Deru motor bututku dan semilir angin yang berhembus mengantarku ke SMP 42 Kota Semarang.Suasana lengang yang kudapatkan dihalaman depan sekolah tidak menghambat langkahku sebagai Ketua Komite Sekolah memasuki ruang bapak Drs. Mohamad Hadi Utomo, M.Pd Kepala Sekolah SMP 42. Dengan senyum khasnya beliau menyambutku, mempersilahkan aku duduk karena ternyata didalam ruangan ada pengawas yang sedang bincang bincang dengan beliau tentang persiapan UNBK yang akan diselenggarakan mulai 23 Mei 2018.

Tak lama kemudian aku sudah duduk memimpin rapat bersama ketua panitia perpisahan siswa siswi SMP 42 bapak Djatmiko beserta ketua paguyuban untuk membicarakan banyak hal termasuk sumbangan orang tua murid untuk membuat acara perpisahan yang rencananya dilaksanakan di hotel sukses. Sebagai orang tua yang putra putrinya mengukir sejarah sebagai angkatan pertama tentu kami tak ingin perpisahan terselenggara secara sembrono dan sembarangan.

Setelah acara usai kepala sekolah masuk untuk mengucapkan terima kasih kepada semua orang tua yang telah berpartisipasi dan mau secara sukarela menyisihkan sedikit rejekinya untuk memberi sumbangan demi suksesnya acara yang digagas oleh orang tua murid.Disaat itulah aku teringat bahwa di tas ada dua buku “Mengais Puisi HeniYang Terserak” dan kutawarkan kebeliau saat usai berbicara.

“Pak... maaf saya mau jual buku kebapak mau nggak,?”

“Buku apa ya ,?” tanya beliau ramah

“Buku pertama saya pak, saya jual kebapak hanya tiga puluh ribu, tapi syaratnya harus uang pas, saya tidak mau memberi uang kembalian dan harus uang pribadi bapak,” sahutku dengan dada berdebar

“Siap... “ sahut pak Hadi sambil menerima buku dariku.

Kemudian kami foto bersama dan pak Hadi beranjak dari kursinya.Ketika akan mengekor beliau langkahku terhenti karena sapaan dari pak Djatmiko.

“Pak Sonny saya juga mau bukunya tapi harus ada tanda tangan dan kata kata dari penulisnya”.

Dengan cepat kubuka tasku lalu kuserahkan ke pak Djatmiko setelah kububuhi tanda tangan dan sedikit kata yang kutulis dihalaman ke dua.Sesaat kemudian pak Djat meletakkan uang seratus ribu dimeja. Sontak aku kaget dan berkata ke beliau bahwa saya ingin uang pas. Pak Djat menarik uangnya dan ada hal yang menggelikan dimana ketika pak Djat menukarkan uangnya kepada seorang ibu ternyata kurang lima ribu, karena ketika menukarkan ke pak Shokib bendahara panitia ternyata uang yang ditukar tidak ada.Kamipun berfoto bersama.

Setelah menerima uang dari pak Djatmiko aku kembali keruang kepala sekolah untuk berpamitan dan meminta uang penjualan bukuku.Aku terpana dan hampir tak percaya ketika dua lembar ratusan ribu disodorkan padaku.

“Maaf pak ini benar,?” tanyaku tak yakin

“Betul pak ini sebagai apresiasi saya karena disekian banyak kesibukan bapak masih bisa menerbitkan buku, saya juga minta tanda tangannya pak,” jawabnya kalem.

Aku beranjak dengan perasaan bangga dan haru karena pak Hadi Utomo telah mengukir sejarah sebagai Kepala Sekolah SMP pertama se Indonesia yang memiliki bukuku dengan membelinya seharga duaratus ribu rupiah. Menurutku sebuah harga yang spektakuler dan cukup mahal,bahkan lebih mahal dari pembeli pertama bukuku pak Suparwito seharga seratus lima puluh ribu rupiah.

Ku stater motor jadulku setelah berpamitan ke pak Hadi yang mengantarku sampai halaman depan.Teriknya mentari yang membakar kulitku tak kurasakan, angin yang mendengus gersangpun tak kuacuhkan dan ditengah deru laju motorku yang terus melaju aku berbisik lirih..... “Alhamdulilah..... terima kasih ya Allah......

🌼🌾🌼🌾🌼🌾🌼🌾

☆┈°»̶•̵̌❄🌸❄•̵̌«̶°☆

♫♪*Sonny Sendu ♫♪*

☆°»̶•̵̌❄🌸❄•̵̌«̶°☆

🌼🌾🌼🌾🌼🌾🌼🌾