung, tapi hari telah pagi, biarpun hujan lebat .Pandanganku masih bisa menatap jauh kesegala penjuru.

Andai hari masih malam, mungkin aku hanya bisa mendengar gemuruh gemercik air hujan saja karena mentari belum saatnya terbit. Kini hujan mulai rutin menyirami alam ditempat kami, karena hampir tiga bulan yang lalu musim kemarau terasa hingga ke seluruh tubuh seperti kering kerontang nya dedaunan, dan menyebabkan gugurnya daun daun kering.

Air begitu sulit didapat, hingga dalam hati selalu berharap akan datangnya hujan, September, sepertinya mulai musim hujan, tak lagi tubuh kering kerontang, pucuk pucuk daun yang sempat berwarna kuning karena lapisan tanah latrit dan debu jalanan, kini menunjukan warna aslinya, tatkala tersapu butiran air hujan yang mulai rutin membasahi alam kami.

Musim memang tak bisa dipaksakan untuk datang bersamaan. Namun doa dan harapan bisa selalu dipanjatkan setiap saat dan bersamaan, tapi kehendak akan hal itu bukanlah menjadi wewenang sang peminta, tapi hak veto dari sang pencipta.

Suasana yang panas direpublik ini, semoga saja kembali dingin dan sejuk seiring hadirnya butiran air dari langit, sebagai pelembab alami bagi setiap mahluk yang tercipta istimewa dari mahluk lainnya