Suprapti Prapti

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

TERJEBAK DI SARANG CORONA

#TANTANGAN GURUSIANA HARI KE 67

TERJEBAK DI SARANG CORONA

Baru kali ini aku merasakan ketakutan yang luar biasa dalam hidupku, mungkin begini rasanya ikut dalam sebuah pertempuran besar, pada waktu kita terjebak oleh musuh dan berada di dalam tempat yang sudah dikuasai musuh, maju kena karena akan dihancurkan musuh, mundur juga kena karena akan ditembak oleh musuh, yang bisa dilakukan dalam situasi seperti itu pasti hanya diam, bertahan dan mencoba berpikir cerdas. Namun bagiku hari ini aku nggak bisa berpikir cerdas, nggak bisa tenang. Nggak bisa berpikir yang adem, yang aku rasakan hanyalah ketakutan yang luar biasa, galau, setres, sehingga membuat aku sulit bernafas,

Ceritanya, semenjak ayahku meninggalkan kami lima bulan yang lalu menghadap Illahi, ibuku benar-benar down, sangat terpukul dan sangat kehilangan ayahku, bagi ibuku, ayahku adalah satu satunya teman hidupnya yang sangat pengertian, sabar dan mengalah. Ayahku adalah tipe orang yang super duper sabar, dan tidak pernah banyak berbicara. dalam keadaan sesulit dan sesedih apapun ayahku hanya bisa diam seribu bahasa, hal yang paling aku ingat dari almarhum ayahku adalah seorang ayah yang tidak pernah mengeluh walau kesakitan yang teramat parah. Sehingga ketika ayahku pergi ibuku langsung shok, sudah lima bulan ini ayahku pergi dan selama lima bulan ditinggalkan oleh ayahku, ibuku sudah lima kali masuk rumah sakit menurut analisa medik ibuku, tidak ditemukan adanya indikasi penyakit, namun yang menjadi pertanyaan dokter adalah mengapa sel darah merahnya setiap bulan selalu habis, karena HB normal seorang manusia itu antara 12-14, namun Hb Ibuku hanya sekitar 4-6 sehingga ibuku sering merasa nggliyeng, sempoyongan karena kekurangan darah, menurut analisaku penyakit yang diderita ibuku berasal dari pikiran dan hatinya yang terlalu bersedih, terlalu nelongso,terlalu mengeluh dan merasa sendiri itulah penyebab sakitnya sekarang. Jadi penyakit Ibuku itu berasal dari pikirannya sendiri dari masalah yang menjadi beban di hatinya. Dan akibatnya setiap bulan ibuku harus mendapatkan tranfusi darah, Dan kami lima bersaudara biasanya hanya bisa menunggu Ibuku secara bergantian dan selama ini tidak ada masalah.

Diantara keempat saudaraku, aku adalah anak sulung yang kebetulan rumahku paling dekat dengan ibuku sehingga setiap hari aku bisa menjenguk ibuku untuk selalu mengingatkan tentang makan bergizi yang wajib di konsumsi,supaya kondisi darahnya selalu stabil. Sayangnya namanya orang tua, mungkin karena sudah banyak kenikmatan raganya yang semakin berkurang sehingga makan tidak enak tidur tidak nyenyak, badan juga selalu merasa kurang fit. Akhirnya setiap bulan ibuku harus di transfusi.

Selama muncul wabah covid 19, aku selalu mengingatkan ibuku untuk menjaga imunitas tubuhnya agar senantiasa sehat agar tidak terulang di transfusi seperti pada bulan bulan sebelumnya. Jujur kami berlima sangat trauma dan rasanya sangat takut jika pada musim wabah seperti ini kami harus menunggu ibuk di rumah sakit atau bahkan bermalam di rumah sakit. Karena setiap bulan sudah dapat di pastikan bahwa kami selalu bergantian menjaga ibuk di rumah sakit sekitar tiga sampai empat hari ketika menjalani proses transfusi.

Hal yang aku takutkan akhirnya terjadi. Pada hari sabtu kemarin Ibuku sudah mulai lemes, gliyeng dan sempoyongan, wajahnya pucat pasi dan saya sudah menebak bahwa HBnya turun lagi dan harus segera di bawa ke rumah sakit. Menunggui Ibuk di rumah sakit dalam keadaan merebaknya wabah covid 19 yang merajalela tanpa pandang bulu, membutuhkan nyali yang luar biasa. Dan aku harus berada disana ke tempat yang seharusnya tidak boleh aku datangi, tapi apa mau di kata aku harus melawan rasa antara kekhawatiranku terhadap kesehatan ibuku dan merebaknya wabah Covid 19. Hanya dengan memohon perlindungan dari Allah SWT aku menunggui Ibuku dihari kedua dan keempat hari ini, hal itu kami lakukan karena kami bergantian menjaga dengan adik adikku.

Pagi pagi aku sudah berangkat ke rumah sakit, karena menggantikan adik iparku yang menjaga malam hari, kasihan karena peraturan rumah sakit selama ada wabah Covid 19 ini melarang pasien untuk dijaga lebih dari satu orang dan melarang tidak menjenguk pasien demi keselamatan. Memasuki halaman dan koridor rumah sakit saja sudah membuat bulu kudukku merinding karena sunyi senyap, di tambah isu covid 19 ini membuat banyak orang yang enggan membawa keluarganya yang sakit ke rumah sakit . Kebetulan rumah sakit tempat ibuku di rawat adalah rumah sakit rujukan pasien yang dalam pengawasan covid 19 sehingga semakin membuat takut untuk kesana.

Setelah agak lama menunggu di luar akhirnya adik iparku muncul memberikan kalung tanda pengenal penunggu pasien kepadaku. Sambil berkata” mbak ibuk badhe di pindah dateng ruang lintune, amargi ruangan ingkang kolo wingi dipun sterilaken damel pasien khusus covid”. ( Mbak Ibuk mau dipindahkan ke ruang lainnya sebab kamar yang ibuk tempati dikosongkan mau di sterilkan khusus untuk pasien Covid ) …mak deg, aku mendengarnya aku semakin galau dan gamang, jujur aku sangat takut dan tidak ingin berada didalam situasi dan tempat seperti ini namun apa boleh di kata Ibukku berada di dalam sana sendirian, akhirnya kukuatkan tekatku untuk melangkah menyusuri koridor rumah sakit dengan tetap berdoa kepada Allah SWT Sang Maha pemberi perlindungan.

Sesampai di kamar Ibuk aku bosa-basi sebentar menanyakan keadaan Ibuk karena aku melihat banyak perawat yang hilir mudik memindahkan pasien lainnya ke ruang sebelah, dan aku ikut memindahkan barang barang Ibuk. Pikiranku sudah mulai tidak tenang tidak seperti biasanya tampak kesibukan yang luar biasa dari semua pegawai rumah sakit, semua barang wajib di kosongkan sehingga seperti boyongan (pindahan rumah ) pokoknya barang-barang hanya diletakkan begitu saja, tetapi yang membuat pasien semakin stres adalah bunyi tabung oksigen dan benda benda yang berat di seret dengan teriakan teriakan pegawai yang memindahkan bad tempat tidur membuat aku semakin bingung. Aku merasakan berada di situasi begini dihadapanku sedangkan posisi Ibuku masih di imfus, ingin rasanya ibuku segera aku ajak pulang untuk keluar dari situasi ini. Akhirnya setelah menunggu dokter datang dan aku berkonsultasi dengan dokter serta memohon agar kami bisa pulang karena takut dengan keadaan di rumah sakit saat ini,serta melihat kepanikan rumah sakit membuat aku sangat tidak nyaman, sehingga dokter memperbolehkan Ibuku pulang, namun proses kepulangannya ini lho yang juga bikin stres, karena selama menunggu penyelesaian administrasi sudah ada beberapa kali mobil jenasah dengan sirine khasnya yang keluar masuk di kawal Polisi, dengan sopir dan petugas rumah sakit semuanya menggunakan baju APD (alat Pelindung Diri) inilah yang semakin membuat nyaliku ciut. Hujan yang sangat deras ditambah mendung gelap telah menyempurnakan keteganganku sore ini, mau maju kena mundurpun kena. Tetap bertahan di rumah sakit berarti berdekatan dengan pasien Covid, mau pulang nunggu proses penyelesain admin yang super lama dan ruwet. Aku benar benar tidak sabar ingin aku bantu perawat menyelesaikan adminnya biar secepatnya aku pergi dari sini. Namun hampir lima jam kami bertahan di rumah sakit hanya menunggu penyelesaian administrasi. Ya Allah lindungi kami Ya Rabb, akhirnya pada pukul 15.00 setelah berkali kali aku menanyakan ke loket pembayaran ,selesai juga proses penyelesaian adminnya, dan ketika perawat menjelaskan semuanya aku cuma iya-iya saja karena hatiku terlanjur gemes. Tanpa naik kursi roda Ibuku kuapit tangannya dengan kuat aku takut ibuk belum cukup kuat berjalan menuju tempat parkir, karena kalau menunggu kursi roda , kami akan menunggu lagi cukup lama, dan aku sudah merasakan sesak nafas karena aku mensafety tubuhku cukup berlapis lapis masker yang aku gunakan rangkap dua, pakaian hijab syar’I, celana panjang dan kaus kaki, tidak lupa sepatu boot sebatas lutut sebagai salah satu perlindunganku, termasuk kaca mata. Hehehe makanya aku sulit bernafas dengan mondar mandir sendiri ngurus penyelesaian admin mungkin karena safety ku yang berlapi lapis sangat bertolak belakang dengan keadaan sore itu yang mengharuskan aku mondar mandir mengurus penyelesaian admin, namun akhirnya aku bisa keluar dari sarang corona, pulang ke rumahku langsung mandi dengan bersih dan mengganti baju safety dengan baju longgar Semoga Ibukku semakin sehat di tengah maraknya wabah ini aku menutup sore dalam doaku.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post