SITI NURBAYA AZ

Guru SMA Negeri 2 Karimun. Masih terus mau belajar ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Muara Rindu (End)
Dari google

Muara Rindu (End)

Tantangan hari ke 01.04.2024

Langkahku langsung terhenti ketika melihat sosok pria yang dulu sewaktu putih abu pernah menjadi pengisi hatiku berada di warung makan yang sama.

Cinta monyet istilah angkatanku, tapi aku tidak mengatanya cinta monyet tapi cinta pertama.

Helaan napas terdengar dari bibirku, kenapa harus bertemu saat aku mau dikenalkan dengan jodohku.

Memutus pandangan kearahnya, mengikuti jejak Ayah dan adikku yang berjalan di depanku.

Netraku membulat kenapa Ayah berjalan menuju meja yang didudukinya.

“Ah mungkin meja dibelah yang masih kosong,” Batinku lemah.

“Maaf nak Amran kami sedikit terlambat.” Ucapan Ayah membuatku mengangkat kepala ingin melihat Ayah bicara dengan siapa.

Kepalaku masih penuh, memikirkan siapa yang duduk dengan dirinya, apakah istrinya.

Tidak memperhatikan jalan sehingga terdengar suara Ayah berbicara.

“Tidak terlambat Pak, mari duduk Pak.” Suara yang sangat aku hapal dari masa putih abuku.

“Jangan katakan aku dijodohkan dengan saudara kembarnya.” Batinku

“Mana Arman, sudah lama Pakcik tak bertemu sejak keluarga kalian pindah rumah.” Ucap Ayah lagi.

“Maaf Arman masih dalam perjalanan Pakcik.” Suara itu terdengar lagi mengusik rasaku pada masa putih abu.

“Alya apa kabar, sudah lama tak bertemu.” Degup jantung keras ketika mendengar suaranya menyapaku.

“Alya baik Bang, Abang dengan istri apa kabar.” Ucapku pelan ada yang menusuk hatiku ketika mengatakan kata istri.

“Kami sekeluarga baik – baik saja, Ayah dan Emak dah dua tahun meninggal hanya tinggal Abang, Arman dan Salwa.” Suara yang aku damba untuk mendengarnya.

“Itu Arman sampai, waktu buka masih setengah jam. Arman jika mau berbual dengan Alya masih sempat.” Setelah mengatakan itu Ayah, adikku dan perempuan cantik yang duduk di meja kami pergi menuju meja sebelah yang tadi kosong yang aku pikir adalah tempat kami yang sudah dipesan Ayah.

“Alya jadi pendiam sekarang, maaf jika Abang meminta kepada Ayah Alya untuk meminang Alya.” Ucapan yang spontan membuat aku menatap wajah Bang Amran.

“Abang sudah mendengar masalah putus tunang Alya dengan calon yang lalu, sudah lama Abang memendam rasa, tapi Abang kalah cepat dengan Ayah Alya yang sudah menjodohkan dengan Ilham sepupu Abang.

Ketika abang mendengar Ilham memutuskan tali pertunangan Abang masih ada kontrak kerja di jepang.

Setengah tahun ini baru Abang balik ke karimun. Dengan susah payah Abang menyakinkan Ayah Alya untuk menerima pinangan Abang. Ayah Alya tak mau membuat Alya kecewa dengn masalah perjodohan lagi.

Tapi abang menyakinkan Ayah Alya untuk mempertemukan kita sekali saja, tidak Alya tidak menerima pinangan Abang anggap saja ini silaturahmi berbuka bersama sebagai umat – Nya.

Ucapan panjang lebar membuatku lekat memandang wajah Bang Amran.

“Bukannya perempuan yang bersama Abang tadi istri Abang?” entah dari mana ide bertanya tentang perempuan yang aku lihat duduk dengan Bang Amran ketika kami datang tadi.

“Ha ha hah, Itu istri Arman Alya. Kami terpaksa duluan karena Arman masih ada urusan kerja.

Belum apa – apa sudah suozon dengan Abang. Jangan cakap Alya cemburu.” Pe De habis bang Amran berujar.

“Siapa yang cemburu, melihat Abang duduk berdua tentu semua yang melihat Abang adalah pasangan.” Ujarku sambil mengurutkan bibir kesal.

“Berarti Alya tidak peka dengan perasaan Abang sewaktu kita putih abu. Walaupun kita berjarak dua tahun tapi Abang tahu Alya selalu memperhatikan Abang. Tapi nasib orang jelek, setelah lulus kuliah Abang dengar Alya dekat dengan seseorang membuat Abang patah hati. Untuk mengobati luka Abang bawa merantau.

Tapi jodoh tak kemana, ternyata Alya tetap jodoh Abang.” Senyum manis diakhir kalimat terlihat jelas di wajah Bang Amran.

“Siapa bilang kita jodoh,” ucapku malu

“Yakin tak mau terima Abang, jangan sampai malaikat mengaminkan ucapan Alya.” Ucapan Bang Amran setelah mendengar ucapnku.

“Abang tanya sekali lagi, mau tidak terima pinangan Abang.” Lagi – lagi Bang Amran bertanya.

aku menunduk malu, menganggukan kepala tak sanggup untuk bersuara.

Ya Allah berkahmu di ramadha, muara rinduku pulang pada tempatnya. Putih abuku mula cerita rinduku.***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap

01 Apr
Balas

Superan Bapak tulisannya

03 Apr

Lanjutkan

03 Apr



search

New Post