SITI CHADIJAH

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
DI UJUNG ASA

DI UJUNG ASA

Ketika azan magrib berkumandang mendayu aku sedang antri untuk berwudhu’. Suara hand phone menjerit memanggil. Dengan malas aku meraihnya dan mengucapkan salam. Terdengar disana suara lelaki yang tak pernah ku kenal. Garing dan tak begitu menanggapinya aku saat itu. Entah dari siapa dia mendapat nomorku. Pembicaraan kami selesai dengan singkat dan aku pun melaksanakan shalat Magrib. Pada malam Jum’at empat hari setelah telfon pertama kembali lagi aku di ganggu oleh deringan dari nomor yang sama. Aku cuek dan mengangkatnya tanpa semangat, entah angin apa yang membawaku saat itu untuk lebih lanjut untuk menanggapinya sampai akhirnya cerita itu bergulir seperti air. Aku seperti menemukan teman lama yang kembali mengingatkan masa-masa dikampus dulu. Sampai akhirnya keakraban dengannya membuat komunikasi menjadi sangat dibutuhkan. Setiap hari kami bercerita tentang aktifitas masing-masing. Aku tipe orang yang sulit bergaul dan dekat dengan siapapun, setelah kenal dengannya aku merasa lebih hidup dan bersemangat sampai Pada akhirnya kami bertemu dan saling mengungkap rasa. Dia datang kerumah dengan membawa serta keluarganya untuk melamarku. Aku bahagia bukan kepalang karna akan melepas masa lajang yang menjadi kecaman saat bercengkrama dengan teman sejawat. dan waktu itu pun tiba. Ketika aku sedang mengajar hand phone bergetar berkali-kali sebab di silent, ku abaikan karna aku tak mau mengganggu konsentrasi siswa yang sedang belajar. Selesai tugas mengajar aku menelpon balik nomor tak dikenal yang berkali-kali muncul. Saat itu juga aku limbung dan terjatuh. Kabar duka itu meruntuhkan seluruh relung jiwaku. Tangis pun tak henti mengalir dari kelopak mata yang rasanya hampir tak mampu terbuka lagi. Belahan jiwaku telah pergi menghadap sang Robb dan meninggalkanku dalam penantian yang hampa. Setelah kejadian itu aku hanya banyak diam dan menyesali beberapa perkataan buruk yang ku lontarkan padanya sesaat sebelum kecelakaan itu terjadi. Aku dihantui rasa bersalah yang besar karna kata ibunya setelah pertengkaran itu dia buru-buru memacu sepeda motor untuk memastikan cincin pesanan akad nikah sudah sesuai dengan keinginanku. Aku marah padanya sebab tempahan cincin itu tak seperti yang ku inginkan. Ku pandangi pusaranya dengan lekat. Ku ungkapkan rasa bersalahku di nisannya tapi tak ada gunanya. Dia telah pergi meninggalkanku untuk selamanya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post