Siti Romdiyah

Tulisan adalah karya yang tidak akan hilang di telan waktu. Dengan tulisan kita bisa saling membantu. Walau mungkin kita belum bisa bertemu....

Selengkapnya
Navigasi Web
Ikasumitra Guru Pejuang Diera 60an

Ikasumitra Guru Pejuang Diera 60an

Oleh : Siti Romdiyah

Berkali-kali mengikuti acara temu kangen keluarga besar Ikasumitra (Ikatan Bapak Sumitra) membuatku terharu. Suka duka menjadi guru, ternyata tidak saja aku rasakan. Namun juga dirasakan oleh guruku dan kawan-kawannya.

Usaha yang tidak kenal lelah dirasakan mereka tatkala mereka masih harus menempuh pendidikan keguruan pada tahun 1960.

Jalan kaki dengan jarak sekitar 6 km ditambah gethek bahasa jawa yang artinya menyeberangi sungai, harus mereka tempuh demi cita-cita yang kukuh.

Lulus sekolah keguruan bukanlah akhir sebuah perjuangan. Mereka harus berjuang lagi melawan G30S PKI. Untuk membuktikan kecintaannya pada NKRI, dan menjadi guru pejuang sejati.

Berat memang perjuangan mereka karena nyawa sebagai taruhannya.

Namun, semangat juang dari 120 orang yang sekarang tinggal 20 orang ini, tidak pernah padam. Segala upaya dan kekompakkan dari orang-orang hebat ini terus terjalin. Hingga keberhasilan berada dalam genggamannya. Keberhasilan itu dibuktikan dengan tidak ada diantara mereka yang tidak menjadi guru.

Semua berhasil menjadi guru. Dan rata-rata dari mereka adalah berhasil menduduki sebagai pengawas pendidikan baik di Dinas Pendidikan maupun di Departemen Agama (yang sekarang Kemenag), bahkan Kepala Kanwil Kemenag Jawa Timur bapak Drs. H. Abdul Ghofir, M. Pd, yang juga pernah menjabat sebagai Dekan IAIN Sunan Ampel Malang termasuk di dalamnya.

Sejarah dan semangat hidup yang patut sebagai contoh bagi generasi penerusnya. Dengan memegang konsep Man jadda wa jada yang mendarah daging dalam jiwa dan raga. Dan atas ijin Allah jua mereka buktikan pada dunia, bahwa jarak tempuh dan hidup dalam keterbatasan, bukanlah penghalang untuk meraih kesuksesan.

Diantara kesuksesan dan kebahagiaan mereka yang saat ini aku rasakan ialah ketika ikatan Bapak Sumitra ini sedang temu kangen kemarin hari ahad, 5 Agustus 2018 di rumah Bapak Qomari di kota Nganjuk.

Saling sapa dan saling cerita tentang masa-masa perjuangan mereka, membuat semangat untuk berkaryaku semakin membara.

Pembuktian dan keberhasilan terhadap konsep " Barangsiapa bersungguh-sungguh pasti akan mendapatkan hasil" itu, saat ini aku rasakan. Keberhasilan yang aku rasakan adalah berkat upaya dan usaha dari mereka, akupun bisa mewujudkan cita-citaku menjadi guru. Karena sebagian besar dari mereka adalah guru-guru MTs, MA, S1 dan S2 ku.

Yang paling mengesankan dari guru pejuang tersebut adalah mereka penggerak literasi yang tangguh. Walau usia di atas 70 namun kebiasaan membaca dan menulis, masih tetap kokoh dan utuh.

Apa yang akan disampaikan oleh Sekjen Ikasumitra semua tertulis rapi dalam kertas folio bergaris. Daftar hadir juga masih dalam buku bergaris yang mereka tulis secara manual, asli tulisan tangan bukan hasil print out. Itu diantara bukti literasi mereka. Diera 2000 an mereka masih enjoy dengan buku dan pena.

Dan yang lebih menakjubkan diantara mereka adalah sudah ada yang menggunakan HP Android lengkap dengan berbagai aplikasinya.

"Dari HP ini kita bisa melihat dunia, karena di dalamnya penuh sekali berita. Di samping itu biar kita terus bisa membaca, karena dengan membaca kita tidak cepat lupa" itu diantara ucapan Bapak Drs. H. Mansjur Husein, salah satu anggota yang masih exis dengan selera bacanya.

Berikut adanya kultum dari masing-masing anggota yang saling terkait, dengan mengangkat satu tema "upaya mempertahankan NKRI" adalah wujud keaktifan dalam berliterasi.

Informasi terkait zaman kelingan, begitu mudah mereka sampaikan dengan menunjukkan sumber rujukan. Yang mereka dapatkan dari hasil membaca buku, tabloit, majalah, koran dan media sosial yang mereka punya.

Pertanyaan saat ini yang muncul adalah, masih ingatkah siapa guru anda dan adakah guru pejuang diantara mereka, yang telah berusaha secara maksimal untuk membuat perubahan dalam kebaikan dengan mengorbankan jiwa dan raganya?

Jika anda masih ingat guru pejuang anda, pantaskah kita membanggakan diri dan merasa diri paling hebat? Dan pantaskah kita duduk berpangku tangan dalam menikmati perjuangan dari guru pejuang?

Saya yakin banyak guru pejuang di sekitar kita. Dan tidak sepantasnya jika kita menikmati hasil perjuangannya tanpa mengisinya dengan hal-hal yang baik pula.

Dari cerita di atas, semoga mampu menginspirasi para generasi muda, utamanya para pendidik untuk terus maju sebagai guru pejuang sejati.

Guru pejuang adalah guru yang selalu berusaha untuk membuat orang lain menjadi senang. Dengan menerapkan konsep kasih sayang. Bukan mereka yang berprinsip asal bapak senang walau orang lain melayang.

Selamat untuk Ikasumitra guru pejuang diera 60 an, semoga engkau selalu disayang oleh Yang Maha Penyayang. Aamiin

Salam literasi Abadi di Hati

Wlingi, 8 Agustus 2018

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tauladan yang baik, bisa memotivasi kita untuk berkarya, dan bisa melebihi dari yang kita tauladani, semoga segera lahir karya dari ibu, ditunggu karyanya

08 Aug
Balas

Aamiin Yaa Rabbal'alamiin.. Doa restu dan bimbingannya selalu saya harapkan ust.. Jazakallah njih...

08 Aug



search

New Post