Sofia Marhenis

Mengajar di SMP NEGERI 2 Bukittinggi,SUMATRA BARAT, mari kita berliterasi dan belajar cerdas dari kehidupan ....

Selengkapnya
Navigasi Web
Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor 4

Mengejar Jejak Cinta Sang Profesor 4

Membelah gelapnya malam, dingin, sunyi dan deras hujan terus mengucur membasahi bumi, lampu-lampu jalanan gemerlap di keremangan. Roda-roda berputar semakin kencang yang membawa Jelita pada kembali ke kehidupannya sehari-hari.

Barang bawaannya, travel bag dan lainnya telah diturunkan, lalu mobil sewaan itu meluncur pergi, sementara itu ia sibuk mengaduk-aduk dompetnya mencari kunci rumah yang selalu ia bawa.

Tidak ada siapa yang membukakan pintu untuknya, ketika pintu rumah terbuka terlihat suaminya duduk bersandar di kursi dan asyik menonton televisi serta koran di tangannya, tidak ada sapaan ataupun jawaban salam yang diucapkan Jelita, sang suami seperti tidak peduli, meskipun Jelita terseok-seok menarik barang bawaan karena berat.

Suaminya memang orang yang aneh, sepanjang perjalanan tidak terhitung sms yang ia kirimkan pada Jelita, "kamu sudah dimana?", itulah pertanyaan yang dikirim berulang kali, tapi saat Jelita sudah berada di rumah, sang suami tidak bertanya sepatah katapun pada Jelita, ia terlihat sinis.

Jelita hanya diam dan tidak mau memulai percakapan, ia tidak ingin bertengkar lagi, karena ia sudah tahu apa yang akan dikatakan suaminya, "persediaan makan di kulkas sudah habis, stok beras sudah habis, atau menyatakan bahwa ia punya hutang pada orang lain, kemudian ia menyesali Jelita kenapa terlambat pulang?

Jelita sekarang sudah menjadi bapak rumah tangga dan juga sebagai isteri yang bertugas mencari nafkah, segala keperluan rumah tangga saat ini menjadi tanggung jawabnya, tapi segala urusan rumah tangga juga menjadi tanggung jawabnya.

Hati dan fikirannya lelah entah kepada siapa harus ia ceritakan, sementara suaminya tidak mungkin diharapkan untuk membantunya, biasanya setelah bepergian ia akan menemukan tumpukkan kain kotor, tumpukkan piring kotor, rumah berantakkan seperti kapal pecah.

Jelita tidak mungkin untuk meminta suaminya membantu melakukan pekerjaan rumah, karena sudah menjadi tradisi di daerahnya, perempuan tidak boleh memerintah suami apalagi untuk mencuci pakaian, mencuci piring, atau melakukan pekerjaan rumah tangga lainnya, jika hal itu di lakukan maka ia akan dicap sebagai perempuan durhaka dan tidak menghargai suami.

Laki-laki memiliki tempat yang sangat terhormat meskipun tidak bekerja, Jelita teringat pada kejadian yang dialaminya berpuluh tahun yang silam, ketika itu ia bekerja sebagai pelayan toko di kota Padang, lalu berkenalan dengan seorang pemuda. Mereka adalah pasangan yang serasi, Jelita gadis cantik yang berasal dari keluarga sederhana, meskipun berasal dari kota yang berbeda, keduanya sepakat untuk melanjutkan ke jenjang pernikahan.

Untuk mewujudkan pernikahan itu butuh perjuangan yang cukup berat, ketika diadakan pertemuan antar keluarga, fihak perempuan harus membayar sejumlah uang, karena sang suami tidak menikah dengan warga kampungnya tapi adalah orang dari kota lain, jadi untuk penebusnya diberikan uang yang disebut uang selo. Jika uang selo tidak diberikan maka waktu untuk pernikahan belum bisa ditetapkan.

Menjelang pernikahan keluarga Jelita juga harus membayar uang Jemputan, besarnya ditentukan oleh keluarga laki-laki, besarnya dihitung dalam jutaan, Jelita sudah terlanjur cinta, sehingga semua persyaratan adat meskipun berjuta-juta harus dipenuhi oleh keluarganya.

Laki-laki suaminya memiliki harga yang mahal, itulah suami Jelita yang ia harapkan menjadi pendamping hidup dan tempat menyandarkan segala harapan masa depan, tapi seperti kata mutiara "hidup tidak seindah pelangi", harapan tinggal kenangan saja.

Pola fikir yang tidak pernah sama, menyebabkan kehidupan mereka tidak harmonis, sang suami yang gila hormat dan sibuk dengan gengsi dan martabat, tidak mampu memenuhi tanggung jawab sebagai suami, apalagi semenjak sang suami memutuskan berhenti bekerja karena alasan sepele tidak mau diperintah orang lain, maka jadilah ia seorang pengangguran kelas tinggi, ia tidak mau bekerja sembarangan dan sampai usia saat ini ia tidak pernah dapat pekerjaan tetap.

Jelita yang tidak mau menyerah pada kehidupan, selalu berusaha dengan gigih memperjuangkan nasibnya, ia mendidik kedua anaknya agar selalu belajar dengan giat, tapi pola pendidikkan antara Jelita dan Suaminya yang tidak sejalan, mengakibatkan anak sulungnya terlibat dalam pergaulan yang tidak baik, sehingga pada akhirnya anak sulungnya meninggal dunia dalam sebuah kecelakaan.

Sang suami yang baru berusia 59 tahun selalu mengatakan bahwa ia sudah tua, dan tidak mau melakukan kerja apapun, sementara ia menuntut biaya hidup yang cukup pada Jelita, uang rokok, uang saku, biaya makan semuanya harus dipenuhi oleh Jelita.

Malam semakin larut Jelita segera masuk ke kamar, tapi sang suami belum merasa puas jika tidak membuat Jelita susah, benar saja ia mengeluhkan bahwa lauk yang ia makan tidak cukup, beras sudah habis, lalu dia punya hutang di warung, dan segala urusan keuangan ia keluhkan pada Jelita.

Dalam hatinya Jelita berbisik"kapan suamiku akan mampu menghidupi dirinya sendiri?" dan sampai kapan aku harus terbelenggu dengan kehidupan seperti ini?" batinnya menangis, bukan karena kekurangan materi tapi menangisi keadaan suaminya yang tidak berfikir tentang masa depan meskipun usia telah senja, jelita balik bertanya sendiri:" kenapa suamiku tidak mau bekerja apa saja untuk menghidupi dirinya, atau jika berlebih kenapa ia tidak pernah bercita-cita untuk memberi anak yatim, atau kenapa ia tidak pernah punya cita-cita punya uang yang banyak sehingga suatu saat ia dapat mendermakan uangnya untuk pembangunan mesjid ataupun sekolah?" padahal jika ia menjadi kaya maka ia akan memperoleh banyak pahala yang dapat diperoleh dari infak dan sedekahnya.

Kemudian Jelita bertanya lagi" salahkah aku jika mengagumi sang profesor?, meskipun usianya sudah lebih tujuh puluh tahun tapi ia tetap mau bekerja". (bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post