Sofia Marhenis

Mengajar di SMP NEGERI 2 Bukittinggi,SUMATRA BARAT, mari kita berliterasi dan belajar cerdas dari kehidupan ....

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor

Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor

Gemerlap senja mulai merayap ke bumi, derap langkah-langkah manusia kian berpacu menghindar dari gelapnya malam, suara deru pesawat di bandara itu juga seperti mengisyaratkan bahwa mereka harus segera berlari dari kejaran gulita yang senyap.

Tidak demikian yang terjadi dengan Jelita, baginya ketergesa_gesaan ini adalah siksa, ia seperti tidak ingin beranjak, dan selalu menginginkan suasana ini tetaplah di sini, ia melangkah dengan berat hati, batinnya merintih, begitu selalu terjadi setiap kembali dari pengembaraannya.

Bagi orang lain pulang adalah sesuatu yang indah dan dirindukan, tapi bagi Jelita pulang adalah rintihan hati yang pedih, duka yang menyesakkan dada, batinnya koyak, aku tak ingin pulang begitu ia teriakkan dalam diam.

Jelita itulah nama wanita berparas cantik itu, umur yang sudah berkepala 4 tapi masih tegar cantik seperti namanya, namun nasibnya tidak seindah paras dan namanya.

Hidup dalam kelam dan diliputi rasa sedih bekepanjangan yang selau ia tutupi dengan senyum indah dan gemulainya sapaan jelita pada orang-orang yang ditemuinya.

Saat ini duduk termangu di ruang tunggu bandara, matanya menerobos jauh ke langit senja, sesekali lamunannya terusik karena ada pengunjung bandara yang lalu lalang atau mencari tempat duduk menjelang keberangkatan.

Kali ini ia benar-benar memandang dengan mata tak berkedip, seakan ia berkata" kenapa bukan aku yang seperti itu? ". Sepasang suami istri yang sudah berumur kira-kira 60 tahun an, duduk tepat dihadapannya, tapi pasangan tersebut terlihat serasi dan saling perhatian satu sama lainnya, ia terlihat mengusap sisa makanan yang tercecer di sisi bibir istrinya dengan tisyu, kemudian mereka saling pandang dengan mesra seperti layaknya anak muda yang mulai saling mencinta.

Jelita semakin penasaran untuk tetap melihat gerak-gerik pasangan tersebut, dalam hati Jelita berfikir" mungkinkah mereka mampu mempertahankan kemesraannya sampai usia senja ini? atau mereka adalah pasangan tua yang baru menikah, atau mereka adalah pasangan yang selingkuh," Jelita bertanya dan bertanya sendiri dalam hatinya, ia kagum, bertanya-tanya, ia curiga yang tidak mungkin ada jawabnya.

Tapi Jelita yang cantik terlihat berfikir serius, dalam lamunan itu Jelita dikejutkan karena ada pemberitaan bahwa pesawat yang ia tumpangi dialihkan waktu penerbangannya pada jam 17.15, jelita sedikit lega, karena makin delay adalah rahmat untuknya saat ini, sementara penumpang lain terlihat gelisah, ada yang menelpon saudaranya, ada yang menyesali keadaan, tapi Jelita tetap tenang meskipun penerbangannya ditunda.

Beberapa pembetitahuan dari fihak bandara, ada penerbangan yang ditunda sampai pagi karena sedang terjadi badai, bahkan ada juga bandara tujuan ditutup karena di daerah itu terjadi letusan gunung, penumpang diminta mendaftarkan ulang tiket mereka, lalu diinapkan di hotel sekitar bandara.

Ah, bagi Jelita itu bukan masalah besar, kalaupun terlambat paling hanya masalah pekerjaan saja yang tertunda, sebab baginya tidak ada rindu yang harus segera diobati, tidak ada senyum cinta yang menunggu kehadirannya, ia hanya takut pada kegundahan yang akan menyambutnya dalam malam yang sunyi.

Semenjak sepuluh tahun yang lalu Jelita bagaikan hidup terbelenggu dalam cinta yang tak berujung, karena setiap saat ia akan mendengar ocehan suaminya" kita ini sudah tua, apalagi yang akan dicari". begitulah kata_kata pesimis suaminya yang selalu ia dengar jika mengajak suaminya untuk mengembangkan usahanya, memang sebenarnya biaya anak-anak mereka tidak diperlukan lagi, anaknya yang dahulu ada dua orang kini tinggal satu orang dan sudah bekerja, dan anak yang satu lagi telah meninggal dunia karena pernah menggunakan obat terlarang, kecanduan serta mengalami kecelakaan ketika membawa motor dalam keadaan sakau.

Padahal kehidupannya sendiri hanya mampu memenuhi kebutuhan hidup sehari, sedangkan Jelita masih memiliki seribu cita-cita, ia ingin punya penghasilan yang cukup memenuhi kebutuhan rumah tangganya, ia ingin menghidupi anak- anak terlantar yang setiap hari ia saksikan hidup dalam kekurangan, ia ingin membantu anak-anak putus sekolah, bahkan ia ingin mengajak seluruh keluarganya untuk naik haji atau pun umrah, sungguh cita-cita yang tidak pernah disuport oleh suaminya.

Meski demikian Jelita bukanlah wanita yang mudah menyerah, ia selalu bekerja dan bekerja, sehingga saat ini memperleh penghasilan yang lumayan buat menopang kehidupannya. Seperti saat ini ia bepergian untuk urusan pekerjaan.(bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post