SITI NURBAYA AZ

Guru SMA Negeri 2 Karimun. Masih terus mau belajar ...

Selengkapnya
Navigasi Web
BAHULU CERMAI (End)
Dari google

BAHULU CERMAI (End)

Tantangan hari ke 10.04.2024

Wajah mereka biasa saja, sedangkan Bang Dahlan masih sibuk dengan pelayan yang datang menghantar makanan di meja kami.

“Tinggal sepuluh menit lagi beduk magrib berbunyi.” Suara Bang Dahlan memecah keheningan kami.

“Izinkan Saya untuk menyampaikan hajat Saya kepada Pak Amir dan Mak zubaidah.” Bang Dahlan menjeda ucapannya dan menatapku.

Aku jadi malu melihat tatapn Bang Dahlan dan menundukkan kepalaku.

“Saya sudah sholat Istikharah dan memantapkan hati untuk meminang Maisarah jika Pak Amir dan Mak Zubaidah mengizinkan.” Deg jantungku berdegup kencang.

“Saya dan Mak Mai, terserah yang punya diri. Sebaiknya Dahlan bertanya saja dengan yang punya diri.” Ucap Abah bijak tapi membuatku mati kutu.

“Bagaimana Mai, mau menerima pinangan Abang?” sungguh aku ingin menjerit mengatakan iya tapi aku harus menjaga diri, hanya anggukkan kepala yang menjadi jawaban atas pertanyaan Bang Dahlan.

“Alhamdulillah akhirnya anak kita soul out Bah.” Aku mendelik kearah Mak .

“Kualat baru tahu, Mak di jelling.” Ucap Mak tak berdosa.

Sungguh aku malu dengan tingkah Mak yang seakan – akan aku tidak laku saja.

Baru juga dua puluh lima tahun umurku, batinku mengeram.

“Dah mendadak gagu anak kita Bang, Mai jawab jangan mengangguk saja.” Mak selalu begitu suka melihat aku tertindas dengan kelakuan Mak.

Malu sedikit depan calon menantu, ni tidak malah anak sendiri digoda, batinku meronta dengan kelakuan Mak.

“Udah Maknye jangan diusik anakknya, dibuat tak mau menerima pinangan Dahlan Mak juga yang susah.” Ucap Abah yang membelaku.

Abah selalu nomor satu buatku.

“Satu lagi permintaan Dahlan jika diizinkan.” Kami semua serentak melihat kearah Bang Dahlan.

“Hari raya ke tiga saya ingin menghalalkan Mai menjadi istri setelah tiga bulan baru kami pesta. Saya tak mau Mai diambil orang.” Ucapan yang membuat aku tersanjung.

“Bagaimana Mai, setuju dengan permintaan Dahlan.” Sekarang suara Abah yang terdengar.

“Mai ikut mana yang baik menurut Abah.” Ucapku malu.

“Abah setuju dengan Dahlan, lebih cepat lebih baik. Bukan begitu Maknya.” Ucap Abah meminta persetujuan Makku.

“Mak setuju Bah.” Lega rasanya mendengar ucapan Mak.

“Jangan dikulum senyum tu, kalau nak senyum aje.” Sungguh Mak ku ini.

Untung azan berkumandang kalau tidak mati aku dikerjain Mak.

“Alhamdulillah kita berbuka dulu.” Ucap Abah dan Ayah Bang Dahlan serempak.

***

Baru saja menutup video call dari Bang Dahlan.

Setelah pulang dari tawarih bersama setelah berbuka di costal area.

Aku lebih banyak mendengarkan sedangkan Bang Dahlan bercerita panjang lebar.

Ternyata aku tidak bertepuk sebelah tangan, dulu Bang Dahlan jarak kami yang lima tahun tidak bisa menyatukan kami.

Bang Dahlan sengaja mengambil tugas luar setelah menamatkan pendidikan angkatan lautnya.

Ternyata banyanganku bukan memudar tapi malah menguat dalam ingatakan, itu kata Bang Dahlan ketika kami video call tadi.

Bang Dahlah merisik diriku melalui Mak, info dari Mak yang menyatakan aku masih sendiri membuat Bang Dahlan memantapkan hati untuk meminang. Jika lamarannya tidak aku terima Bang Dahlan tidak jadi pindah ke Karimun.

Geli rasanya ketika mendengar cerita Bang Dahlan.

“Tidur, nanti terlambat bangun sahur.” Suara Mak menganggu lamananku.

Mak sejak tadi pulang asik mengangguku dengan tingkahnya yang membuatku malu.

Aku berjalan menuju saklar lampu untuk menghidupkan lampu tidur yang redup terangnya. Membaringkan badan di ranjang tidak lupa berdoa dan memejamkan mata berharap mimpi cepat menjemputku.

***

Gema takbir sudah berlalu dua hari lalu, saat ini aku sedang menunggu di dalam kamar pengantin.

Ya, seperti kesepakatan keluarga dan permintaan Bang Dahlan hari ini pada hari raya ketiga Bang Dahlan ingin menghalalkanku menjadi istrinya.

Suara gema kalimat sah terdengar sampai ke kamarku.

Sudut netraku terasa panas, sebaik mungkin aku menahannya tapi air bening itu tetap keluar dengan sempurna.

Jantungku semakin panas, ketika mendengar derap kaki yang mendekati kamar.

Senyum mengembang terlihat jelas di wajah Bang Dahlan ketika memasuki kamarku, seperti perintah dari Pak KUA yang menikahkan kami, aku mengambil tangan Bang Dahlan untuk dicium sebelum Bang Dahlan menyematkan cincin ke jari manisku sebagai pengikat bahwa aku adalah miliknya sekarang.

THR terbesar yang aku terima pada lebaran tahun ini setelah tragedy bahulu cermai.***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

10 Apr
Balas

Terima kasih Pak

11 Apr



search

New Post