SITI RAHAYU AGUSTINI,S.Pd.SD

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Pensil ajaib

Pagi itu suasana di kelas 6 SDN Gunungsekar tampak tegang. Ibu guru memberikan ulangan harian Matematika mendadak. Masing-masing tampak serius mengerjakan soal ulangan. Intan terlihat gelisah memegang kertas ulangannya. Waktu sudah berjalan satu jam lamanya, tapi Intan hanya bisa mengerjakan dua soal dari sepuluh soal ulangan.

Berulang kali dia menoleh ke arah Lisa. Intan berharap, anak sopir camat itu mengerti maksudnya lalu memberikan contekan kepadanya. Usahanya Sia-sia saja. Hingga bel sekolah berbunyi. Lisa tidak menoleh sedikitpun kepadanya. Dengan langkah kaki berat dia melangkah ke depan kelas , menyodorkan kertas ulangan di meja guru.

Keesokan harinya, ibu guru membagikan hasil ulangan kemarin. Intan meremas- remas kertas itu hingga menjadi sebesar bola tenis. Dapat diketahui hasilnya bahwa Intan memperoleh nilai jelek. Bukan kali ini saja ia mendapatkan nilai jelek, hampir tiap ulangan hasilnya begitu.

Bapak Camat merasa malu, setelah Intan meminta tanda tangan kepada ayahnya tersebut. Intan dimarahi oleh ayahnya tersebut.

“ kamu ini bagaimana Intan”

serunya sambil mengacungkan telunjuk tangannya ke arah Intan.

“jangan bikin malu ayah, ayah ini seorang camat”

“masak kalah dengan Lisa yang bapaknya hanya sopir”

Intan hanya bisa menunduk, tanpa berani menatap wajah ayahnya yang marah besar kepadanya.

Sudah berkali –kali orang tua Intan selalu menasihati putrinya agar belajar dan mengurangi bermain. Namun, Intan tak pernah menghiraukannya. Ia selalu asyik bermain dengan Sinta, tetangga mereka. Bermain sampai sore, hingga lupa makan dan tidak pernah tidur siang. Kalau tidak dijemput , ia akan lupa waktunya pulang.

Di taman belakang, Intan tampak murung. Kali ini ayahnya memberikan hukuman kepada Intan. Dia harus bangun pagi dan membantu Ibu menyiram tanaman dan menyiapkan sarapan pagi. Hukuman itu berlaku sampai nilainya bagus.

Intan sangat kaget mendengar hukuman itu. Dia kemudian

menemui ibunya .

“Ibu ... Ibu !” jeritnya keras.

“Sedih karena dihukum, ya? Ibu punya solusi untuk masalahmu”.

Mata Intan melotot hampir keluar

“Aku mau!” ucapnya tak sabar,

“Ibu punya pensil ajaib yang akan membuat Intan menjadi pintar,”

Ujar Ibunya sembari mengeluarkan pensil merah terang.

Intan mencoba meraih pensil itu. Namun, Ibu tidak memberikan pensil tersebut.

“Tidak semudah itu Intan. Ada syarat-syarat yang harus kamu lakukan agar bisa mendapatkannya,” ujar Ibunya.

Apa itu, Ibu? cepat katakan!” pinta Intan.

Ibu menuliskan syarat-syaratnya di selembar kertas, kemudian menyerahkannya kepada Intan. Ia tersenyum-senyum seraya berkata

“Gampang.Ibu”

kelingking Intan mengacung selesai.Membaca syarat-syarat tersebut.

Keesokan harinya, Intan sudah mengurangi bermainnya. Dia

Mengerjakan PR dan mengulang materi pelajaran sesampainya dari sekolah. Malam harinya ia membaca buku untuk pelajaran besok pagi. Jika ada yang tidak ia pahami, dia minta bantuan Ibu. Dia melakukan seperti syarat-syarat yang dituliskan Ibu. Hal itu terus berlangsung sampai ujian tiba.

Saat mengerjakan ulangan kenaikan kelas, Intan hampir tak percaya. Dia merasa sangat mudah menjawab soal-soal ulangan tersebut. Alhasil nilai ulangan Intan selalu di atas rata-rata kelas. Ibu guru sangat senang dengan perubahan nilai ulangan Intan.

Saat pembagian rapot kenaikan kelas. Intan menunggu dengan jantung berdebar-debar. Ibu guru memanggil nama Intan. Intan segera maju dan membuka rapot tersebut dengan tergesa-gesa. Bukan main gembiranya hati Intan melihat nilai rapotnya bagus.Ia berhasil menduduki peringkat ke tiga dikelasnya. Ibu guru memuji Intan atas prestasi yang diraih saat ini.

Dengan percaya diri, Intan kemudian memberikan rapot kenaikan kelas kepada ayahnya.

“Bagus, Intan sekarang kamu terbebas dari hukuman!”

Intan merasa senang. Dia kemudian menagih janji pada Ibunya untuk mendapatkan pensil ajaib tersebut.Tanpa ragu. Ibu memberikan pensil ajaib itu kepada Intan. Intan tersenyum. Dia segera menggunakan pensil tersebut. Intan garuk-garuk kepala. Ternyata pensil tersebut hanyalah pensil biasa. Pensil itu tidak bisa untuk mengerjakan soal-soal tanpa harus belajar terlebih dahulu.

Ibu! Kok, begini?”

Ibu tertawa, menatap Intan yang sedang bingung.

Plok. Plok. Plok... Tiba-tiba terdengar suara tepukan tangan dari arah belakang.

“Mana ada pensil ajaib yang bisa membuat pintar tanpa belajar?”

ucap Ayah mendekat sambil memeluk Intan.

“Ayah yang menyuruh Ibumu untuk bersandiwara”

“Buktinya, tanpa pensil itu kamu sudah pintar”

“Nilaimu tidak mengecewakan, dan kamu mendapat peringkat ketiga di kelasmu”

“ Ayah sangat bangga padamu, Intan.”

Intan ingat apa yang dilakukannya beberapa bulan terakhir. Dia bisa dengan mudah menjawab soal-soal dan mengerjakan PR dengan benar karena rajin belajar.

“Jadi, aku tak perlu pensil ajaib,” gumamnya bahagia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post