Oleh : Siti Nurul Ahyati

Lonceng tanda waktu pulang telah berbunyi. Semua siswa berlari-lari kecil keluar dari kelas, ingin segera pulang ke rumah. Mereka ada yang pulang jalan kaki, naik motor, dan ada juga yang dijemput oleh orang tuanya. Semua menunjukkan wajah ceria, setelah seharian belajar. Terbayang makanan yang disajikan ibunya.

Begitu juga dengan bapak dan ibu guru. Ada yang rumahnya jauh dan ada yang dekat dari sekolah. Setiap hari dijalani dengan suka cita. Demi mencerdaskan anak bangsa, seorang Guru harus ikhlas menjalaninya.

Suatu hari ada seorang guru bernama ibu Atun. Rumahnya cukup jauh dari lokasi sekolah menunggu jemputan. Lama waktu menunggu dan membosankan. yang ditunggu tidak datang-datang. Wajahnya sudah nampak letih dan menahan marah. Akhirnya Bu Atun memutuskan pulang dengan berjalan kaki.

Perjalanan dari sekolah menuju jalan raya harus melewati dua sungai. Jembatan yang menghubungkan terbuat dari bambu. Kanan kiri jembatan jurang terdapat jurang cukup dalam dan menakutkan kalau berjalan sendirian. Dalam ketakutan itu sesampai di seberang jembatan, Bu Atun bertemu dengan orang yang menjemputnya. Tak lain adalah suaminya sendiri. Setelah ditanya kenapa jemputnya di sini, suaminya bilang katanya suruh jemput di seberang jembatan. Tertawalah keduanya, karena jembatan ada dua. Bu Atun menunggu di timur jembatan, sedangkan suaminya di barat jembatan. Akhirnya mencairlah kemarahan itu dengan menyadari kesalahan masing-masing.