Siti Khodijah Lubis, S.Pd.I

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KALISTA DAN POTRET RASIALISME MASYARAKAT KITA
Sumber foto: instagram Kalista Iskandar

KALISTA DAN POTRET RASIALISME MASYARAKAT KITA

Tantangan Menulis Hari Ke-8

#TantanganGurusiana

Peristiwa perundungan terhadap Kalista Iskandar, finalis 6 besar dalam ajang Pemilihan Puteri Indonesia (PPI) 2020 Jumat (6/3/2020) lalu, lantaran ia gagal menjawab pertanyaan Ketua MPR RI Bambang Soesatyo tentang kelima sila Pancasila dengan sempurna, membuat Biro Humas Setdaprov Sumbar merasa perlu merilis penjelasan yang disebarkan ke berbagai grup Whatsapp, Sabtu (7/3/2020), yang menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Sumatera Barat tidak pernah terlibat, baik secara langsung maupun tak langsung, dalam hal keikutsertaan Kalista dalam ajang PPI tersebut.

Rilis yang agaknya sia-sia, karena jauh sebelum Kepala Biro Humas Pemprov Sumbar, Jazman Rizal merilis pernyataan tersebut, Kalista, lewat akun instagramnya pada 12 Februari 2020 lau, telah mengunggah foto dirinya mengenakan selempang “Puteri Indonesia Sumbar 2020”, bersanding dengan istri Gubernur Sumbar, Ibu Nevi Irwan Prayitno, istri Walikota Padang, Umi Harneli Bahar, dan Sekretariat Dinas Pariwisata Kota Padang, dengan takarir berbunyi ungkapan terima kasih karena telah disambut dan diberi pesan dan kesan untuk dibawa ke dalam ajang PPI. Dengan kata lain, secara tidak langsung Kalista telah mengantongi izin dan restu dari pihak pemerintahan Sumatera Barat.

Jazman masih berkilah dengan mengatakan, “Kami Pemprov Sumbar tidak mengetahuinya sama sekali, karena tidak dilibatkan, dilaporkan, atau diberitahu. Jadi ke depan, dalam event dan ajang apapun, haruslah meminta izin atau rekomendasi resmi kepada Pemprov Sumbar,” katanya, seperti dikutip dari Gatra.com, Sabtu (8/3/2020).

Pernyataan yang diberikan Kabiro Humas Sumbar ini pun kemudian menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat yang pro menyesalkan mengapa peserta yang diutus untuk mewakili Sumbar harus seseorang yang memiliki darah blasteran, sehingga ia tak becus menghapalkan Pancasila. Padahal, siapa saja bisa grogi menyebut dasar negara indonesia itu, bahkan politisi sekelas Menteri Pertahanan RI, Prabowo Subianto, yang pada saat itu masih Capres nomor urut 02 mengalaminya pada acara konsolidasi pemenangan di GOR Kuningan, November 2018 lalu.

Sedangkan, pihak yang kontra mengatakan Pemprov Sumbar telah blunder mengeluarkan pernyataan demikian, dikarenakan sejak dahulu sudah ada perwakilan dari Sumatera Barat di ajang PPI, tapi mengapa baru di tahun 2020 ini Pemprov Sumbar merasa perlu merilis klarifikasi?

Mirisnya, sebuah akun bernama Ikhbat Zulkarnain Alfath, dalam utas postingan di fanpage media online Kumparan mengatakan: “Sangat, sangat, sangat memalukan Sumatera Barat. Menumpang lahir di Bukit Tinggi, berdarah Amerika dan Tionghoa. Berbahasa Indonesia kurang lancar, lancar berbahasa Inggris dan Mandarin. Tidak bisa berbahasa Minang. Agama Nasrani. Tidak hafal Pancasila.”

Beberapa akun lainnya pun memberi jempol atas tanggapan Ikhbat tersebut tanda persetujuan. Di beberapa laman berita lain yang sama membahas tentang Kalista, tanggapan-tanggapan bernada menyayangkan akan suku, ras, dan agama Kalista pun tersebar luas.

Sebenarnya, jika warga hanya menyayangkan gagapnya Kalista saat menyebutkan sila keempat dan kelima Pancasila (dengan cara yang etis, tanpa ada unsur menghina), apalagi bila ditambah saran agar lebih baik ke depannya, tentu saja hal itu tidak mengapa. Masalahnya, mengapa suku, ras, dan agama Kalista pun turut dibawa serta?

Padahal, banyak kontestan PPI 2020 yang bukan berdarah ‘asli pribumi’ asli seperti Jihane Almira Chedid (Jateng), Maria Meghna Sharma (Sumut), Belinda Pritasari Jacobsen (Bengkulu), dan Rachel Eleeza Coloay (Kaltara). Bahkan, pemenang PPI tahun sebelumnya, Frederika Cull, juga berdarah campuran Lampung dan Inggris. Nadine Chandrawinata (PI 2005) dan Nadine Alexandra (PI 2010), masing-masing memiliki darah Jerman dan Inggris di nadinya.

Jika masih banyak warganet yang mengatakan bahwa Kalista tidak layak mewakili Sumbar karena tidak berdomisili di provinsi yang terkenal akan legenda Malin Kundang itu, maka, perlu diketahui bahwa banyak kontestan lain yang domisili di Jakarta, namun merepresentasikan provinsi tertentu.

Raline Shah, misalnya. Puteri Indonesia Favorit Tahun 2008 ini lahir dan berdomisili di Jakarta, bahkan memiliki darah campuran Pakistan, Tionghoa, Melayu Malaysia, dan Melayu Singapura. Hampir tak ditemukan jejak di dirinya yang menyatakan dia berdarah suku asli Sumatera Utara, provinsi yang diwakilinya saat itu, yang mayoritas beretnis Melayu Deli dan Batak. Tidak lebih wajar dari Kalista yang lahir di Bukittinggi, dan masih memiliki garis darah Minang dari pihak ayahnya, Egbert D. Iskandar, seperti dikutip dari tagar.id (7/3/2020). Namun, warga Sumut tak pernah mempermasalahkan keterwakilan provisinya oleh keikutsertaan putri sulung dari politisi Rahmat Shah ini.

Yang paling menggelikan, ketika ada klaim yang menyesalkan Kalista yang seorang Nasrani, sehingga ia dianggap tidak pantas mewakili Sumbar di ajang PPI. Sejak kapan ada provinsi di Indonesia yang mengkhususkan diri hanya boleh dimiliki oleh satu macam pemeluk agama saja?

Demikian lah, ketika kita masih suka mengaitkan satu kesalahan, yang sebenarnya bukan kejahatan, kepada stigmatisasi ras, agama, dan kesukuan. Kita pun cenderung menjadi bigot yang tidak mau memaklumi perbedaan dan menganggap ras, suku, dan agama yang satu memiliki superioritas dibanding yang lainnya, alih-alih lebih menghargai satu atau sekelompok orang yang memiliki nasionalisme dan keluhuran budi, seperti Kalista yang aktif dalam Yayasan Immanuel, sebuah komunitas peduli pendidikan dan bakat anak-anak.

Memang, rasisme adalah permasalahan yang ada di setiap negara, termasuk Indonesia. Semoga lambat laun bangsa kita dengan keberagamannya, tidak hanya menghapal Pancasila sampai di lidah saja, terutama sila kedua, namun menerapkannya dalam sendi kehidupan sehari-hari, sehingga tidak akan ada lagi perundungan berbalut rasialis di negeri ini. Sebab, tidak ada satu pun orang di dunia ini yang bisa memilih dari suku atau ras apa ia dilahirkan. Semua hanyalah murni kehendak Tuhan.

Tebing Tinggi, 13 Maret 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post