Siti Aisah Ashwan

Berprofesi sebagai pendidik di sekolah dasar, keseharian menjadi ibu ke dua untuk anak didik di sekolah memberikan kepuasan tersendiri. Semoga diant...

Selengkapnya
Navigasi Web
Rencam di Kala Senja

Rencam di Kala Senja

Aku bersimpuh di depan gundukan tanah yang telah lama menjadi nirwana sucimu. Ingin kutumpahkan segala rasa yang kini menikam hatiku. Teringat ikrar untuk tetap bersama, hingga tubuh kita tak tegak lagi. Akan tetapi malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih. Kita tak dapat bersama hingga ujung senja.

Aku yakin disana kamu saksikan pilu yang hampir setiap saat menderaku. Mahkota putihku, keriput pembungkus dagingku, bahkan netraku yang sudah tak awas lagi tetap tak mengurangi tanggungan yang harus aku pikul tanpa dirimu.

Buah cinta aku dan kamu tak seharusnya aku pinta dermanya. Tapi bukanlah hal itu yang menyebabkan tanggunganku semakin berbobot, pikulanku makin berisi. Pesan terakhirmu untuk tetap membawa serta Si Sulung yang istimewa dari adindanya, sungguh terasa berat dipundakku.

"Aaaah!"

Kau dengar itu? Teriakan Si Sulung yang membahana, memecah sunyi di ujung dusun kita yang sudah tidak utuh lagi. Ya dusun kita kini kian sepi, hamparan beton yang mengganti hijaunya ladang dan tegalan dusun membuat sebagian besar sanak dan karib memilih menyingkir. Hijrah berjemaah ke tempat yang baru.

Dewi pagi kini telah menampakkan wujudnya, pancaran sinarnya memberi dengan adil bagi setiap makhluk di jagat raya ini. Apakah kamu juga merasakan hangatnya? Sehangat pelukanmu di malam nan syahdu, seraya kamu bisikkan rayuan yang membuat aku melayang-layang.

Aku ingin berteriak, mencaci takdir yang tak berpihak, memaki nasib yang tak adil. Astagfirullah, dalam diam kamu masih mampu menyadarkan aku, dalam bisu kamu masih mengingatkan aku. Bahwasanya tak ada kekuatan yang menggerakkan setiap perjalanan hidup selain kekuatan pemilik jagat dan seisinya, pemberi dari semua yang memberi.

Aku tak ingin beranjak pergi, belum puas rasa rinduku, belum selesai hasrat cerita cintaku bersamamu. Aku ingin tetap di sini, memeluk pusaramu, walau penat dan kebas menggangguku. Kamu tahu sepuluh windu hampir mendekatiku. Lelah yang kurasa, lillahi yang kupinta.

Sulung, tidakkah kau lihat umi sebetulnya sudah tidak kuat. Bisakah kau beri sejenak waktu untuk rehat. Bisakah engkau tegak diatas kedua kakimu, seperti tampak pada adindamu. Sulung maafkan umi, sebenarnya ingin sekali menjauh berlari. Apalah daya karena renta sehingga tak kuasa.

Sayang, aku sudahi cerita hari ini. Aku dengar lagi teriakan Si Sulung, mungkin ia sudah tak tahan, cacing di perutnya pasti sedang berlarian.

Pagi kian merayap, sang Dewi pun semakin menghangat. Aku pandangi Si Sulung penuh iba, separuh abad sudah dilaluinya dalam kesendirian yang abadi. KuasaNya ia hadir dari rahimku, yang diberi kekuatan dalam separuh jiwa sejak kamu menghadap ke haribaannya dan tak mungkin kembali.

Sulung, jika umi pergi nanti bersama siapa akan berbagi marah dan kecewamu? Sulung, jawablah umi. Akan tetapi tentu saja itu tak akan terjadi. Sulung hanya mematung, sesekali menyeringai mempertontonkan barisan giginya yang telah lama tidak tersentuh pasta gigi.

"Assalamualaikum!" Suara merdu Si bungsu mengalihkan pandanganku.

"Waalaikumsalam!" Hidungku mencium wangi saat telapak tanganku disentuh tangan halus Si Bungsu.

"Abang apa kabarnya umi?" Tanya Si Bungsu seraya duduk di sebelahku.

"Kau saksikan sendiri, masih tidak ada perubahan" jawab aku sambil membereskan piring dan gelas yang belum sempat aku letakkan ke tempat cucian.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Luar biasa Ibu. Cerpennya keren.Semoga sehat dan sukses selalu buat ibu bersama Keluarga tercintanya

05 Jun
Balas

Sekadar mengeluarkan gundah gulana, yang tak pernah sempat terekspresikan mungkin pak. Barrakallah

31 Dec
Balas

Mantul.Bund. sukses selalu dan barakallahu fiik

21 Mar
Balas

Terima kasih Bunda

24 Mar

Perjuangan tak ada batasnya, bersabar berdoa berusaha dan selalu bersyukur atas semua yang telah menimpa kita. Menyentuh sekali ceritanya ibu. Salam literasi semoga sukses selalu

29 Sep
Balas

Aamiin, salam literasi

05 Oct

Cerpen yang keren Bun, sampai-sampai larut dalam alur ceritanya yang sedih. Salam kenal dan sukses selalu bu

29 Sep
Balas

Salam kenal dan sukses juga

05 Oct

Larut dalam kesefihan kala membacanya...sukses bund

12 Apr
Balas

Masih bingung dengan Aaaaah!Itu berteriak kenapa?

30 Nov
Balas



search

New Post