Berat rasanya mundur dari event nasional sekelas Inovasi pembelajaran (INOBEL). Masih ingin rasanya mengikuti ajang istimewa ini, bertemu dengan guru-guru yang hebat, tak kenal berhenti untuk berinovasi. Namun, pilihan ini sudah matang. Tahun ini istirahat dulu. Berhenti di inobel bukan berati bagi saya untuk berhenti berkarya. Sebagai seorang guru jiwa untuk menemukan dan mengembangkan ide-ide memperbaiki kualitas pembelajaran selalu ada. Memberikan kesempatan pada teman-teman sejawat itu lebih tepatnya. Alhamdulillah semangat berkreasi dan berinovasi teman-teman sejawat di sekolah saya sangat luar biasa. Ada yang terkendala belum mempunyai NUPTK sehingga tidak bisa gabung dengan event berkelas nasional ini.

Menjadi finalis selama 3 kali kiranya membuat cukup malu. Padahal teman-teman saya, sekali maju ke event nasional selalu pulang membawa kemenangan. Bukan hanya itu, meninggalkan kelas selama berkompetisi jadi bahan pertimbangan. Apalagi sistem perlombaan inobel ini berkelanjutan, artinya mulai dari workshop kemudian jika lolos baru presentasi karya. Ini yang paling berat karena harus berkali-kali meninggalkan kelas.

Kalaupun ikut lomba, saya akan memilih untuk tidak terlalu lama meninggalkan kelas dan mempunyai peluang besar. Pasalnya kesempatan untuk berkompetisi di luar sekolah setahun hanya satu kali bagi saya. Menulis seperti inilah, menjadi aktivitas sebagai penghilang kebosanan. Tidak mungkin sebagai guru hanya sekali mengikuti perlombaan. Mencoba menulis, menulis, berkreasi sebagai pengusir kepenatan. Jika guru sekadar mengajar dan mengurusi hal-hal yang bersifat administratif menjadi sebuah rutinitas tanpa makna. Mengirim tulisan-tulisan di berbagai media cetak atau massa langkah yang saya tempuh. Entah dimuat atau tidak, bukanlah hal utama. Menyalurkan ide dan berbagi akan senantiasa saya lakukan. Inobel aku akan datang saat yang tepat. Semoga aku hadir untuk menjadi juara, bukan hanya sebagai finalis. I love u, INOBEL.