Siti Suhelni

Kelahiran Medan generasi tahun 80'an merupakan sulung dari tiga bersaudara. Menjadi guru merupakan cita-cita sejak SMP. Dan Alhamdulillah dengan segala pu...

Selengkapnya
Navigasi Web

7. Belajar di Tempat yang Baru

#Tantangan Gurusiana#

Tantangan hari ke-8, Rabu, 22 Januari 2020

Lanjutan Memoar

1. Belajar di Tempat yang Baru

Hari ini merupakan hari pertama ku bersekolah di sekolah yang baru. Sekolah ini bernama SD Negeri Kampung Taiwan. Sebuah sekolah yang cukup bagus semua ruangannnya sudah permanen dan bercat warna. Dengan di antarkan Bapak menaiki ojek motor aku tiba di sekolah. Di awal cawu tiga kelas satu ini aku mulai dengan lingkungan yang baru dan teman-teman yang baru pulang.

Ada rasa deg-deggan menjadi siswa baru hati ini berkata, “apakah aku akan mendapatkan teman-teman dan guru yang baik?” Hati ini bergemuruh dan detak jantung yang begitu cepat tekanan dari biasanya. Ternyata semua ini terlewati dengan aman. Aku menemukan teman-teman baru yang baik dan ramah. Salah satunya bernama Yayuk, ternyata Yayuk ini Bapaknya bekerja di tempat yang sama dengan Bapakku. Aku juga berkenalan dengan Ibu guru yang baru, Ibu guru kelasku bernama Ibu Saragih dan Ibu guru agama yang bernama Ibu Damanik. Bapak dan Ibu guru di sini banyak orang bersuku Batak, suku ini biasa menyebut nama dirinya dengan nama suku Bapaknya seperti Kepala Sekolah ku bernama Bapak Marpaung.

Hari-hari ku berikutnya merupakan hari yang menyenangkan untuk ku lewati. Pergi dan pulang kaki ke sekolah bersama teman memang cerita yang tak pernah kulupakan. Kami melewati jalan beraspal kerikil menempuh perjalanan lebih kurang tiga kilometer menuju ke sekolah. Dan di akhir catur wulan tiga ini merupakan penentuan kenaikaan ke kelas dua. Saat itu lah aku berusaha keras untuk bisa membaca karena merupakan syarat untuk naik kelas. Pernah suatu ketika kami tes membaca siswa bergiliran membaca satu persatu ke depan kelas siapa siswa yang mampu membaca terlebih dahulu bisa pulang. Aku merupakan urutan dari lima terakhir yang pulang. Sungguh memalukan aku belum begitu lancar membaca saat itu.

Sesampainya di rumah kuceritakan pada Ibu. Ibu dengan sabar mengajariku membaca di rumah berulang kali. Hingga suatu hari Ibunya Yayuk bertandang ke rumah dengan membawa satu buku bacaan bergambar dengan ceritanya yang berjudul “Menanam Singkong”. Ibu Yayuk dengan sabar turut mengajari ku membaca. Sehingga akhirnya aku lancar membaca dan bisa naik ke kelas dua. Saat hari pembagian rapor hati ku sangat gembira walaupun tanpa mendapat juara, yang penting aku bisa naik kelas. Hatiku berteriak girang tiada terkira karena sudah bisa membaca, kini setiap tulisan yang nampak bisa ku baca dan selalu bertanya kepada orang-orang terdekatku untuk memahami maknanya.

Kehidupan kami di pinggiran kota kecil ini mulai berangsur baik. Karena Bapak punya penghasilan tetap setiap bulannya. Walaupun pekerjaan Bapak hanya sebagai buruh tambak udang. Tinggal diperumahan yang telah disediakan oleh pihak pemilik tambak tanpa membayar uang sewa. Aku bisa membawa uang jajan setiap hari ke sekolah. Semua kebutuhanku ibu mampu membelikanya dan aku pun begitu percaya diri serta tidak merasa minder dapat bergaul bersama teman-teman di sekolah.

Di pinggiran kota ini aku mempunyai sahabat yang bernama Yayuk. Dialah temanku setiap harinya berangkat dan pulang sekolah. Lalu di sore hari kami pergi belajar mengaji bersama. Kami mengaji ke rumah seorang guru yang berjarak dua kilometer dari tempat tinggal kami. Setiap hari kami berjalan kaki pulang dan pergi mengaji dengan candaan dan senda gurau selama dalam perjalanan. Kami tak pernah menghiraukan panasnya mentari dan guyuran hujan yang membasahi bumi. Masa itu masa kanak-kanak yang semuanya terasa indah karena setiap kegiatan yang dilakukan sambil bermain dan bercanda.

Guru mengajiku ini mempunyai keterbatasan baik dari segi fisik maupun ekonomi. Terkadang aku sangat iba melihat kondisi fisik guruku. Pernah suatu ketika aku melihatnya tidak pandai berjalan dengan kaki melainkan dengan panggulnya dan ternyata guruku pernah menderita demam panas di waktu kecil sehingga membuat beliau tidak dapat berjalan hingga besar. Namun, meskipun dengan kondisi fisik yang serba terbatas beliau mempunyai kelebihan yakni pandai mengaji dengan suara yang merdu sehingga anak-anak yang berada di sekitarnya belajar mengaji kepada beliau. Aku bangga dan salut kepada guru ku di tengah keterbatasan fisiknya, beliau masih bisa memberikan manfaat bagi orang-orang di sekitarnya. Semoga amal jariyahnya akan terus mengalir hingga mengantarkannya ke pintu surga Allahhirabbil izzati.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post