Siti Fatimah

Alumnus PPS UNNES bekerja di SMP 2 Kudus sejak tahun 1995 Mata Pelajaran IPA...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tragedi Endog Kuwuk 2

Kehamilanku sepertinya tak biasa. Ada sesuatu yang tidak beres, karena seiring bertambahnya waktu, pertambahan volume perutku tidak seberapa. "Apakah benar apa yang dikatakan dokter, kalau embrio yang kukandung tidak berkembang?"gumamku. Saya mencoba menepis rasa itu dan selalu optimis.

Satu Minggu sudah berlalu, tidak ada gejala flek dan perdarahan kecil mengiringi kehamilanku. Hatiku mulai tenang, karena itu pertanda kehamilanku baik-baik saja. Saya pun kembali melakukan pekerjaan seperti biasa, pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, guru, dan mahasiswa. Tiga profesi yang kujalani sangat menguras energi, terutama profesi sebagai mahasiswa. Saya harus mengerjakan tugas perkuliahan di saat anak-anak sudah terlelap, disaat suami sudah tak menghendaki, dan di saat Tuhan membangunkannya di sepertiga malam. Disaat istimewa saya berselancar di dunia Maya, bertemu dengan Mbah Google untuk menanyakan jawaban tugasku. Mataku semakin berkantung karena kebanyakan begadang. Wajahmu juga semakin berkerut karena banyak pikiran Sesekali kuelus perutku yang membuncit di sela-sela kelelahanku. Rasanya ingin cepat menimangnya, dan berharap dia lahir sebagai gadis cantik, imut, dan lincah. Bayi perempuan yang sempurna. Maklumlah, saya belum mempunyai anak perempuan, jadi berharap anak ketiga yang kukandung ini lahir perempuan.

Kenyataan terkadang tidak sesuai dengan harapan.Ketika aku berkendara ke Semarang untuk mencari ilmu, perutku seperti terdorong kencang. Tekanan yang ditimbulkan membuat gigiku terantuk menahan sakit. Keringat dingin pun mengalir. Saya mencoba tetap bertahan, dan terus melaju,akan tetapi rasa sakit itu semakin memuncak. Saya pun menepi, dan mencari tempat untuk sekadar bersandar. Kuelus perutku, dan kubenahi korset penyangganya. Kuambil napas panjang untuk memasok oksigen untuk janinku. Sedikit demi sedikit rasa tegang di perutku berkurang, rasa sakit pun juga perlahan menghilang. Keringat yang mengalir ikut menguap tersapu angin jalanan. Sekali lagi saya menghirup udara pagi itu dengan inspirasi maksimum. Kuambil motor yang kuparki di bawah pohon trembesi dan melanjjurkan perjalanan ke Semarang. Perjalanan masih jauh, hampir satu jam waktu tempuhnya. Namun saya tetap berharap perutku tidak berkontraksi lagi dan janin didalamnya tangguh menghadapi ujiannya.

Bersambung

Cikfat. 17 Februari 2019

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ya Allah..semoga baik2 saja janin yg ada dlm kandungan ibu. Yg kuat ya Bu..

17 Feb
Balas

Ya Bu. Wanita tangguh harus kuat dengan seribu cobaan. Tapi saya yakin Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hambanya. Terima kasih sudah berkunjung. Semoga sehat dan sukses selalu.

17 Feb

Ya Bu. Wanita tangguh harus kuat dengan seribu cobaan. Tapi saya yakin Allah tidak akan memberi cobaan melebihi kemampuan hambanya. Terima kasih sudah berkunjung. Semoga sehat dan sukses selalu.

17 Feb

Semoga dede bayi di dalam perut bisa bertahan..Rasanya jadi ikut nyeri nih...Ditunggu kelanjutannya....Barakaĺlah Cikgu...

17 Feb
Balas

Siap Bu Rini. Salam sehat dan sukses selalu.

17 Feb



search

New Post