Siti Suhelni

Kelahiran Medan generasi tahun 80'an merupakan sulung dari tiga bersaudara. Menjadi guru merupakan cita-cita sejak SMP. Dan Alhamdulillah dengan segala pu...

Selengkapnya
Navigasi Web

5. Kenangan Awal Masuk Sekolah Dasar

Tantangan Menulis Hari ke-6

Lanjutan Memoar

1. Kenangan Awal Masuk Sekolah Dasar

Pagi itu mentari masih malu-malu menampakkan wajahnya nan ayu. Burung-burung bernyanyi dengan ceria menyambut hangatnya mentari. Kala sayup-sayup adzan subuh berkumandang dengan merdu. Ibu membangunkan ku untuk segera bergegas mandi. Dengan semangat empat lima aku melawan kantuk yang masih melanda dan rasa dingin yang menusuk tulang. Aku menuju sumur di belakang rumah dengan berbekal lampu obor, ibu menemaniku mandi dan bergegas berangkat ke sekolah yang ku idamkan sejak lama bersama teman-teman sepermainan.

Dengan duduk di belakang kereta angin Bapak dan berpegangan pada pinggannya dengan erat, aku diantar menuju sekolah. Hari itu hari pertama aku masuk Sekolah Dasar. Sebuah sekolah swasta yang berada di kampungku bernama “Taman Siswa”. Pendiri sekolah ini masih saudara laki-laki Mbah Wedok. Sekarang yang menjadi pimpinannya merupakan anak dari saudara Mbah Wedok. Taman Siswa ini berpusat di Yogyakarta yang mana pendiri awalnya adalah Ki Hajar Dewantara.

Betapa riang dan gembira hatiku saat itu dengan memakai seragam merah putih yang dijahit oleh Mbah Wedok. Baju seragam yang ku kenakan mempunyai ciri khas lain atau berbeda dengan baju yang dipakai teman-temanku. Bajuku mempunyai tali yang dipasang dibahu dan dihubungkan dengan rok. Kalau aku melihat foto ku di rapor SD saat itu aku tertawa sendiri karena bajuku mirip dengan baju anak TK zaman kini. Kata Mbah, “ Eni badan mu kan kecil agar rok yang kamu pakai tidak melorot makanya mbah buat tali ya”. Aku hanya mengangguk dan mengiyakan perkataan mbah. Bagiku tidak ada masalah dengan bajuku dan walaupun berbeda dengan teman yang lain.

Selang beberapa lama kemudian kami sampai di halaman sekolah. Suasana masih sepi baru satu per satu siswa yang datang. Kata Bapak, “kita kepagian sampai di sekolah tapi tidak mengapa kita bisa lihat-lihat lingkungan sekitar sekolah dulu”. Sekolah yang sangat sederhana kala itu dindingnya masih semi permanen terbuat dari semen dan pasir bagian bawahnya dan separunya berpagar kawat serta lantainya terbuat dari semen kasar.

“Teng…teng….teng lonceng berbunyi ditokok dengan batu oleh kepala sekolah. Semua siswa berbaris di lapangan sekolah termasuk para murid baru untuk melaksanakan upacara bendera. Aku terpana saat kakak kelas menaikkan bendera merah putih lalu peserta menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya lagu yang pertama sekali aku mendengarnya hatiku bergetar bangga dan terkesima betapa bagusnya lagu tersebut. Kemudian kepala sekolah memberi amanat dan pengarahan serta ucapan selamat datang kepada kami para murid baru agar dapat bersenang hati sekolah di SD dan dapat belajar dengan rajin untuk menggapai cita-cita yang didambakan. Aku belum mengerti di kala itu apa yang dikatakan cita-cita oleh kepala sekolah tersebut.

Bapak ku pun ikut berbaris mengikuti upacara dan menunggui ku sampai aku pulang. Setelah upacara kami masuk ke dalam kelas disambut dengan ceria oleh ibu guru dan ternyata ibu guruku adalah uwak ku sendiri yakni kakak perempuan dari Bapak. Kesannya tetap berbeda walaupun dalam keseharian aku sering bertemu uwak. Namun saat berada di sekolah uwak merupakan guru ku aku tetap merasa segan dan hormat kepadanya. Uwak mengajarkan cara memegang pensil dengan benar lalu mengajarkan menulis huruf pertama untuk kami.

Sesampainya di rumah aku bercerita kepada Ibu tentang pengalaman pertama ku masuk sekolah. Ibu sangat antusias mendengar ceritaku dan berharap aku menikmati hari-hari di sekolah. Ibu berpesan agar aku rajin belajar dan dapat mewujudkan cita-cita di masa depan. Saat itu masih terbesit tanya dibenakku apa itu cita-cita seperti yang diucapkan Kepala Sekolah dan Ibu aku masih memendam pertanyaan itu hingga suatu hari akan kutanyakan pada Ibu. Ibu berkata”tidurlah Eni hari sudah larut malam, esok kau akan berangkat ke sekolah jangan sampai terlambat bangun” baiklah bu, kata ku. Aku pun mencuci kaki lalu menuju ke pembaringan menuju alam mimpi dengan berdoa terlebih dahulu.

Keesokan harinya saat ayam jantan berkokok terdengar dari kandang di belakang rumah aku terbangun. Ku lihat dapur sudah mengepul ibu sudah berada di dekat tungku api untuk memasak air mandi ku dan merebus ubi sebagai menu sarapan pagi. Ibu berpesan agar aku selalu sarapan pagi sebelum berangkat ke sekolah karena ibu tidak bisa memberi uang jajan kepada ku karena penghasilan bapak yang tidak menetap dan tidak mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sehinga aku lebih sering tidak diberi uang jajan namun aku selalu membawa makanan kecil dari rumah seperti rebusan ubi atau rebusan pisang yang bisa dimakan saat waktu istirahat. Terkadang aku merasa sedih juga melihat teman-teman membeli jajan es lilin di saat panas mentari mendera namun keteguk saja saliva ini sebagai obat pelepas dahaga sementara atau terkadang aku membawa air minum yang berwadahkan botol bekas minuman.

Walaupun keadaan yang serba kekurangan tidak menyurutkan langkah ku untuk pergi ke sekolah. Aku bersama teman-teman berjalan kaki menyusuri jalanan tanah kampung yang terkadang becek kala di musim penghujan sepanjang lebih kurang lima kilometer menuju sekolah kami tercinta. Saat pulang sekolah kami biasa melepas sepatu dan menjinjngnya dengan berkaki ayam menyusuri jalanan tanah tersebut. Sambil bercerita dan bersenda gurau kami menikmati hari-hari pulang dari sekolah dengan ceria dan bersenang hati karena telah melalui hari ini dengan menempa diri menuntut ilmu di sekolah.

Selepas pulang dari sekolah aku berganti peran dengan ibu mengasuh adik untuk membawa adik laki-lakiku bermain sampai menjelang tengah hari. Karena ibu akan pergi ke ladang membantu ayah bekerja di ladang saat ini ayah sedang menanam padi tadah hujan. Ibu berpesan di siang nanti “jangan lupa makan siang itu ada sambal terasi dan rebusan daun ubi tanpa lauk”. Menu sambal merupakan menu kesukaanku kala kecil karena sehabis makan sambal membuatku berkeringat dan telinga menjadi panas rasanya dan aku menikmati hal itu.

Selepas jam satu siang aku selalu membawa adikku tidur siang walaupun rutinitas tidur siang merupakan hal yang terkadang sangat menyiksaku bagaimana tidak masuk ke dalam kamar tanpa loteng yang saat itu atap seng kamar terkena cahaya matahari yang cukup terik sehingga membuat hawa panas masuk ke dalam kamar. Kalau tidak tidur siang Mbah kakung akan memarahi kami dan mengadukannya ke Bapak. Namun akan berbeda halnya jika di siang hari kalau hujan turun tidur siang sangat ku nikmati karena hawa kamar menjadi yang sejuk.

Setelah tidur siang kami bisa bermain kembali hingga sore menjelang banyak permainan yang bisa kami lakukan di antaranya seperti petak umpet dan main masak-masakan dengan mengambil dedaunan yang ada di halaman rumah Mbah. Saat sore hari aku bertugas memandikan adikku sehingga saat ibu pulang di sore hari kami sudah bersih dan wangi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post