Slamet Yuliono

SLAMET YULIONO, Si Pembelajar yang ingin dan ingin terus belajar kepada siapa saja. Dan berharap dengan bimbingan dan petunjuk-Nya, bisa bermanfaat bag...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sanksi Moral Bagi (Seorang) Guru Perokok

Episode : Mawas Diri (2)

--------------------------------

KEJADIAN yang terus berulang, saat penulis melewati salah satu SD 'X'. Berdiri, seorang guru (laki-laki) dengan senyum merekah di bibirnya, memakai seragam batik, sepatu pantofel, rapi. Tidak ada yang aneh dalam dandanannya, kecuali kepulan asap yang keluar dari mulutnya, berasal dari tangan kanan yang menjepit sebatang rokok kretek. Dia berdiri tepat di depan gerbang sekolah, menyambut anak-anak yang bersemangat memasuki area sekolah. Si bapak guru tersebut dari pengamatan penulis, hampir setiap pagi hari menyambut para peserta didik untuk bersekolah. Sampai akhirnya pada jam (waktu) yang sudah ditetapkan, segera meminta satpam sekolah menutup pintu gerbang, dan bila ada anak yang terlambat, maka si guru segera memberikan teguran. Tidak hanya kepada siswa, tetapi juga pada orang tua yang terlambat mengantar putra putrinya dengan sapaan khas semoga tidak terlambat esok hari ya.

Aktifitas yang elok tentang guru ‘mewajibkan’ anak didiknya menyalami dan mencium tangan. Karena itu merupakan salah satu konsep menanamkan budaya dan karakter sopan santun anak kepada guru/yang lebih tua. Namun menjadi masalah ketika kita tahu bahwa si bapak guru tengah merokok di tangan kanan, lalu saat menyalami anak murid, rokok berpindah ke tangan kiri, sambil tetap ngebul.

Apa jadinya, anak bangsa ke depan atas partikel racun asap rokok yang kondisinya akan tetap mengendap di rambut, baju serta seluruh tubuh si perokok, juga di benda-benda yang ada di sekitar perokok. Nah, terbayangkan bila anak menghirup (atau bahkan mencium) tangan yang terdapat endapan racun tersebut, setiap hari, setiap pagi, jelang masuk sekolah, apa yang terjadi?

Bentuk kejadian semacam ini masih akan ditambah dengan saat proses belajar mengajar di kelas, dimana Bapak Guru ini, masih akan memasuki kelas dengan tidakan yang sama seperti saat di pintu gerbang.

Sungguh ironis, disaat mayoritas lembaga yang pengelolaannya ditangani lingkungan pendidikan melarang peserta didiknya merokok. Peserta didik yang merokok di lingkungan sekolah dinilai melangggar tata tertib. Jangankan merokok dilingkungan sekolah, membawa saja bagi peserta didik bila ketahuan pasti dihukum atau mendapat sanksi.

Hukuman atau sanksi bagi pelanggaran peraturan tersebut, bisa berupa melanggar di poin-poin pelanggaran atau hukuman lain yang mendidik. Alasan sederhana yang dikemukakan sekolah dalam menerapkan larangan ini adalah demi kesehatan, demi kebersihan lingkungan sekolah, atau alasan lain yang sifatnya menjaga perilaku sehat bagi anak-anak.

Lalu bagaimana penerapan peraturan itu bagi guru? Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 188/Menkes/Pb/I/2011 Nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan Kawasan Tanpa Rokok, bab I, pasal 1, yang menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan kawasan tanpa rokok adalah ruangan atau area yang dinyatakan dilarang untuk kegiatan merokok atau kegiatan memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan produk tembakau.

Tempat proses belajar mengajar adalah gedung yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan/atau pelatihan. Yang bila disikapi secara arif termasuk pada kawasan terlarang untuk dipakai merokok karena disini harus steril dari penyakit. Tengok pasal 3 dijelaskan, ruang lingkup kawasan tanpa rokok, salah satunya adalah tempat belajar mengajar. Peraturan ini seharusnya dilaksanakan secara menyeluruh bagi semua anggota di lingkungan sekolah, tak terkecuali guru. Namun masih banyak kita jumpai seorang guru yang dengan seenaknya merokok di lingkungan sekolah, bahkan di dalam kelas saat pelajaran berlangsung.

Secara implisit, sanksi bagi guru yang perokok memang tidak ada. Tetapi bila ditarik garis lurus karena peran dan fungsi guru itu salah satunya adalah menjadi suri tauladan bagi peserta didiknya, maka tindakan guru tersebut adalah melanggar peraturan.

Apapun alasan yang disampaikan guru kenapa tindak pelanggaran ini dilakukan, misalnya sudah berpenghasilan sendiri, karena usia sudah mencukupi. Bahkan yang menggelikan ada seorang guru yang mengatakan: "... peraturan sekolah itu hanya untuk peserta didik...". Sedangkan guru tidak bisa disamakan karena tingkat kedewasaan yang berbeda.

Membangun Citra Guru

Guru, dalam makna yang luas diartikan orang yang bertugas ikut memandu peserta didik menuju jalan kebenaran. Bila merokok dapat merugikan kesehatan dan dilihat dari segi kesehatan menyebabkan penyakit yang ditimbulkan oleh rokok. Dan ini berarti banyak mendatangkan sifat mudhorot dibanding manfaatnya, maka guru wajib meninggalkan perilaku menyimpang ini. Peran guru seharusnya menyampaikan pesan bahaya rokok bagi kesehatan kepada peserta didik, baik secara lisan maupun dengan memberikan keteladanan tidak merokok.

Tindakan guru yang merokok dalam lingkungan sekolah telah memberikan contoh gaya hidup tidak sehat kepada peserta didik. Guru yang perokok secara tidak langsung telah mengajarkan kepada peserta didik untuk menjadi perokok juga. Tidak hanya itu, merokok juga membuat citra intelektual dan kompetensi kepribadian seorang guru menjadi buruk. Karena seseorang tidak mungkin me¬nganjurkan kepada orang lain untuk melakukan sesuatu yang dia sendiri tidak menjalaninya.

Oleh karena itu, seharusnya semua guru tidak merokok dan akan memosisikan dirinya sebagai role model dan agen perubahan bagi perilaku hidup sehat. Bayangkan, ada puluhan ribu guru di Indonesia, jika saja mereka bisa berperan dalam kampanye anti rokok, maka Indonesia menjadi sehat dan terbebas dari asap rokok.

Setidaknya dengan keberadaan guru tidak merokok, merupakan langkah awal memperbaiki citra guru di mata masyarakat. Yang pasti jika Anda seorang guru, Anda tidak mau ketika filosofi guru yang dimaknai sebagai digugu lan ditiru berubah makna menjadi wagu tur saru. Ingat menjadi penghisap rokok hanya memberikan keuntungan bagi pemilik pabrik rokok.

Bukankah sudah cukup banyak jumlah orang yang meninggal karena mengalami sakit paru gara-gara mejadi pencandu rokok yang hebat dalam hidupnya? Semoga ini bisa menjadi intropeksi untuk para pelajar, pendidik, dan para orang tua. Dan mohon maaf untuk sejawat guru, yang masih belum bisa meninggalkan kebiasaan buruk ini. Salam Sehat Selalu.....

-----------------------

Turen - Kab. Malang, 7 Juli 2018

Si Pembelajar - Slamet Yuliono -

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Rokok..rodho pekok. Agak bodo...maksudnya. Lha ada larangan malah nekat. ..

07 Jul
Balas

Itula manusia ...

08 Jul

Guru seperti itu, kadang berdalih: kalau tdk merokok, tidak bisa berpikir dan melaksanakan tugas dg baik. Perlu sanksi tegas baginya.

08 Jul
Balas

Betul, setuju Pak

08 Jul

Larangan/Peringatan dibuat untuk dilanggar pak SY, maklum orangnya kurang mengerti pendidikan (kalaupun dia guru, maka dia bukan guru yang terdidik)

08 Jul
Balas

Yes ...

08 Jul



search

New Post