Siti Sanusi

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
8. Bercuit dengan Tafakur

8. Bercuit dengan Tafakur

Tergelitik dengan cuitan seorang teman di Twitter. Dikatakannya: "Suatu hari nanti, Allah akan membalas semua perbuatanmu! Karena apa yang kau tanam, itulah yang akan kau tuai."

Dari sana saya berfikir, tidakkah lebih bijaksana jika menyikapi takdir Allah tersebut dengan tafakur? Ketimbang berbahasa, membagi kata dan mengolah cerita di media sosial yang sesungguhnya kita sedang merendahkan diri kita di mata orang lain (yang nota bene tidak tahu apa-apa).

Toh, ketika kita sudah membagikannya di media sosial lalu ada yang bertanya, "Apa apa?" Kita paling menjawab, "Engga apa-apa kok." Atau, "Biasalah, si pulan.." Atau, "Yang kemarin itu, nyebelin deh!" Terus, apakah kita mendapatkan solusinya?

Mari deh kita coba berlega hati, belajar jujur sama diri sendiri. Tidakkah justru kita sedang menyindir diri sendiri?

Saya teringat dengan apa yang dikatakan seorang guru, semasa saya SMA dulu. Katanya, "Ketika kita menunjuk seseorang, sesungguhnya kita sedang menunjuk diri sendiri. Karena ketika satu jari mengarah kepadanya, ada lebih banyak jari yang menunjuk diri kita."

Jadi, jika kita menganggap seseorang telah berbuat dholim dan membuat kita merasa sangat sakit hati, lalu kita katakan, "Tunggulah balasan Tuhanmu!" Tidakkah justru Tuhan kita yang sedang menegur kita? Mengingatkan kita yang entah kapan, entah di mana, entah kenapa, entah bagaiman, kita pernah menyakiti seseorang tanpa kita sadari (atau bahkan kita sadari?)

Dan tahukah? Doanya mungkin sama. "Ya Tuhanku, saya sakit hati. Balaskanlah rasa sakit hati ini oleh tanganMu!"

Jadi, jika kita merasa sakit hati, teraniaya, atau terhina karena seseorang. Bertafakurlah.. Memohon ampun kepadaNya, barangkali kita pernah berlaku yang sama kepada orang lain. Dan justru sebaliknya, kita doakan semoga dia (yang kita anggap sudah menyakiti) diingatkan oleh Allah.

Seperti sabda Rasulullah SAW, “Tafakkuruu fii khalqillahi wa laa tafakkaruu fiillahi, berpikirlah kamu tentang ciptaan Allah dan janganlah kamu berpikir tentang Dzat Allah.” (HR Abu Nu’aim dari Ibnu Abbas).

Hadits itu berbicara tentang salah satu ciri khas manusia yang membedakanya dari makhluk yang lain, bahwa manusia adalah makhluk yang berpikir. Dengan kemampuan itulah manusia bisa meraih berbagai kemajuan, kemanfaatan, dan kebaikan.

Wallahu a'lam

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post