Soendari

Seorang ibu rumah tangga yang merangkap sebagai guru sebuah madrasah aliyah negeri di kabupaten Blitar. Alhamdulillah telah dikaruniai empat orang anak yang sho...

Selengkapnya
Navigasi Web
No Frozen
hasil jepretan sendiri

No Frozen

No Frozen (Bagian 1)

Oleh: Soendari

Demi pulihnya fungsi bahu lengan kanan ini, maka pulang dari acara pernikahan keponakan terpaksa harus kulakukan. Padahal aku masih ingin bercengkerama dengan saudara yang lainnya. Kebersamaan kami hanya bisa dilakukan apabila salah satu dari kami mengadakan suatu acara, seperti pernikahan, khitan, kelahiran, dan sebagainya. Kami meluangkan waktu demi keinginan untuk bisa Bersama-sama bertemu, bercanda, bercerita pengalaman sehari-hari. Jarak dan waktu terkadang tak bisa dikompromi dengan kepadatan kegiatan rutin harian masing-masing.

Meski hanya beberapa waktu kami sempat Bersama, serasa candaan itu sudah berlangsung berhari-hari lamanya. Akhirnya kami menyadari bahwa waktu memang harus dapat dibagi dengan baik. Tanpa mengurangi rasa kesedihan ini maka hanya foto kebersamaan yang terus mendampingi setelah kebersamaan itu tertunda.

“Ok, sampai jumpa lagi!” hampir bersamaan kami mengatakannya.

“Jangan lupa lekas kabari kakak ya setiba di rumah!” kata kakak tertua.

“Siap!” balasku sambal melambaikan tangan.

Kesekian kalinya peristiwa itu terulang dan terulang lagi. Kali ini alasanku meninggalkan kebersamaan itu adalah sebuah ikhtiar pemulihan Kembali fungsi bahu lengan kanan yang sempat tidak berfungsi dengan baik. Tepatnya sudah 6 kali aku melakukan terapi pada bahu lengan kananku di rumah sakit Medika Utama. Aku berharap dengan usahaku ini bisa meredakan nyeri yang ada pada bahu kananku. Terapi ini untuk melemaskan, meluruskan lagi fungsi lengan kananku yang belum bisa berotasi seperti semula. Meski ada perubahan sedikit, kaku otot di bahu ini. Tak boleh berhenti hanya sudah mencapai terapi kesekian kalinya.

Selama ini terapi yang kulakukandi rumah sakit didampingi seorang ahli terap, Mbak Ika, demikian aku memanggilnya. Mbak Ika sangat sabar saat mendampingiku melakukan Gerakan terapi yang diajarkannya. Terapi ini tidak boleh hanya dilakukan saat melakukan di rumah sakit. Namun terapi ini harus terus dilakukan di rumah dengan petunjuk yang sudah disampaikan oleh Mbak Ika.

Selama ini beberapa kali terapi yang kulakukan selalu menggunakan alat medis terapi. Dengan menggunakan alat medis Short Wave Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh. Kurang lebih selama 10-15 menit alat ini menempel pada bahu lengan kananku. Kurasakan kehangatan saat alat itu mulai memancarkan arus bolak-balik frekuensi tinggi yang memancarkan energi elektromagnetik.

Beberapa menit berlalu kehangatan yang kurasakan berubah menjadi rasa panas.

“Wow!” pikirku. Alat ini semakin lama semakin panas. Apakah aku bisa menahannya? Raasa was-was menggodaku.

Sementara si Mbak mondar-mandir memanggil pasien terapi lainnya, karena ruangan terapi memiliki 3 tempat tidur, Artinya satu ruangan bisa diisi 3 pasien sekaligus.

“Mbak, Mbak Ika,” aku mulai keras memanggilnya, karena kekhawatiranku mulai berkeliaran dalam pikiran.

Tak ada jawaban. Biarlah kutunggu sebentar lagi, mungkin si mbak masih repot. Namun SWD (alat terapi ) ini tetap mengeluarkan panasnya.

Bersambung

Blitar 23 Desember 2021 Salam Literasi

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kembali menulis, salam literasi

23 Dec
Balas



search

New Post