Slamet Yuliono

Belajar menuju jati diri yang dewasa...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sukses Sekolah (Bukan) Karena Kurikulum
https://lordbroken.wordpress.com/2018/11/30/mengapa-orang-yang-sukses-di-sekolah-tidak-selalu-sukses-dalam-hidup/

Sukses Sekolah (Bukan) Karena Kurikulum

Bagi guru yang sudah lama mengabdikan diri di lingkungan sekolah, paham betul tentang arah dan tujuan apa yang akan ditempuh dari suatu proses pembelajaran. Mereka dengan sabar dan telaten menunggu kebijakan apalagi yang akan diperbuat pemerintah. Selagi konsep dasar yang dibuat oleh pemerintah bertentangan dengan pembelajaran dan membingungkan, pasti akan ada perubahan dan pembenahan. Kita (guru) yang punya tugas sebagai pelaksana di lapangan memahami bahwa dalam dunia kependidikan sekaligus sebagai masyarakat hanya bisa berharap semoga konsep ajar yang benar itu bermanfaat untuk kehidupannya.

Bermanaat dalam kehidupan nyata dan tidak semu. Sebuah harapan dari guru demi masa depan anak didiknya untuk menghadapi kehidupan yang semakin berat dan berliku. Persaingan hidup untuk tetap eksis dalam jalan yang lurus dan mendapat ridho Ilahi.

Tengok keberadaan kurikulum yang saat ini diberikan di sekolah, sebagai garis besar pedoman belajar untuk menjadi manusia yang memiliki pengetahuan. Bila diamati mulai dari jenjang sekolah dasar, seluruh murid sudah dilatih dan diajarkan untuk menaklukkan beragam pengetahuan. Selanjutnya sebagai ujian awal dari pengetahuan yang telah diterima dan dipelajari itu di setiap semester mereka diuji untuk menetukan murid sudah tuntas belajar dalam tatanan kurikulum pelajaran demi mata pelajaran. Demikian pula saat masuk ke jejang dan tingkat di atasnya. Ujian dan langkah kerja yang hamper sama tetap diberlakukan.

Orang tua menyediakan uang lebih agar anak-anak bisa mendalami materi ajar agar lebih matang. Sementara, anak-anak menghabiskan setengah waktu dalam hidup mereka atau lebih untuk menguasai beragam ilmu yang diberikan guru. Siapa pun yang mempunyai nilai tertinggi dalam bidang akademik tertentu, otomatis akan menjadi kebanggaan masyarakat.

Akan tetapi, ada yang aneh dalam tatanan masyarakat yang karena ujian dan terpaan proses pembelajaran itu. Setelah anak-anak menguasai, setelah semua biaya dikeluarkan, setelah sebagian besar waktu dihabiskan, ternyata setelah dewasa mereka tidak banyak mendapat manfaat dari keahlian menguasai ilmu yang telah dipelajari.

"Di sini keahlian dan kepintaran itu tidak berguna, kami akan mengadakan training khusus untuk setiap pegawai baru yang bekerja," seru seorang supervisor saat tes wawancara yang diberikan kepada seorang lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) yang sedang melamar kerja.

Sang anak yang mendengar jawaban tersebut menjadi bingung. "Apa gunanya kami belajar begitu banyak di sekolah, begitu banyak waktu dibuang jika ternyata tidak banyak bermanfaat?" Dia tidak sadar bahwa pertanyaan yang dilakukan supervisor itu mewakili jutaan anak di negerinya, atau bahkan di banyak bagian dunia.

Kobarkan Belajar Kehidupan

Mengambil hikmah dari kasus di atas, lalu apa yang harus diperbuat oleh pihak terkait dengan belajar kehidupan tersebut? Ternyata belajar kehidupan adalah simbolisasi pelajaran atau mata pelajaran di sekolah yang tidak jelas manfaat atau aplikasinya pada masa depan. Saat ini, dunia pendidikan dibingungkan kurikulum yang sedang berjalan, apakah akan tetap digunakan atau menyusun kurikulum baru?

Perubahan kurikulum umumnya hanya terkait pada bagaimana agar anak bisa menguasai, mampu memahami, tertarik atau mencintai mata pelajaran. Ada hal-hal lain yang dibahas, tetapi tetap tidak bisa menyelesaikan persoalan mendasar. Apakah pelajaran yang ada itu penting dan perlu dipelajari atau tidak? Apakah pelajaran ini harus dikuasai semua orang? Apakah beberapa bagian dari mata pelajaran itu sebaiknya dilepas dari kurikulum atau harus dipaksakan untuk dipelajari oleh anak? Dan, ini pertanyaan urgen yang penting untuk dipahami.

Yang terjadi kini, semua anak (siswa) dijejali segala mata pelajaran di mana banyak yang tidak jelas bobotnya. Tidak jelas mana yang penting mana yang sekedar diketahui. Bahkan parahnya, setiap guru menuntut mata pelajaran yang diberikan agar diutamakan.

Penulis saat bertemu teman-teman lama yang dulu dikenal cerdas, lulusan dari berbagai universitas ternama dan kini sudah mempunyai pekerjaan dan kehidupan mapan. Kepada mereka saya bertanya, apakah pelajaran menghafal istilah-istilah yang ada di pelajaran Bahasa Inggris, menghitung sin, cos, tangen yang membuat pusing dulu ada yang terpakai dalam praktik kehidupan? Semua mengatakan "tidak".

Apakah pelajaran menghafalkan nama planet, menghitung luas bumi, jumlah satelit dalam setiap planet, dan berbagai pengetahuan tentang tata surya memberi manfaat. Memberi manfaat bagi mereka dalam kehidupan? Berguna dalam pekerjaan? Mereka kompak memengatakan "tidak".

Mungkin ada puluhan atau bahkan ratusan pertanyaan lain yang akan menunjukkan betapa banyak pelajaran yang kita pelajari di sekolah ternyata tidak ada manfaatnya bagi kehidupan. Atau setidaknya, manfaatnya tidak sebanding dengan kepusingan dan waktu yang dibebankan. Hanya segelintir sekali orang yang kembali bersinggungan dengannya ketika dewasa.

Lalu, mengapa seluruh siswa diharuskan mempelajari? Mengapa mereka terus dicekoki dengan ilmu yang tidak nyata manfaatnya kelak di kehidupan? Lalu, buat apa mereka belajar yang tidak banyak gunanya buat masa depan?

Inilah PR yang dihadapi Pemerintah, jika memang ingin mengevaluasi kurikulum, kini saatnya berpikir ilmu mana yang bermanfaat nyata dan mana yang tidak. Jangan bebankan anak-anak dengan ilmu yang tidak jelas kegunaannya bagi kehidupan, dengan kewajiban yang tidak jelas arahnya. Semoga

Turen, 15 Pebruari 2019

Slamet Yuliono - Guru SMP Negeri 1 Turen Kab. Malang -

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan yang inspiratif pak. Salam kenal, salam literasi

15 Feb
Balas

Terima kasih atensinya Pak, salam kenal juga

17 Feb

Setuju pak. Tapi, jika sekolah tanpa kurikulum bak bangunan tanpa tiang. Sukses selalu dan barakallah.

15 Feb
Balas

Terima kasih

17 Feb

Tulisan bapak sangat menarik dan faktual

16 Feb
Balas

Masih terus belajar

17 Feb



search

New Post