Langkah-Langkah Metode Tafsir Muqarin
Langkah-Langkah Metode Tafsir Muqārin
1. Perbandingan ayat dengan ayat
Perbandingan pada aspek ini dapat dilakukan pada semua ayat, baik pemakaian mufrodat, urutan kata, maupun kemiripan redaksi. Semua itu dapat dibandingkan. Jika yang akan dibandingkan adalah kemiripan redaksi misalnya, maka langkah-langkah yang dapat ditempuh adalah:
a. Mengidentifikasi dan menghimpun ayat al-Qur’ān yang redaksinya mirip; sehingga diketahui mana yang mirip mana yang tidak.
b. Membandingkan antara ayat yang redaksinya mirip, yang membicarakan kasus yang sama, atau dua kasus yang berbeda dalam satu redaksi yang sama.
c. Perbedaan yang terkandung dalam berbagai redaksi yang mirip, baik perbedaan tersebut mengenai konotasi ayat maupun redaksinya, seperti berbeda dalam menggunakan kata dan susunannya dalam ayat dan sebagainya.
d. Membandingkan antara berbagai pendapat para mufassir tentang ayat yang dijadikan objek tafsir.[1]
2. Perbandingan ayat dengan hadits
Perbandingan dalam aspek ini terutama dilakukan terhadap ayat-ayat al-Qur’ān yang tampak fakta lahirnya bertentangan dengan hadits Nabi Saw yang diyakini shahih. Itu berarti hadits-hadits dhaif tidak perlu dibandingkan dengan al-Qur’ān karena level dan kondisinya tidak seimbang. Jadi hanya hadits shahih saja yang dikaji dalam aspek ini dan dibandigkan dengan ayat al-Qur’ān. Dalam hal ini langkah-langkah yang ditempuh sebagai berikut:
a. Menghimpun ayat-ayat yang pada lahirnya bertentangan dengan hadits-hadits Nabi Saw; baik ayat-ayat tersebut memiliki kemiripan redaksi dengan ayat-ayat lain atau tidak.
b. Menbandingkan dan menganalisis pertentangan yang dijumpai di dalam kedua redaksi ayat dengan hadits tersebut.
c. Membandingkan pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan ayat dan hadits tersebut.[2]
3. Perbandingan Pendapat Mufassir
Apabila yang dijadikan sasaran pembahasan adalah pendapat para ulama tafsir dalam menafsirkan suatu ayat, maka langkah-langkah yang ditempuh adalah sebagai berikut:
a. Menghimpun sejumlah ayat al-Qur’ān yang dijadikan objek studi tanpa menoleh pada redaksinya; mempunyai kemiripan atau tidak.
b. Melacak berbagai pendapat ulama tafsir dalam menafsirkan ayat-ayat tersebut.
c. Membandingkan pendapat-pendapat mereka untuk mendapatkan informasi berkenaan dengan identitas dan pola berpikir dari masing-masing mufassir.[3]
Dengan menerapkan metode perbandingan seperti di atas, maka dapat diketahui kecenderungan dari para mufassir, aliran apa saja yang mempengaruhi mereka dalam menafsirkan al-Qur’ān, apakah Ahlu al-Sunnah, Mu’tazilah, Khawarij, Syi’ah dan sebagainya. Begitu pula dapat diketahui beragam keahlian yang dimiliki oleh setiap mufassir.
[1]Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’ān: Kajian Kritis Terhadap Ayat-Ayat yang Beredaksi Mirip (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998), 64-65.
[2]Arie Machlina Amri,”Metode Penafsiran al-Qur’ān”, dalam INSYIRAH, Jurnal Ilmu Bahasa Arab dan Studi Islam, (Vol 2, No 1, Juni 2014), 17. Dapat diakses pada http://Insyirah.arie+machlina+amri+metode+penafsiran=alquran/
[3]Malik Ibrahim,”Corak dan Pendekatan Tafsir al-Qur’ān”, dalam Sosio-Religia, (Vol 9, No 3, Mei 2010), 649. Dapat diakses pada http://document.tips/corak-dan-pendekatan-tafsir-al-quran.html.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen ulasannya, Bunda. Salam literasi!
Terima kasih pak, saya bapak pak, bukan ibu