Siti Sanusi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
11. Meningkatkan Kemampuan Menulis Siswa dengan Whatsapp

11. Meningkatkan Kemampuan Menulis Siswa dengan Whatsapp

Jika sudah berhadapan dengan siswa dan hendak menyampikan materi menulis, mereka biasanya sudah antipati duluan. Terbayang dalam benaknya bahwa mereka akan disuruh mencari inspirasi, merangkai kata, dan meramu bahasa.

Di situasi tersebut, celetukan yang sering saya dengar adalah: "Gak ada ide, Bu!", "Sulit mengungkapkannya, Bu!", atau "Boleh diketik gak, Bu?"

Celetukan terakhir itulah yang sejenak membuat saya berfikir, bahwa memang tidak dapat kita pungkiri lagi jika siswa zaman sekarang memang sudah dimanjakan dengan kecanggihan teknologi. Tersedianya laptop, netbook, tablet, dan alat komunikasi telepon selular yang berukuran cukup besar tetapi nyaman di genggaman dengan harga yang terjangkau. Sejenak mereka lupa akan fungsi kertas dan balpoint, sehingga tak aneh jika melihat tulisan tangan mereka tidak seindah dan serapih tulisan tangan orang-orang tua terdahulu.

Dari celetukan tanpa beban itu pulalah yang membuat hati ini tergelitik dan ingin menemukan jawaban dari pertanyaan saya, "Mungkinkah berhasil, meningkatkan kemampuan menulis siswa dengan memanfaatkan teknologi?"

Kids zaman Now. Demikian mereka sering diistilahkan. Mereka lebih banyak menghabiskan waktu dengan bersenam jempol, alias berkutat di depan alat komunikasi dengan memainkan jempol mengetik beragam tulisan baik itu berupa pesan singkat menulis Short Message Service (SMS), sekedar chatting di media online, atau saling bertukar komentar di media sosial.

Ide mereka seolah tanpa batas, mengekspresikan yang ingin diungkapkannya. Kecanggihan alat komunikasi tersebut yang mampu mengetik panjang dan tanpa kendala, membuat mereka leluasa menyusun bahasa. Mengajak anak belajar menulis membuat karangan menggunakan telepon selular, tanpa batasan dan aturan, cukup memikirkan apa yang ingin mereka tulis saja.

Adapun tentang tema, kita bisa mengkondisikan siswa dengan menggiringnya pada satu jenis karangan. Apakah itu narasi, deskripsi, persuasi, argumentasi, atau eksposisi, supaya ide siswa tidak menjalar terlalu "liar".

Itu tahapan pertamanya. Jika di tahapan ini kita menemukan ada tulisan siswa yang disingkat, tata bahasa yang awut-awutan, atau kontek penulisan yang jauh dari kata baik dan benar, jangan dihujat! Biarkan mereka tetap bercengkrama dengan imajinasinya yang tanpa batas, dengan sejenak mengindahkan setumpuk aturan. Tapi kita sebagai pendidik, tetap harus mengingatkan untuk memperhatikan kepatutan berbahasa, tidak sara, tidak menyinggung seseorang/sekelompok orang, dan tidak menuliskan kata-kata kasar.

Tahapan kedua, kita meminta siswa untuk mengirimkan karangan hasil tulisannya tersebut via media chatting, Whatsapp. Kenapa Whatsapp? Karena media chatting itu yang saat ini sedang happening dan mudah diaplikasikan. Kita bisa juga sih, menggunakan media lain semisal email atau facebook messanger. Tapi dari pengalaman, lebih mudah menggunakan Whatsapp.

Masih di tahapan kedua, guru mulai bersiap dengan aplikasi Whatsapp Web di netbook/laptop dengan quota internet atau jaringan wi-fi yang mumpuni. Sehingga di saat siswa mengirimkan tulisan, bisa langsung tersimpan di server. Kita tinggal menyorot semua tulisannya lalu disalin-tempel, selanjutnya kita simpan di Microsoft Word.

Tahapan ketiga, kita cetak hasil tulisan mereka tadi yang masuk. Kita beri nama dan kelas di masing-masing lembarannya untuk mempermudah kita di saat akan membagikan, dan hasilnya, luar biasa!

Sesudah lembaran cetak tersebut dibagikan, siswa diminta untuk menuliskan ulang tulisan mereka. Tapi kini dengan memperhatikan dan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Tak saya sangka sebelumnya, ternyata hasil karangan mereka mampu mencapai lebih dari 500 kata. Dan ini adalah tahapan keempat.

Di tahapan terakhir selanjutnya, kita bisa meminta siswa untuk membacakan hasil karangannya di depan kelas dan siswa lain memberi tanggapan.

Mudah kan? Dan ini menyenangkan. Metode ini pun sudah pernah saya teliti dan saya aplikasikan, karena metode ini saya jadikan sebagai penelitian tesis saya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Bagaimana solusinya jika siswa ada yang tidak memiliki Hp? Atau tidak ada kuota dll

08 Feb
Balas

Memang tidak dapat dipungkiri, metode ini baru bisa diterapkan jika sekolah menyediakan wifi dan atau siswanya memiliki gadget dan berquota.

08 Feb

Sip. Boleh saya coba metodenya, ya ? Semoga menambah pahala Bunda. Aamiin.

13 Feb
Balas

Silahkan, Bu.. Salam kenal dan salam literasi!

17 Feb
Balas

Silahkan, Bu.. Salam kenal dan salam literasi!

17 Feb
Balas



search

New Post