MARNI HARYATI HASIBUAN

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
CINTA SEHIDUP TAK SEMATI

CINTA SEHIDUP TAK SEMATI

Di sinilah tempatku sekarang. Pohon mangga tua besar ini telah menjadi tempat nongkrongku setiap malam.

Duduk berjuntai kaki menghadap rumahnya, tepatnya menghadap jendela kamarnya. Berharap dia akan muncul di sana lalu menyapaku dan mengatakan betapa dia merindukanku, atau setidaknya hanya dengan melemparkan senyum manisnya padaku.

Angin malam ini semilir menyapa dingin. Suara burung gagak bersahutan dengan derik jangkrik di rerumputan. Bulan bersembunyi di balik pohon tempatku duduk sekarang. Bersandar pada batang dan mengambang di atas rantingnya, kutatap jendela rumah yang di dalamnya masih terang temaram. Rumah tempat kekasihku tinggal.

Masih tergambar jelas dimataku, waktu itu kedatanganku ke rumahnya hanya mendatangkan sakit hati yang kesekian kalinya. Orangtuanya tidak menyukaiku. Aku hanya lelaki dengan pekerjaan rendahan yang akan membawa anaknya hidup sengsara. Begitulah kata mereka.

“Ayah, ini ada Dodit,” ucap Yeni sore itu. dia mengajakku untuk menemui ayahnya yang sedang duduk di teras ketika aku mengantarnya pulang sore itu.

Aku dan Yeni sudah berpacaran sejak kami SMA. Selepas sekolah Yeni melanjutkan kuliah jurusan Manajemen bisnis. Sementara aku, karena ketidakmampuan kedua orangtuaku untuk membiayai kuliah memaksaku untuk bekerja menjadi kasir di salah satu mini market di kota tempatku tinggal.

Walau aku hanya seorang pegawai biasa, tetapi Yeni yang seorang mahasiswa tidak pernah malu atau canggung untuk jalan bersamaku. Dan itu membuat hatiku sangat bahagia. Dia tulus mencintaiku setulus aku mencintainya.

Ayahnya mendelik menatapku. Tampak jelas kalau dia tidak suka.

“Selamat sore Om,” sapaku sambil tersenyum dan menganggukkan kepala.

“Sore!” jawabnya ketus.

“Duduk Dit,” ucap Yeni, “Aku mau nyimpan tas dulu ya,” dia berlalu masuk ke dalam rumah.

“Iya, terima kasih,” dengan ragu aku duduk di kursi yang berhadapan dengan ayahnya. Sungguh menakutkan melihat air mukanya yang tiada ramah. Matanya menyusuri tubuhku dari kepala hingga kaki. Sepertinya penampilanku mungkin tidak menarik di matanya.

“Kamu anak mana?!”

“Heh…” aku yang sedang melamun terkejut mendengar pertanyaannya.

“Kamu anak mana?!” diulangnya pertanyaan itu dengan nada yang ketus.

“Saya dari Cikembar pak.”

“Bukankah sudah saya bilang untuk menjauhi Yeni?”

Waduh… aku harus jawab apa? dia betul-betul menakutkan.

“Sa… saya...” jawabku ragu.

BRAAKKK!!

Dia memukul meja di depannya.

Aku kaget. Jantungku serasa berhenti berdetak untuk beberapa saat.

“Yeni tidak boleh pacaran! Kamu tidak pantas untuknya. Jadi jauhi anak saya!”

“Ayah ada apa?!” Yeni berlari menghampiri kami.

“Kamu tidak boleh pacaran sama dia!” sahut ayahnya pada Yeni, “Pulang sana!” bentaknya lagi padaku.

Ini bukan pertama kali ayah Yeni bersikap kasar padaku. Di waktu yang lalu ketika aku mengantar Yeni pulang, dia juga menatapku dari jauh dengan tatapan tidak suka. Tapi ini pertama kalinya dia mengusirku.

“Ayah!” Yeni merajuk.

“Masuk Yen!” ayahnya menarik tangan Yeni masuk kembali ke dalam rumah, dan BRUK! Pintu ditutup dengan kasar.

Aku hanya bengong menatap daun pintu di hadapanku. Ada sakit di dadaku.

Malamnya Yeni meneleponku.

“Sayang...” terdengar suara Yeni terisak di gawaiku, “Maafkan ayah ya.”

“Iya gak apa-apa, tenang saja,” jawabku.

“Kamu jangan menyerah ya sayang,” ucapnya lagi, “Kamu tetap mencintaiku kan?”

“Tentu saja sayang, aku sangat mencintaimu. Kita akan menghadapi semua rintangan bersama.”

“Bener ya sayang. Aku gak bisa hidup kalau gak ada kamu. Kamu harus sabar memperjuangkan cinta kita,” rajuknya manja.

Aku tersenyum, walaupun mungkin dia tidak melihat kalau aku tersenyum, “Iya sayang, kita akan bersama selamanya.”

“Love you sayang,” ucapnya mesra.

“Love you, too,” jawabku bahagia.

Walaupun orangtuanya tidak percaya dengan kata cinta, tapi kami, aku dan dia, sangat yakin pada kekuatan cinta. Kami saling mencintai, saling membutuhkan, dan tak bisa hidup jika harus kehilangan. Begitulah, kami berjanji untuk saling mencintai sehidup semati.

Setelah kejadian itu, kami bertemu secara diam-diam, mencuri-curi waktu di sela jam kerja atau jam istirahat. kadang Yeni datang ke mini market tempatku bekerja hanya untuk bertemu dan mengobrol sebentar. Sekali-kali aku yang ijin tidak masuk kerja hanya untuk jalan-jalan melepas rindu dengannya.

Hingga kejadian besar terjadi, sepertinya ada seseorang yang tahu dan melaporkan pada ayahnya. Dia murka bukan main.

Sudah hampir satu bulan ini aku tidak bisa bertemu dengan Yeni meski hanya sekedar bertelepon.

Ayahnya terus-menerus mengawal kemanapun dia pergi bahkan kuliahpun diantar dan ditunggui hingga pulang. Dia juga dilarang memakai gawai kecuali atas ijin ayahnya.

Sungguh berat bagiku melalui hari-hari tanpa Yeni, tanpa memandang wajah cantiknya. Aku sangat rindu ingin bertemu, jalan bersama, bercanda gurau lagi seperti dulu. Rasanya telah hilang gairah hidup tanpanya.

Karena kerinduanku yang mendalam padanya, aku hilang semangat dalam menjalani hidup. Tiada gairah dalam beraktifitas, ibarat peribahasa hidup segan mati tak mau. Dan puncak dari semua itu aku dipecat dari tempat kerja. Orangtuaku murka dan tak henti memarahiku.

Aku tidak bisa hidup seperti ini, aku harus mengambil sikap!

Maka pada hari itu, aku tulis surat terakhir dan kukirimkan padanya.

Yeni sayangku,

Betapa berat hari-hari yang harus kulalui tanpa dirimu. Aku hilang arah tanpamu di sisiku.

Aku sangat mencintaimu, aku tak bisa hidup tanpamu. Aku ingin selalu bersamamu sampai kapanpun. taka da satupun yang dapat memisahkan kita.

Sayang, di banyak waktuku telah kuresapi kemungkinan kita untuk bersama, tapi sepertinya sulit untuk meluluhkan hati orangtuamu.

Oleh karenanya, aku telah mengambil suatu keputusan. Seperti janji kita berdua sayang, kita akan sehidup semati. Aku pergi untuk bisa bersamamu. Kutunggu kau di alam sana.

Love you forever

Dodit

Keesokan paginya orangtuaku histeris menemukanku tergantung di langit-langit dapur.

Tapi nyatanya, setelah sekian lama aku pergi dia tidak kunjung datang menyusul. Setiap malam aku duduk di atas pohon ini menatap nanar rumahnya. Memandang penuh rindu, tapi dia tidak pernah tahu. Bahkan, belakangan ini sering kulihat ada lelaki lain yang datang mengunjunginya. Dan malam ini mereka pergi berboncengan sepeda motor dengan tawa bergerai di wajah cantiknya.

=====

Cerpen ini pernah dimuat oleh penulis di platform noveltoon.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sereeeem. Untung bacanya belum malam bangettt. Cerpen yang sangat apiiikkk... Mantulll

16 Feb
Balas

Mantapp bu. Kerenn

16 Feb
Balas

Mantapp bu. Kerenn

16 Feb
Balas

Mantap... semangat berkarya lagi

16 Feb
Balas

Semangaat

16 Feb
Balas

Keren...bu

16 Feb
Balas

Sukses selalu ya

08 Mar
Balas

Mantap....Bu selamat berkarya...

19 Feb
Balas



search

New Post