Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Kerudung Berdarah

Kerudung Berdarah

Pagi itu matahari bersinar sangat cerah, langit berwarna kebiruan seperti lautan, dan tak sedikit pun awan menyelimutinya. Saat itu Alya sedang mengenakan kerudungnya yang berwarna putih tulang. Alya adalah seorang pelajar di salah satu SMP di Kota Kudus. Ia duduk di kelas 9. Kulitnya kuning langsat, parasnya cantik menawan, tetapi ia gadis yang sangat tomboy. Di sekolah ia akrab dipanggil Alay karena tingkahnya seperti anak lelaki. Setelah selesai mengenakan kerudungnya, Alya bergegas berangkat ke sekolah.

“Bu….Alay berangkat.” kata Alya berpamitan pada Ibunya.

“Ya…..Hati-hati di jalan, Nduk.” Jawab Ibunya sambil mengulurkan tangan pada putri tunggalnya.

“Ya, Bu.” jawab Alya sambil mencium tangan ibunya.

“Bu, mana uang sakunya?” tanya Alya sambil menengadahkan tangan.

“Nih…lima ribu cukup kan.” kata Ibu sambil memberikan selembar uang lima ribuan kepada Alya.

“Yaaah….Ibu. Mana cukup lima ribu, Bu. Sekarang hari selasa, Alay pulangnya pukul lima sore. Ditambah dong uang sakunya.” jelas Alya kepada Ibunya.

“Oh….iya. Ibu lupa Nduk.” Kata Ibu sambil memegang dahinya yang mulai keriput dimakan usia.

Ibu kemudian merogoh sakunya, dan mengambil selembar uang sepuluh ribuan.

“Nih, Ibu tambahi untuk membeli makan siang.” Kata Ibu sambil mengulurkan uang sepuluh ribu pada Alya.

Nah….gitu. Itu baru Ibu Alay. Makasih ya Bu. Alay sayang Ibu.” Kata Alya sambil mengambil uang itu dari tangan Ibunya.

“Alay berangkat, Bu. Assalamu’alaikum.” Kata Alya berpamitan kepada Ibunya.

“Ya. Hati-hati di jalan.” Jawab Ibu.

Alya berjalan gontai menyusuri jalan raya di depan rumahnya. Jarak antara rumah dan sekolahnya tidaklah jauh, hanya 2 km. Setiap hari Ia berjalan menyusuri jalan raya di depan rumah hingga ke sekolah. Di tengah perjalanan, Alya bertemu dengan teman satu kelasnya, namanya Arya.

“Arya, kamu sudah mengerjakan PR IPA?” tanya Alya.

“Emang IPA ada PR?” jawab Arya sambil terperangah.

“Dasar Arya….IPA ada PR. Ketahuan nih. Kamu pasti belum mengerjakan PR. Siap-siap mengerjakan lima kali kamu Ar.” Kata Alya sambil meledek Arya.

“Memangnya kamu sudah mengerjakan?” tanya Arya.

“Sudah, tapi baru sebagian. Lumayan kan. Dari pada kamu belum sama sekali.” Jawab Alya.

“Terus gimana baiknya?” tanya Arya dengan wajah galau.

“Ah…gampang. Gak usah dirisaukan. Nanti kita nirun pekerjaannya Salma. Beres kan.” Jawab Alya.

“Ayo, kita percepat langkah, agar cepat sampai di sekolah.” Kata Alya.

Mereka pun mempercepat langkahnya agar segera tiba di sekolah. Alya berjalan terburu-buru seperti dikejar setan.

“Alay….pelan-pelan jalannya.” kata Arya sambil terengah-engah mengikuti Alya.

“Kamu itu cowok atau cewek Ar. Berjalan nggak ada satu kilometer saja sudah ngos-ngosan.” Kata Alya sambil terus berjalan menyusuri jalanan beraspal.

“Lha ..kamu sendiri bagaimana? Kamu itu cewek kok kayak cowok. Jadi cewek yang halus sedikit gak bisa? Jawab Arya sambil menggerutu.

“Yah…mau bagaimana lagi, Ar. Inilah aku. Terserah kamu mau bilang apa. Ayo cepat, nanti keburu gak dapat contekan PR, Ar.” Kata Alya sambil menarik tangan Arya.

Arya pun akhirnya ikut berlari-lari mengikuti Alya. Napasnya terengah-engah, keringat pun bercucuran membasahi wajahnya yang berwarna sawo matang.

“Alhamdullilah....akhirnya sampai juga di sekolah.” Gumam Arya.

“Alay….jangan berlari-lari lagi. Kita kan sudah sampai.” Teriak Arya seakan tidak kuat lagi berjalan.

“Okey…kita berjalan santai, pelan-pelan saja. Iya kan? Tapi kita nanti gak ada waktu untuk menyalin PR. Mau disuruh menulis ulang PR lima kali?” jawab Alya.

“Enggak mau.” Jawab Arya sambil menggelengkan kepalanya.

“Nah…kalau tidak mau, ya cepat sedikit dong jalannya.” Kata Alya sambil menarik tangan Arya.

“Iiih… dasar gadis tomboy.” Gerutu Arya.

Dengan terpaksa Arya mengikuti langkah Alya, dan akhirnya mereka sampai di kelasnya, yaitu kelas 9E. Arya langsung duduk di kursi sambil mengatur napasnya. Udara AC yang sejuk di kelasnya membuat Arya kembali segar.

Di sisi lain, Alya dengan cepat menemui Salma yang sedang duduk bangku paling depan.

“Salma, pinjam PRnya dong. Boleh ya…boleh ya.” Ujar Alya.

“Boleh….tapi bukuku sudah dipinjam Reza, Al.” jawab Salma sambil menunjuk Reza yang duduk di bagian kursi paling belakang.

Alya pun menoleh ke arah Reza yang sedang asyik menyalin PR. Ia bergegas menghampiri Reza.

“Reza…Sudah selesai belum menyalin PRnya? Tanya Alya.

Reza yang baru asyik menyalin PR, tidak mendengar panggilannya. Alya memanggilnya lagi “Rezaaa….”

Reza pun menoleh. Dengan muka datar dia menjawab “Ya, bentar lagi.”

Alya semakin geram melihat lagak Reza. Ia kemudian menarik secara paksa buku Salma.

“Alay….Alay…sebentar lagi, kurang sedikit nih.” Kata Reza tetap memegang buku Salma dengan erat.

“Bawa sini bukunya. Aku juga kurang dikit PRku. Kamu jangan mau menang sendiri dong.” Kata Alya sambil terus menarik buku Salma.

Alya akhirnya mendapatkan buku Salma, dan bergegas untuk kembali ke tempat duduknya. Reza berusaha mencegah Alya pergi. Tangannya memegang dan menarik kerudung Alya. Alya pun meronta, dan berusaha untuk melepaskan diri dari Reza. Tetapi usahanya sia-sia. Reza tetap memegang ujung kerudung putin yang dikenakan. Alya tiba – tiba berteriak “Rezaaa…. Lepaskan. Oowww ….Aduh…sakit nih.”

Tetapi Reza tidak mempedulikan teriakan Alya. Ia tetap memegang erat kerudung Alya.

:”Lepaskan! Reza….jarumnya menusuk pipiku nih. Hiks.hikks.” tanya Alya sambil memegangi jarum yang menusuk pipinya sambil menangis.

Darahnya pun mulai merembes, membuat kerudung putih yang dikenakan berwarna kemerahan. Melihat kejadian itu, seluruh penghuni kelas langsung panik. Mereka mendekati Alya yang sedang mengerang menahan rasa sakit. Reza pun melepaskan ujung kerudung Alya.

“Sorry ya Alay. Habis kamu ngotot sih. Ya. Begitu jadinya.”kata Reza sambil berusaha mencabut jarum yang menancap di pipi Alya.

“Aduh!….pelan-pelan mencabutnya.” Teriak Alya sambil meringis kesakitan.

“Iya….ini sudah pelan-pelan. Hey …Alay….kukira kamu tidak bisa menangis, ternyata bisa juga menangis. Baru sakit seperti ini sudah menangis, apalagi kalau keiris.”jawab Reza sambil meledek Alya.

“Kamu jangan meledek ya. Sakit beneran nih. Lihat! Kerudungku jadi berdarah-darah.” Ujar Alya sambil mengempaskan tangan Reza yang berusaha melepas jarum.

Teman-teman yang sejak tadi menonton pertunjukkan Reza dan Alya bertengkar berusaha melerainya.

‘Gimana coba, jarumnya sulit dilepaskan.” Kata Alya sambil menangis.

“Reza….kamu harus tanggung jawab.”kata teman-temannya.

“Tanggung jawab bagaimana, lha dia sendiri yang banyak tingkah. Coba tadi mau berbagi, pasti tidak seperti ini kejadiannya.” Jawab Reza membela diri.

Alya pun masih terus menangis sambil memegangi jarum yang masih menancap di pipinya. Seluruh teman Alya di kelas itu semakin panik.

“Bagaimana nih?” kata Safira.

Safira adalah ketua dari kelas 9 dimana Alya tinggal.

“Laporkan saja ke kesiswaan, biar segera ditangani.” Kata teman-temannya serentak.

Safira pun bergegas melangkah keluar menuju ke ruang guru untuk menemui Pak Agus yang bertanggung jawab bagian kesiswaan.

“Pak, di kelas saya ada kecelakaan.” Kata Safira dengan suara gemetar.

Pak Agus pun terkejut dan bertanya “Kecelakaan apa, Mbak?”

“Itu….ada anak yang wajahnya tertusuk jarum, Pak.” Jelas Safira.

“Lho. Kok bisa?”tanya Pak Agus penasaran.

“Tadi mereka rebutan buku, mau nirun PR. Akhirnya kerudungnya ditarik dan jarumnya menancap.” Jelas Safira.

Pak Agus pun segera berjalan menyusuri koridor, menuju ke kelasnya Safira. Ia mendekati Alya yang ketika itu masih menangis sambil memegangi kerudungnya yang berdarah.

“Gimana, sudah bisa diambil jarumnya?’ tanya Pak Agus.

“Belum Pak. Gimana Pak.”jawab Alya.

“Tenang…tidak usah panik. Begini mbak Alya, kamu ikut saya ke Puskesmas. Daripada saya cabut, nanti malah keluar darah banyak. Bisa pingsan saya.” Ajak Pak Agus.

Akhirnya Alya dibawa ke Puskesmas yang letaknya tidak jauh dari sekolah. Dia berjalan sambil memegang jarum yang masih menancap di pipinya yang mulus itu.

Sesampai di Puskesmas, Alya langsung di bawa ke dokter. Dengan peralatan khusus dokter mancabut jarum yang menancap di pipi Alya. Darah pun menyembul keluar, dengan kasa kecil dokter segera menekan luka itu hingga darah berhenti keluar.

“Nah…Sudah selesai. Lain kali jangan bercanda lagi lagi ya. Berhati-hati ya.” Kata dokter pada Alya.

Alya pun mengangguk. Tangisnya sudah berhenti. Kepalanya tertunduk karena rasa malu. Dalam hatinya Alya berjanji akan rajin mengerjakan PR di rumah.

“Alya….” Panggil Pak Agus.

“Jangan diulangi lagi ya. Jangan bercanda berelebihan. Kamu yang rajin belajar. Kamu mendapatkan pelajaran yang sangat berharga hari ini.” Kata Pak agus menasihati Alya.

Alya pun hanya mengangguk dan meng”iya”kan apa yang dikatakan Pak Agus. Dia sungguh-sungguh menyesal dan berharap tragedi kerudung berdarah tidak terulang lagi.

Cikfat.19.10.2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Anak-anak kalau sudah bercanda suka lupa bahaya yang mengintai. Salam sehat dan sukses selalu, cikgu. Barakallah.

19 Oct
Balas

Iya Bun....itu khayalan saya. Mengingat kejadian masa kecil. Barakallah Bun

19 Oct

Memang ada ada saja tingkah anak anak yah. Barakallah

19 Oct
Balas

Hehehe....Iya Bu. Itulah dunia anak-anak. Tidak dipikirkan panjang sebelum bertindak

19 Oct

Cerita yang cukup menegangkan dan membuat saya merasa ikut ngilu merasakannya...Barakallah Cik Fat...

19 Oct
Balas

Kenapa ngilu Bu Rini. Takut sama jarum ya Bu? Hehe... Semoga sukses selalu Bu Rini. Barakallah

19 Oct



search

New Post