SOLEHAN ARIF

Nama : SOLEHAN ARIF, M.Pd alamat : JL Gatot Koco RT.001 RW.004 Dusun Nyabagan Kel. Kolpajung Kec. Pamekasan Kab. Pamekasan Unit Kerja : SDN Toket 2 Gur...

Selengkapnya
Navigasi Web

Hadits Hasan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kata hadits seringkali disebut juga dengan istilah khabar atau Sunnah. Hadits atau Sunnah merupakan sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur’an. Keduanya merupakan pedoman hidup yang mengatur segala tingkah laku dan perbuatan manusia. Al-Qur’an mempunyai kedudukan sebagai suatu yang mutlak kebenaran beritanya, sedangkan hadits Nabi belum dapat dipertanggungjawabkan periwayatannya, apakah berasal dari Nabi atau tidak.

Hadits mempunyai fungsi penting dalam menjelaskan setiap ayat-ayat al-Qur’an, baik ayat Muhkamat maupun Mutasyabihat. Sehingga hadits sangat perlu untuk dijadikan sebagai sandaran umat Islam dalam mempelajari/mendalami ajaran-ajaran agama Islam.

Dalam hadits ada yang dalam periwatannya telah memenuhi syarat-syarat tertentu untuk diterimanya sebagai sebuah hadits atau yang dikenal dengan hadits maqbul (diterima). Namun disisi lain terdapat hadits-hadits yang dalam periwayatannya tidak memenuhi kriteria-kriteria tertentu atau lebih dikenal dengan istilah hadits mardud (ditolak) atau bahkan ada yang palsu (maudhu’), hal ini dihasilkan setelah melakukan penyelidikan, pemeriksaan dan penelitian yang seksama tentang para rawinya serta segi-segi lainnya untuk menentukan diterima atau ditolaknya hadits tersebut.

Hal ini terjadi disebabkan keragaman orang yang menerima maupun meriwayatkan hadits Rasulullah. Berbagai macam hadits yang menimbulkan kontraversi dari berbagai kalangan. berbagai analisis atas kesahihan sebuah hadits baik dari segi putusnya Sanad dan tumpang tindihnya makna dari matan pun bermunculan untuk menentukan kualitas sebuah hadits.

Dilihat dari segi kualitas hadits, maka hadits bisa dikelompokkan menjadi tiga yaitu: hadits shahih, hadits hasan dan hadits dha’if. Namun dalam makalah ini, hanya akan membahas hadits hasan.

B. Rumusan Masalah

1. Definisi dan Kriteria Hadits Hasan

2. Macam-Macam Hadits Hasan

3. Kehujjahan Hadits Hasan

4. Kitab-Kitab yang Memuat Hadits Hasan

C. Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui Definisi dan Kriteria Hadits Hasan

2. Untuk Mengetahui Macam-Macam Hadits Hasan

3. Untuk Mengetahui Kehujjahan Hadits Hasan

4. Untuk Mengetahui Kitab-Kitab yang Memuat Hadits Hasan

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi dan Kriteria Hadits Hasan

1. Pengertian Bahasa dan Perkembangan Istilah Hadits Hasan

Menurut bahasa ialah:

ما تميل اليه النفس وترتاح اليه

Apa-apa yang dirindui oleh nafsu dan disenanginya.[1]

Dari segi bahasa, Hasan berasal dari kata al-Husna (الحسن), bermakna al-Jamal (الجمال) = Keindahan.[2] Hadits Hasan berarti sesuatu yang diinginkan dan menjadi kecendrungan jiwa dan nafsu.[3]

Menurut istilah Hadits Hasan ialah:

ما نقله عدل قليل الضبط متصل السند غير معلل ولا شاد

Artinya:

Hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan”.[4]

Menurut al-Turmudzi sebagaimana yang dikutip oleh Idri. Ia mendefinisikan hadits hasan dengan:

كل حديث يروى لا يكون فى اسناده من يتهم بالكَذب ولا يكون الحديث شاذا ويروى من غير وجه نحو ذلك.

tiap-tiap hadits yang pada sanadnya tidak terdapat periwayat yang tertuduh dusta, tidak terdapat kejanggalan dan diriwayatkan pula melalui jalan yang lain”.[5]

Jadi hadits hasan adalah hadits yang bersambung sanadnya, diriwayatkan oleh rawi yang adil, yang rendah tingkat kekuatan daya hafalnya, tidak rancu dan tidak bercacat.

2. Kriteria Hadits Hasan

a. Sanadnya bersambung.

Yang dimaksud dengan sanadnya bersambung adalah tiap-tiap periwayat dalam sanad hadits menerima riwayat hadits dari periwayat terdekat sebelumnya; keadaan itu berlangsung demikian sampai akhir sanad hadits itu. Persambungan sanad itu terjadi semenjak mukharrij hadits (penghimpun riwayat hadits dalam kitabnya) sampai pada periwayat pertama dari kalangan sahabat yang menerima hadits yang bersangkutan dari Nabi. Dengan kata lain, sanad hadits tersambung sejak sanad pertama (mukharrij hadits) sampai sanad terakhir (kalangan sahabat) hingga Nabi Muhammad, atau persambungan itu terjadi mulai dari Nabi pada periwayat pertama (kalangan sahabat) sampai periwayat terakhir (mukharrij hadits). [6]

b. Rawinya ‘adil.

Menurut Ibnu al-Sam’ani sebagaimana yang dikutip oleh Latief Mahmud bahwa seorang rawi dikatakan ‘adil bila memenuhi syarat sebagai berikut:

1) Selalu memelihara perbuatan taat dan menjauhi perbuatan maksiat.

2) Menjauhi dosa-dosa kecil yang dapat menodai agama dan memelihara sopan santun.

3) Tidak melakukan perbuatan mubah yang dapat menggugurkan iman kepada qadar dan mengakibatkan penyesalan.

4) Tidak mengikuti pendapat salah satu mazhab yang bertentangan dengan dasar syara’.

Sebagian ulama mengartikan keadilan dalam periwayatan hadits itu yaitu selalu berpegang teguh kepada syara’.[7]

c. Rawinya dhabith.

Untuk hadits shahih, para periwayatnya berstatus dhabith sedangkan hadits hasan diantara periwayatnya ada yang kurang dhabith. Secara sederhana kata dhabith dapat diartikan dengan kuat hafalan. Kekuatan hafalan di sini sama pentingnya dengan keadilanan terkait dengan kualitas intelektual.[8]

d. Tidak termasuk hadits syadz.

Kejanggalan suatu hadits terletak pada adanya perlawanan antara suatu hadits yang diriwayatkan oleh rawi yang makbul (yang dapat diterima periwayatannya) dengan hadits yang diriwayatkan rawi yang lebih rajih (kuat) dari padanya. Disebabkan karena adanya kelebihan jumlah sanad atau kelebihan dalam bidang ke-dhabith-an rawinya.

e. Tidak terdapat illat (cacat).

illat hadits ialah suatu penyakit yang samar-samar yang dapat menodai keshahihan suatu hadits seperti meriwayatkan suatu hadits secara muttasil (bersambung sambung sanadnya) terhadap hadits munqathi’ (gugur salah seorang rawinya). Demikian juga hadits yang mendapt sisipan terhadap matannya.[9]

Jadi Kriteria hadits hasan hampir sama dengan kriteria hadits shahih. Perbedaan hanya terletak pada sisi ke-dhabith-annya. Hadits shahih ke-dhabith-an seluruh perawinya harus tamm (sempurna). Sedangkan dalam hadits hasan, kurang sedikit ke-dhabith-annya jika dibandingkan dengan hadits shahih.[10]

3. Peran al-Turmudzi dalam memperkenalkan Hadits Hasan

Ketika berbicara mengenai sejarah pengklasifikasian kualitas hadits kebanyakan dari para ahli hadits muta’akhirin di dalam kitab-kitab ilmu hadits karangan mereka berpendapat bahwa sebelum masa Imam Abu Isa Al-Turmudzi (w. 279 H), istilah hadits sebagai salah satu bagian dari pengklasifikasian kualitas hadits belum dikenal di kalangan para ulama ahli hadits.

Ulama yang mula-mula memakai istilah hadits hasan ini ialah Abu Isa Al-Turmudzi. Menurut Taqiyudin Ibnu Taimiyah bahwa para ulama sebelum Al-Turmudzi membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits shahih dan hadits dha’if.[11] Kemudian hadits dha’if dibagi dua macam, yaitu dha’if yang tidak tercegah pengamalannya dan dha’if yang wajib ditinggalkan. Barangkali dha’if pertama menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi.

Menurut An-Nawawi dalam At-Taqrib sebagaimana yang dikutip oleh Abdul Majid Khon, kitab Al-Turmudzi pertama kali yang memunculkan hadits hasan, yang memperkenalkannya dan banyak menyebut dalam kitabnya, walaupun secara terpisah ditemukan pada sebagian syaikh pada generasi sebelumnya.[12]

B. Macam-Macam Hadits Hasan

1. Macam-Macam Hadits Hasan

Sebagaimana hadits shahih yang terbagi menjadi dua macam, hadits hasan pun terbagi menjadi dua macam, yaitu hasan lidzatih dan hasan lighayrih.

a. Hadits hasan lidzatih adalah hadits hasan dengan sendirinya. Karena telah memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.[13]

Jadi yang dimaksud dengan Hadits hasan lidzatih adalah hadits yang bersambung sanadnya dengan nukilan orang yang adil tetapi kurang dhabith-nya, tidak mempunyai kejanggalan dan tidak mempunyai penyakit.

Hadits hasan lidzatih ini bisa naik derajat atau kualitasnya menjadi hadits shahih lighayrih, apabila ditemukan adanya hadits lain yang menguatkan kandungan matan-nya atau adanya sanad lain yang meriwayatkan matan hadits yang sama, sebagai tabi’ atau syahid.[14]

b. Hadits hasan lighayrih

Untuk hadits hasan lighayrih ada beberapa pendapat, diantaranya adalah sebagai berikut:

هو الحديث الضعيف اذا روى من طريق أخرى مثله أوأقوى منه.

Adalah hadits dha’if jika diriwayatkan melalui jalan (sanad) lain yang sama atau lebih kuat.

هو الضعيف اذا تعددت طرقه ولم يكن سبب ضعفه فسق الراوى أوكذبه

Adalah hadits dha’if jika berbilangan jalan sanadnya dan sebab kedha’ifannya bukan karena fasik atau dustanya perawi.[15]

Dari dua definisi di atas, penulis dapat memberikan definisi bahwa Hadits hasan lighayrih adalah hadits dha’if yang didalam sanadnya terdapat orang yang tidak diketahui kedaannya dan tidak dapat dipastikan keahlianya atau sanadnya terputus, tetapi ia bukan seorang yang sangat lalai dan banyak lupa terhadap apa yang diriwayatkan atau hafalannya kurang, tidak tertuduh dusta dan tidak pula karena suatu sebab ia tertuduh fasik.

Pada asalnya hadits tersebut berkualitas dha’if tetapi karena adanya sanad lain yang shahih yang meriwayatkan matan yang sama, maka kualitas hadits dha’if tersebut terangkat menjadi hadits hasan lighayrih.[16]

2. Perbedaan Pokok dan Contoh Hadits Shahih dan Hasan

Hadits hasan pada dasarnya adalah hadits musnad (sanadnya bersambung kepada Nabi), diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil (misalnya tidak tertuduh pendusta), tidak mengandung syadz ataupun ‘illat, tetapi di antara periwayatnya dalam sanad ada yang kurang dhabith.[17] Hadits shahih dan hadits hasan keduanya memenuhi seluruh kriteria kecuali yang berkaitan dengan kekuatan daya hafal (dhabith). Hadits shahih diriwayatkan oleh rawi yang sempurna daya hafalnya yakni kuat hafalannya dan tinggi tingkat akurasinya, sedangkan rawi hadits hasan adalah rendah tingkat daya hafalnya.[18]

a. Contoh Hadits Hasan

Diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari Abu Hurairah

لولا أن أشق على أمتى لأمر تهم بالسواك عند كل صلاة

Sekiranya tidak memberatkan umatku, tentu aku memerintahkan mereka menggosok gigi setiap akan melakukan shalat.[19]

Hadits ini hasan yang diriwayatkan oleh Al-Turmudzi dari jalan Muhammad bin Amir (yang tidak begitu kuat ingatannya) dari Salamah dari Abu Hurairah maka riwayatnya dipandang Hasan.

b. Contoh Hadits Shahih

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dari Abu Hurairah

عن أبي هريرة رضي الله عنه : قل : قل رسول الله صلى الله عليه وسلم : (لولا أن أشق على أمتي ‘أوعلى الناس’ لأمر تهم باالسواك مع كل صلاة). ] رواه البخاري: 887 [

Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., dia berkata: Rasulullah Saw. Pernah bersabda, “Seandainya aku tidak khawatir akan memberatkan umatku atau umat manusia, niscaya aku perintahkan mereka bersiwak setiap kali hendak melakukan Shalat.” [20]

Hadits ini apabila diriwayatkan oleh Bukhari maka hadits ini Shahih dengan sendirinya karena beliau meriwayatkan dari jalan Al-A’raj bin Hurmuz dari Abu Hurairah.

C. Kehujjahan Hadits Hasan

1. Kehujjahan dari segi wurud dan dalalah

Menurut seluruh fuqaha, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di bawah hadits shahih. Demikian pula pendapat kebanyakan Muhadditsin dan ahli ushul.[21] kecuali sedikit dari kalangan yang sangat ketat dalam mempersyaratkan penerimaan hadits (musyaddidin). Bahkan sebagian muhadditsin yang mempermudah dalam persyaratan shahih (mutasahilin) memasukkannya ke dalam hadits shahih, seperti Al-Hakim, Ibnu Hibban, dan Ibnu Khuzaimah.[22]

2. Persamaan dan Perbedaan Kehujjahan hadits shahih dan hasan

a. Persamaan kehujjahan hadits shahih dan hasan

Sebagaiman hadits hasan, hadits shahih dapat dijadikan hujjah untuk menetapkan syari’at Islam baik hadits itu ahad terlebih yang mutawatir.[23] Mengenai kehujjahan hadits shahih, dikalangan ulama tidak ada perbedaan tentang kekuatan hukumnya, terutama dalam menentukan halal dan haram (status hukum) sesuatu. Hal ini didasarkan pada firman Allah dalam Surah al-Hasyr: 59

وما اتكم الرسول فخدوه وما نهكم عنه فانتهوا واتقواالله ان الله شديد العقاب.

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukumannya”.[24]

Jadi hadits shahih dan hadits hasan didalam berargumentasi hukumnya sama sekalipun dari sisi kekuatannya hadits hasan berada dibawah hadits shahih. Oleh karena itulah, semua ahli fiqih menjadikannya sebagai hujjah dan mengamalkannya.

b. Perbedaan kehujjahan hadits shahih dan hasan

Hukum hadits hasan dalam hal fungsinya sebagai hujjah dan implementasinya adalah sama seperti hadits shahih, meskipun kualitasnya di bawah hadits shahih. Hanya saja, jika terjadi pertentangan antara hadits shahih dengan hadits hasan, maka harus mendahulukan hadits shahih, karena tingkat kualitas hadits hasan berada di bawah hadits shahih.[25] Hal ini merupakan konsekuensi logis dari dimensi kesempurnaan ke-dhabith-an perawi hadits hasan nilainya memang kurang jika dibandingkan dengan perawi hadits shahih, karena ke-dhabith-an para perawi hadits shahih sangat sempurna (tamm).

Hadits shahih itu ada yang mutawatir dan ada juga yang ahad. berbeda dengan hadits hasan, hadits hasan tidak ada yang berstatus mutawatir kesemuanya berstatus ahad baik ahad yang masyhur. aziz, maupun gharib, sehingga status kehujjahannya juga tidak sama persis dengan hadits shahih.[26]

D. Kitab-Kitab Hadits Hasan

Diantara kitab-kitab yang memuat hadits hasan adalah sebagai berikut:

1. Jami’ Al-Turmudzi (Sunan Al-Turmudzi)

Kitab ini yang mencuatkan pertama kali istilah hadits hasan, karena semula hadits dari segi kualitasnya hanya dua, yaitu hadits shahih dan dha’if. Kemudian setelah mempertimbangkan cacat sedikit saja, misalnya dhabith yang kurang sempurna dimasukkan ke dha’if, maka diambil jalan tengah, yaitu hadits hasan.[27]

2. Sunan Abu Dawud

Abu Dawud mengatakan bahwa saya telah menghafal dari Rasulullah SAW sebanyak 500.000 hadits. Saya pilih diantaranya 4800 hadits dan saya masukkan kedalam Sunan.[28] Didalamnya terdapat hadits shahih, hasan, dan dha’if dengan dijelaskan kecacatannya. Hadits yang tidak dijelaskan ke-dha’if-annya dan tidak dinilai ke-shahih-annya oleh para ulama dinilai hasan oleh Abu Dawud.[29]

3. Sunan Ad-Daruquthni

Daruquthni adalah seorang ahli hadits terkenal yang dijuluki dengan al-Hafiz (ahli hadits yang hafal 100.000 buah hadits). Nama lengkapnya adalah Abu al-Hasan ‘Ali Ibnu Ahmad Ibnu Mahdi Ibnu Mas’ud Ibnu al-Nu’man Ibnu Dinar Ibnu Abdullah al-Baghdadi. Ia lahir pada 306 H atau 918 M di Dar al-Quthn, sebuah perkampungan di Baghdad, dan kepada nama kampung itu ia dihubungkan dengan kitabnya Sunan Daruquthni. Yang mana di dalamnya banyak dijelaskan hadits hasan.

4. Sunan al-Darami

5. Al-Muntaqa

6. Musnad Ahmad.[30]

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Hadits hasan adalah hadits yang dinukilkan oleh seorang yang adil, tak begitu kokoh ingatannya, sanadnya bersambung, dan tidak terdapat ‘illat serta kejanggalan.

2. Kriteria Hadits Hasan: Sanadnya bersambung, Rawinya adil, Rawinya dhabith (Ke-dhabith-an rawi di sini tingkatannya dibawah ke-dhabith-an rawi hadits shahih, yakni kurang sempurna ke-dhabith-annya), Tidak termasuk hadits syadz, Tidak terdapat ‘illat (cacat).

3. Para ulama sebelum Al-Turmudzi membagi hadits kepada dua bagian saja yaitu: hadits shahih dan hadits dha’if. Kemudian hadits dha’if dibagi dua macam, yaitu dha’if yang tidak tercegah pengamalannya dan dha’if yang wajib ditinggalkan. Barangkali dha’if pertama menurut ulama dahulu inilah yang disebut hasan oleh Al-Turmudzi.

4. Macam-Macam Hadits Hasan: Hadits hasan lidzatih dan hasan lighayrih

5. Kehujjahan hadits hasan: Menurut seluruh fuqaha, hadits hasan dapat diterima sebagai hujjah dan diamalkan walaupun kualitasnya di bawah hadits shahih. Demikian pula pendapat kebanyakan Muhadditsin dan ahli ushul juga mengamalkannya.

6. Kitab-kitab hadits hasan: Jami’ Al-Turmudzi (Sunan Al-Turmudzi), Sunan abu dawud, Sunan Ad-Daruquthni, Sunan al-Darami, Al-Muntaqa, Musnad Ahmad.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami berisikan tentang Hadits Hasan dan Problematikanya dan. Makalah inipun tak luput dari kesalahan dan kekurangan maupun target yang ingin dicapai. Adapun kiranya terdapat kritik, saran maupun teguran digunakan sebagai penunjang pada makalah ini. Sebelum dan sesudahnya kami ucapkan terima kasih.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Habra. 2008. Al-Qur’an Terjemahan dan Transliterasi. Bandung: Fajar Utama Madani.

Al-Maliki, Muhammad Alawi. 2012. Ilmu Ushul Hadis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Az-Zabidi, Imam. 2002. Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari. Jakarta: Pustaka Amani.

Idri. 2010. Studi Hadis. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

‘Itr, Nuruddin. 2014. ‘Ulumul Hadis. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Khaerumam, Badri. 2010. Ulum Al-Hadis. Jawa Barat: CV Pustaka Setia.

Khon, Abdul Majid. 2012. Ulumul Hadis. Jakarta: Amzah.

Mahmud, Latief. 2004. Ulumul Hadis. Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Pamekasan.

[1]Latief Mahmud, Ulumul Hadis (Pamekasan: Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri, 2004), 69.

[2]Abdul Majid Khon, Ulumul Hadis (Jakarta: Amzah, 2012), 66.

[3]Idri, Studi Hadis (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), 158.

[4]Badri Khaeruman, Ulum Al-Hadis (Jawa Barat: Pustaka Setia, 2010), 123.

[5]Idri, Studi Hadis, 159.

[6]Idri, Studi Hadis., 160.

[7]Latief, Ulumul Hadis.,61.

[8]Idri, Studi Hadis.,164.

[9]Latief, Ulumul Hadis.,62.

[10]Abdul, Ulumul hadis, 67.

[11]Latief, Ulumul Hadis, 68.

[12]Abdul, Ulumul Hadis, 70.

[13]Ibid, 68.

[14]Idri, Studi Hadis, 173.

[15]Abdul, Ulumul Hadis, 68.

[16]Idri, Studi Hadis, 174.

[17]Ibid, 159

[18]Nuruddin ‘Itr, ‘Ulumul Hadis (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2014), 266.

[19]Latief, Ulumul Hadis, 70.

[20]Imam Az-Zabidi, Ringkasan Hadis Shahih Al-Bukhari (Jakarta: Pustaka Amani, 2002), 235.

[21]Nuruddin, ‘Ulumul Hadis, 268.

[22]Abdul, Ulumul Hadis, 69.

[23]Idri, Studi Hadis, 175.

[24]Al-Habra, Al-Qur’an Terjemahan dan Transliterasi (Bandung: Fajar Utama Madani, 2008), 1041.

[25]Muhammad, Ilmu Ushul Hadis, 60.

[26]Idri, Studi Hadis, 176.

[27]Abdul, Ulumul Hadis, 71.

[28]Latief, Ulumul Hadis, 73.

[29]Abdul, Ulumul Hadis, 71.

[30]Latief, Ulumul Hadis, 73.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen ulasannya, Pak. Salam literasi!

10 Oct
Balas

Mohon kritik dan sarannya pak Dede Saroni. Salam literasi juga pak

10 Oct
Balas



search

New Post