Sri dewi Angkat

Lahir tahun 1962 bulan Juni 12 di Sidikalang Pendidikan, SD, MTs, PGAN, di Sidikalang Sarmud Administrasi Pendidikan di Arraniri Banda Aceh Sarja...

Selengkapnya
Navigasi Web

Tagursiana hari ke 28

Bentakan Terakhir

Henni terdiam mendengar bentakan suaminya. Hanya karena rambut gugur yang berserak di lantai suaminya sudah membentaknya padahal rencananya setelah mengenakan jilbab Dengan hati yang sangat sakit, dikumpulkannya rambutnya gugur yang berjatuhan di lantai. Lumayan banyak. Setelah terkumpul dijumputnya rambut itu dan memilinnya agar terkumpul kemudian memasukkannya ke dalam plastik khusus tempat rambut gugur.

"Jorok kali " repet suaminya. Henni tak bereaksi. Henni melanjutkan memakai jilbab, merapikannya lalu mematut diri melalui cermin. Setelah merasa dirinya sudah rapi, Henni keluar dari kamar. Budi suaminya mengikutinya sambil berkata,

"Dasar penjorok. Malas" Lanjut suaminya. Henni tetap diam. Henni mencoba untuk bersabar entah sampai kapan. Kejadian seperti ini sering terjadi. Pak Budi marah-marah hanya karena hal sepele. Yang jelas, Henni jangan sampai berbuat kesalahan atau khilap. Sendok jatuh ke lantai saja bisa jadi sumber repetan berkepanjangan, lalu didiamkan berhari-hari kemudian diungkit lagi suatu waktu dengan kata-kata yang menyakitkan hati.

Sebenarnya Henni hampir tak tahan. Hatinya sering sakit dan merasa tertekan. Bersyukur Henni adalah karyawati pada sebuah perusahaan membuat dirinya bisa menghibur diri di kantor bersama teman-temannya. Henni juga tak pernah bercerita kepada orang lain tentang sifat suaminya karena sejujurnya Budi suaminya, sangat baik jika Henni tidak berbuat kesalahan.

Jika hati Henni sedang tenang, dia akan memaklumi sifat suaminya yang mudah marah. Mungkin karena hingga saat ini mereka belum punya keturunan padahal usia pernikahan mereka sudah 5 tahun. Tapi jika sedang dongkol Henni terkadang ingin juga membalas omelan suaminya. Namun Henni segera istighfar untuk dapat bersabar agar tidak membuat kesalahan fatal kepada suaminya dengan cara membentak.

Sambil mengendarai motor matic kesayangannya, Henni berusaha bernyanyi dengan lagu suka hati tanpa lirik, namun mampu menghibur hatinya yang agak kacau karena masih mengingat peristiwa rambut tadi. Tetiba muncul rasa benci kepada suaminya. Ingin ia meludahi wajah suaminya karena kesalnya. Terlalu sering ia dibentak dan dimaki. Henni merasa dirinya sangat bodoh karena tak mau melawan atau berontak. Henni terlalu pasrah sehingga suaminya seakan tak punya perasaan. Henni segera istighfar ketika motornya terguncang keras lalu mengucap syukur ketika menyadari motornya telah lewat lobang agak dalam sehingga ia tersadar bahwa ia sedang melamun dan tak lama kemudian telah tiba di kantornya.

Di ruangannya yang sejuk, Henni merasa sangat nyaman. Walau ia hanya staf biasa, tapi tak ada orang yang pernah memakinya. Pernah ia berbuat kesalahan saat mengerjakan yang ditugaskan oleh atasannya, tetapi Henni tidak ada mendapat bentakan, apalagi makian. Jauh beda dengan di rumahnya. Walau kesalahan tak disengaja, bentakan dan makian sering ia dapatkan. Henni menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ada rasa lega dalam hatinya ketika tatapannya lurus menatap langit yang biru.

Henni sedang berkemas hendak pulang ketika gawainya bergetar. Diangkatnya sambil melihat nama yang memanggil, ternyata dari suaminya. Jantungnya berdetak kencang. Henni mengucap salam dengan gugup namun suaminya tak membalas bahkan langsung memerintah agar segera pulang karena suaminya tidak bisa masuk rumah sebab kuncinya tertinggal dalam rumah. Henni langsung menjawab, "ya" dengan suara lemah. Mereka punya kunci masing-masing, dan Henni sebenarnya ada menyimpan kunci cadangan satu lagi di tempat rahasia. Ia tak ingin kena bentak saat kuncinya tertinggal. akhirnya ia membuat kunci duplikat.

Dengan agak tergesa Henni mengendarai motornya. Tadi ia berencana akan mengisi minyak di galon yang akan dia lewati tapi karena Budi telah menelpon ia membatalkan rencananya.

Memasuki halaman rumah Henni melihat suaminya sedang duduk di kursi dan Henni sedikit berhati lega karena dilihatna wajah Budi tidak menyeramkan. Tanpa melepaskan helm terlebih dahulu Henni langsung membuka pintu rumah kemudian meletakkan kunci pada tempat biasa dan ternyata kunci milik Budi ada disitu.

Hari ini Henni bernafas lega karena tidak ada bentakan. Ia mengerjakan pekerjaan rutinnya dengan sangat hati-hati bahkan sedikit was-was agar tidak berbuat kesalahan. Sebenarnya Henni berusaha untuk bersikap enjoy agar tidak membuat kesalahan tapi Henni telah traumatik.

"Saya hendak pergi pangkas rambut " tetiba Budi telah di dekatnya. Henni terkejut sehingga pisau yang sedang dipegangnya terjatuh ke lantai. Untung kakinya tidak kena. Wajah Henni agak pucat karena merasa akan dapat bentakan tapi ternyata tidak. Budi hanya berkata,

"Makanya kalau sedang bekerja, jangan melamun" dan Budi beranjak ke ruang depan. Henni mengikuti sambil mengucap ayukur dalam hati karena tidak mendapat bentakan. Diambilnya kunci motor dan menyerahkannya kepada suaminya.

"Pakai motormu saja" kata Budi sambil mengambil kunci motor Henni.

Henni segera menutup pintu ruang depan ketika suaminya telah hilang dari pandangannya. Sambil bernyanyi kecil ia melanjutkan perkerjaan yang tadi terhenti. Ia berkerja tanpa beban karena suaminya sedang tidak di rumah. Saat seperti inilah saat yang berbahagia baginya. Saat suaminya tidak berada di rumah.

Henni melirik jam dinding. Telah pukul 17.30. Henni segera menyiapkan cemilan sore dan teh manis. Saat suaminya pulang langsung mandi, sambil nonton acara televisi sambil menikmati cemilan sore. Begitu selalu hampir setiap sore.

Tiba-tiba gawainya bergetar. Henni segera meningkat telepon ketika melihat nama suaminya yang memanggil.

"Assalamu 'alaikum" Henni mengucap salam.

"'Alaikum Salam " sahut dari seberang tapi bukan suara suaminya melainkan suara seorang perempuan.

"Maaf, ibu istrinya pak Budi?" Tanya perempuan yang memakai hp Budi

"Ya. Saya istrinya. Ada apa.,anda siap" tanya Henni agak emosi.

"Maaf bu. Suami ibu kecelakaan. Toleng segera datang ke rumah sakit umum. Segera ya bu."

Henni panik, antara petcaya dan tidak. Segera dihubunginya adik iparnya. Henni segera berangkat ke rumah sakit dengan memakai motor Budi. Hanya lima belas menit, Heni sudah tiba di rumah sakit dan ternyata adik iparnya telah sampai terlebih dahulu. Saat memarkirkan kenderaan adik iparnya langsung menghampiri.

"Kita langsung saja pulan kak. Abang sudah pergi" Henni tidak lagi mendengar apa yang dikatakan adik iparnya. Saat ia sadar, ia telah berada di rumah dikelilingi oleh saudaranya dan di tengah ruang tamu jasad Budi suaminya telah terbujur.

Sidikalang, 09 September 2021

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi!

09 Sep
Balas



search

New Post