Sofia Marhenis

Mengajar di SMP NEGERI 2 Bukittinggi,SUMATRA BARAT, mari kita berliterasi dan belajar cerdas dari kehidupan ....

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor 3

Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor 3

Hujan deras di luar bandara, sesekali terdengar suara gemuruh, Jelita bersyukur pesawatnya dapat mendarat dengan selamat, meskipun saat penerbangan berkali-kali peringatan dari pramugari untuk tetap mengenakan sabuk pengaman, dan kecemasan saat terbang terabaikan karena asyik berbincang dengan sang profesor.

Malam semakin pekat, sementara tempat tinggalnya masih perlu waktu 3 jam perjalanan lagi untuk menggapainya dengan menggunakan mobil sewaan, ada rasa getir di hati Jelita melihat kondisi cuaca saat ini, sewaktu masih kecil Jelita yang penakut dapat mengatasi rasa takutnya jika sudah berada dekat neneknya, ia masih teringat jika senja mulai turun, bunyi burung hantu yang bersahutan membuat Jelita lari terseok-seok ketempat duduk neneknya, lalu sang nenek akan menenangkan Jelita, ia masih ingat nasehat neneknya:' untuk mengatasi rasa takut, selalu berserah diri kepada Allah Yang Maha Kuasa, selalu berzikir, dan mari kita baca ayat kursi!" Dengan terbata-bata Jelita mengikuti bacaan ayat kursi neneknya.

"“Allahulaa ilaahaillahuawalhayyulqoyyum, laata’khuduhu sinatuwwalanaum, lahumaafissamawati wamafilardi, mandzalladzi yasyfa’u ngindahu illa biidnih, ya’lamuma bayna aydihim wamaa kholfahum, walayuhithunabisyai-immin’ilmihii illa bimasyaa, wasia kursiyuhussamawati wal’ard, walaa yauduhu hifduhuma wahuawal’aliyyul adzim”( Allah, tidak ada tuhan selain dia. Yang maha hidup, yang terus-menerus mengurus makhluknya, tidak mengantuk dan tidak tidur. MilikNyalah apa-apa yang ada di langit dan di bumi. Tidak ada yang memberi syafaat di sisinya tanpa seizinNya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursinya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memlihara keduanya, dan Dia Maha tinggi, Maha besar”.)

Kali ini Jelita kembali mengamalkan ajaran neneknya, mobil sewaan melaju menembus malam, dalam derasnya hujan terlihat gemerlap lampu mobil yang lalu lalang. Mulut Jelita berkomat-kamit membisikkan doa dan zikir, dan berdoa agar perjalanannya selamat sampai ke tujuan,lalu iapun terlelap dalam dekapan malam yang semakin larut, sementara penumpang lainnya telah hanyut terbawa mimpi, hujan semakin deras disertai dengan angin kencang, kaca mobil semakin gelap dan mobil seakan merangkak melewati jalan yang dipenuhi oleh genangan air.

Dibeberapa badan jalan telihat limpahan dari saluran air yang tersumbat oleh sampah, karena bagi orang-orang yang berada dekat saluran air, menggunakan saluran tersebut sebagai tempat pembuangan sampah, sehingga saat hujan deras, airnya meluap ke jalan, setelah air surut maka jalan raya dipenuhi oleh sampah yang merusak pemandangan.

Tiba-tiba mobil yang ditumpangi Jelita masuk dalam lobang yang cukup dalam, karena tertutup air lobang tersebut tidak terlihat, sehingga seluruh penumpang terbangun dan menoleh keluar, semuanya bertanya apa yang terjadi, syukurlah tidak ada yang cedera.

Perjalanan dilanjutkan menuju arah air mancur dan melewati daerah Malibo Anai, jika hari cerah daerah ini merupakan tempat yang indah dan banyak tempat beristirahat di sekitar daerah ini, yang sangat unik adalah jika sore hari cerah terdapat puluhan monyet duduk di sekitar tembok pembatas jalan, mereka berjejer mengharapkan pengunjung memberi makanan, bahkan ada juga kera yang berani duduk di kaca spion mobil, tapi saat ini suasana sangat gelap.

Tebing-tebing terjal di sekitarnya membuat fikiran jadi tidak karuan, apalagi pada saat hujan deras seperti ini, daerah ini rawan longsor, Jelita memandang keluar jendela, ia sangat khawatir terhadap tebing terjal di sisi kiri jalan, dan ada pohon-pohon besar yang merunduk ke arah jalan.

Fikirannya melayang ke tahun 2009 yang silam, saat terjadi gempa di Sumatera barat, ketika itu ia sedang berada di kota Padang, saat terjadi gempa ia tengah berada di jalan, waktu Jelita mengendarai sepeda motor, kebetulan sepeda motornya kehabisan bensin, lalu datang gempa, maka cukuplah penderitaannya.

Semua penduduk kota Padang panik, mereka lari berhamburan karena banyak gedung-gedung bertingkat yang rubuh dan terbakar, Jelita mencoba berjalan di sepanjang jalan raya dan menarik sepeda motor yang tidak punya bensin, sampai di simpang Ulak Karang ia semakin panik karena orang berteriak Tsunami, Tsunami.

Air sudah setinggi lutut di jalan ketika itu tapi ternyata bukan Tsunami, ada pipa air yang pecah akibat gempa, Jelita terus berupaya mendorong sepeda motornya dengan harapan ada yang menjual bensin, ternyata ia tidak menemukannya sampai malam tiba, lalu sepeda motor itu ia titip pada salah seorang teman di Padang, keesokkan hari ia naik bus menuju Bukittinggi.

Seperti saat ini dalam hujan deras, kondisi sesudah gempa, banyak tanah labil di sepanjang bukit yang berada di sekitar Malibo, air mancur sampai ke Padang Panjang, dan tiba-tiba batu yang terletak di pinggiran bukit tersebut menggelinding tepat di depan bus yang ditumpangi Jelita, benar-benar kejadian yang mendebarkan dan bersyukur tidak ada yang tertimpa batu tersebut.

Kini ia berada tepat dengan kaki bukit terjal lagi, pohon besar berdiri dekat bukit tersebut, suasana terlihat macet, antrian panjang mobil mulai terlihat, ternyata memang ada pohon yang tumbang.

Terlihat beberapa petugas yang sibuk memotong pohon yang jatuh ke badan jalan, tapi masih ada saja mobil dari belakang yang mau menyalip ke arah depan, padahal di depan sedang tidak bisa dilalui kenderaan, sehingga terjadi penumpukkan mobil.

Jelita kembali teringat pada kata-kata sang profesor" zaman sekarang orang seakan tidak memperdulikan raso jopareso (sifat yang mementingkan diri sendiri dan tidak peduli pada perasaan orang lain)"

Memang benar bisik Jelita dalam hati, sekarang hidup lebih banyak mementingkan diri sendiri tanpa peduli pada orang di sekitarnya. Jelita mengingat lagi betapa menariknya pribadi sang profesor, ia masih mau peduli pada orang lain, ingin rasanya berbincang lebih lama dengan sang Profesor, tapi sekarang ia tidak tahu dimana akan bertemu lagi dan tidak pernah juga untuk merencanakan bertemu.

Dalam perjalanan pulang ke rumahnya, sang Profesor juga mengingat kembali betapa enaknya mengobrol dengan orang seperti Jelita, tapi sang profesor juga tidak membayangkan akan bertemu lagi dengan wanita berparas cantik nan cerdas seperti Jelita.(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post