Siti Suhelni

Kelahiran Medan generasi tahun 80'an merupakan sulung dari tiga bersaudara. Menjadi guru merupakan cita-cita sejak SMP. Dan Alhamdulillah dengan segala pu...

Selengkapnya
Navigasi Web

3. Bapak ku kena PHK

Tantangan Menulis hari ke-4

Lanjutan Memoar

1. Bapak ku kena PHK

Kebahagiaan dan kegembiraan keluarga kecil kami tidak berlangsung lama. Hal ini disebabkan oleh pengalihan pengelola Pelabuhan Belawan dari Swasta ke Pemerintah. Bapak mengikuti tes seleksi dan pihak Pemerintah, meminta untuk melampirkan ijazah, namun apa lah daya nasib si badan diri ijazah Bapak tak ada, sehingga Bapak kena Pemutusan Hubungan Kerja. Walupun kinerja Bapak selama ini baik dan jujur atasannya tidak bisa mempertahankan Bapak untuk tetap bisa bekerja di Pelabuhan.

Inilah awal dari penderitaan yang berkepanjangan perjuangan Bapak untuk menafkahi keluarganya tidak pernah henti. Mulai dari melamar pekerjaan ke sana-sini namun tidak ada yang mau menerima Bapak untuk bekerja di tahun delapan puluhan tersebut persaingan untuk mendapatkan sesuap nasi sudah sangat pelik. Pernah juga suatu ketika Bapak ikut kerja wartawan, ikut pengacara namun semua itu hanya menghabiskan pesangonnya. Bapak pernah bercerita sempat juga beliau berjualan baskom plastik dari pasar ke pasar namun untung yang di dapat tidak seberapa hingga membuat uang yang selama ini disimpan habis ludes semuanya.

Namun walaupun demikian Ibu tetap setia mendamping Bapak untuk terus memotivasi dan mendorong Bapak mencari penghidupan bagi keluarga kecil kami. Kabar Bapak di-PHK akhirnya terdengar juga sampai ke kampung halaman Bapak di Siantar. Di suatu pagi saat Bapak menikmati secangkir kopi yang tak begitu manis karena gulanya habis Bapak menerima surat dari Mbah di kampung.

Kata Bapak ” Mbah Kakung mengirimi surat ke Belawan untuk menyuruh Bapak pulang kampung” . “Baliklah ke kampung le kita masih punya sawah dan ladang yang perlu tenaga untuk mengolah dan memanfaatkannya, bawalah anak istri mu turut serta pulang, dengan diakhiri sebuah pepatah Jawa “Mangan ora mangan sing penting kumpul”.

Kala itu Ibu ku dalam keadaan berbadan dua, anak keduanya sebentar lagi akan lahir namun kehidupan kami sangat susah. Hingga akhirnya dengan kemantapan hati Bapak memboyong keluarga kecilnya pulang ke kampung halaman Bapak untuk memenuhi permintaan Mbah Kakung. Bapak mengatakan bahwa sebenarnya dia malu muka untuk balik ke kampung namun apa mau dikata dari pada anak istri tidak dapat makan di kota. Kalau di desa tidak ada uang untuk beli beras ada ubi, pisang, talas dan umbi-umbian lainnya- yang bisa di makan untuk pengganjal isi perut sebagai pengganti nasi. Hal demikian biasa ku makan di waktu kecil ku tanpa lauk-pauk yang menyertainya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post