Siti Romlah

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
 Tagur 74  Perkelahian di kuburan

Tagur 74 Perkelahian di kuburan

Dengan berat hati akhirnya Mpok Ipeh, memutuskan untuk pergi belajar pada kelompok yang sudah di janjikan daerah Cipinang Muara, ia merasa semua mata tertuju kepadanya saat ojek on line menjemput dirinya. Dalam hatinya berdoa semoga di permudahkan dalam belajarnya hingga ia dapat segera kembali untuk bisa bergabung membantu pada keluarga yang terkena musibah. Hatinya dipenuhi berbagai perasaan malu, takut, merasa bersalah, dan ingin belajar.

Semua perasaan itu ia bawa bersama berlalu tukang ojek on line membawanya pergi, toh ia pergi bukan karena kemauannya, tapi karena kehendak sang Kholiq yang mengambil nyawa tetangganya hari itu berkenaan dengan kegiatan yang ia telah rencanakan, jika tetangganya meninggal itu di luar rencana. Pembelaan dan imaginasi liar Mpok Ipeh saat itu menguasai tekadnya untuk berangkat belajar.

Sampai di tempat yang telah di janjikan, walau agak nyasar sedikit mpok sampai juga terlihat beberapa temannya sudah ada yang tiba di sana lebih dulu. Karena masih suasan covid cipika cipikinya tidak ada, walau mereka sering berjumpa dalam zoom, tapi via darat baru kali, ini mereka bertemu dan saling bercerita.

Kurang lebih dua jam, kegiatan belajar dan diskusinya mpok Ipeh, telah selesai, terlihat dari raut wajah mereka ada tergambar kepuasan karena telah mengerti dari sesuatu yang bagi mereka menakutkan, setelah di pelajari dengan sabar dan seksama ternyata belajar statistic itu tidak sehoror yang di duga. Walaupun tidak di pungkiri bikin kepala Mpok Ipeh terasa nyut-nyutan juga. Semua itu dapat terbayar karena mereka kini telah paham. Memang belajar dengan tutor sebaya itu lebih mudah di mengerti.

Mpok Ipeh langsung pamit, dia menjelaskan apa yang terjadi di dekat rumahnya, kawan-kawannyapun memaklumi ketergesaan Mpok Ipeh balik ke rumah. Mpok Ipeh merasa lega harapannya untuk membantu tetangganya tersebut bisa dia jalankan, biarpun terlambat dari pada tidak sama sekali, itu prinsip Mpok Ipeh. Ia meminta pada driver Ojol untuk mencari rute yang bebas macet agar segera sampai di rumah tidak terlambat.

Tepat sekali Mpok Ipeh sampai, jenazah sedang bersiap-siap di sholatkan ke masjid, setelah meletakkan tas dan buku-bukunya di rumah, ia segera buru-buru kerumah yang sedang tertimpa musibah. Ia membantu membawakan baki berisi bunga tujuh rupa yang akan di taburkan ke tanah pekuburan.

Para tetangganya ternyata tidak banyak bertanya, mungkin sudah di beritahu oleh sahabatnya, melihat kehadiran mpok Ipeh yang masih banyak peluh di jidatnya, sudah menunjukkan pada mereka bahwa kesungguhan Mpok Ipeh sebenarnya peduli pada mereka.

Mpok Ipeh tidak ikutan sholat jenazah, ia menunggu di tuan rumah, sambil mengerjakan sesgala sesuatu yang bisa ia kerjakan, hitung-hitung bayar hutang waktu tadi ia tinggalkan, baki berisi bunga ia serahkan pada Mpok Hindun.

Tak lama kemudian, emapt orang tengah mengusung keranda, salah satunya anak laki-laki Mpok Ipeh, badannya yang tambun, ia di percaya dapat membantu menggotong keranda. Mpok Ipeh tersenyum pada anaknya, ia menjaga amanah yang di sampaikan Mpok Ipeh untuk membantu sebagai perwakilan orang tuanya.

Tanah pekuburan tidak jauh dari daerah rumah Mpok Ipeh, itu sebabnya keranda tidak di bawa menggunakan mobil ambulance, cukup di gotong secara bergantian oleh para lelaki yang badanya kuat serta yang bersedia, ada beberapa sanak saudara yang memang di suruh untuk menggotongnya juga.

Jarak tanah pekubura kurang lebih satu kiloan, kali ini yang membawa si Mail, sama adiknya bernama si Udin, bagian belakang oleh Panjul dan Yusuf. Mail dan Udian masih ada bau saudara dengan alamarhumah, walau dedikit bersungut kedua kakak beradik itu megikuti perintah para orang tuanya.

Sampai di pekuburan, si Udian turut membantu turun ke liang lahat, membantu prosesi pemakaman, walaupun ada sedikit rasa gentar, karena ia membayangkan seandainya posisi ia yang ada dalam keranda itu. Udin menyadari atas segala dosa dan kesalahannya, ia merasa ada ingin bertobat, sebelum wafat.

Mail peluhnya membanjiri tubuhnya, karena sejak awal ia tidak ada yang menggantikan, sementara yang lainnya, sudah ada yang menggantikan posisi mengusung keranda, ada perasaan kesal dan marah melihat udin tenag-tenag di dalam liang lahat, ia malah tampak banyak bengongnya semntara ia masih mengusung sambil berdiri membawa keranda menunggu persiapan prosesi.

Kekesalan semakin memuncak melihat Udin begitu santainya, dan menyuruh-nyuruh dia, untuk menurunkan jenazah, padahal udin itu adiknya Mail.

Entah setan apa yang merasuki jiwa mail saat itu, saat udin minta tolong untuk di bantu ke atas, tangannya ia julurkan pada abangnya, tiba-tiba kayu nisan yang ada disisi tanah di sebelah mail, di lemparkan kea rah udin, otomatis kepala Udin kena kayu nisan jadi bocor, orang-orang yang melihat kejadian itu serta merta teriak dan segera memnatu Udin kaluar dan naik ketas.

begitu sampai di atas, Udin langsung menghampiri Mail, langsung mereka bergelut, hingga keduanya nyemplung ke dalam liang lahat yang belum di isi tanah secara penuh, akhirnya berantakan papan yang menutupi jenazah, untung saja mereka segera sadar, dan kembali merapikan papan penutup jenazah.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post