Tak ada yang istimewa kedengarannya, jika bicara tentang dokter gigi, malah yang terbayang adalah rasa yang sakit jika dicabut. Dalam hidupku, tempat yang paling kuhindari adalah dokter gigi, sehingga sejak kecil, aku paling rajin sikat gigi sebelum tidur dan setelah makan. Nasibnya, gigiku masih harus sering dilaporkan ke dokter gigi karena memang jenisnya terlalu sensitif. Rasanya, hampir setiap tahun aku harus berurusan dengan dokter gigi.

Di usiaku yang tidak muda lagi, urusan yang satu ini masih juga belum selesai sebab masih ada gigi-gigi yang tertinggal dan masih setia menemani. Setiap kali perlu perhatian dan perawatan, aku akan membawanya ke dokter gigi. Walaupun sudah berlangganan berurusan dengan gigi, namun tempat berobat yang pas di hati dan di kantong belum juga kutemukan.

Sampai pada satu kali, aku mengikuti kegiatan kemah literasi penulis dan aku bertemu dengan salah seorang teman akrabku di S1 dulu, yaitu Raihana Rasyid. Dalam kenanganku dulu, dia adalah seorang anak yang rajin, pintar dan solehah. Tidak sepertiku yang sibuk membagi waktu antara urusan di rumah, kampus dan organisasi kampus, dia lebih memilih belajar bagus-bagus dan membantu orang tuanya menambah perekonomian keluarga dengan membuatkan pesanan orang untuk acara, seperti kue-kue dan lainnya.

Pada masa perkuliahan dia memutuskan kuliah sambil menikah. Suaminya kala itu seorang guru mengaji yang sudah dewasa jika dibandingkan dengan kami saat itu. Walaupun dalam keadaan sudah menikah, Nana demikian panggilannya tidak menurun semangat belajarnya, malah semakin semangat menyelesaikan studinya agar lebih cepat selesai. Belum waktunya wisuda, Nana akhirnya mengandung dan melahirkan anak, yang bernama Haggy Mardhiah dipanggil Eky.

Kembali ke cerita acara kemah literasi penulis, dimana aku dan Nana bertemu. Dia menceritakan bahwa anak pertamanya yang kala itu dikandung dan dilahirkan pada saat kuliah itu sekarang sudah menjadi seorang dokter gigi, dan dipanggil Eky. Setelah tamat sekolah, Eky sudah lama memersamai dokter spesialis untuk memantapkan ilmunya. Dia kini sudah buka klinik gigi sendiri, demikian ungkapan Nana. Dengan tak berpanjang kalam, aku langsung catat informasinya untuk segera berjumpa dengan Eky.

Hal istimewa yang ingin kusampaikan berkaitan dengan dokter gigi, ternyata sangat beda sensasinya, berjumpa dengan dokter yang sama sekali tidak kita kenal dengan dokter yang notabenenya adalah anak teman akrab sendiri. Aku dan anak-anak memutuskan untuk menyerahkan beberapa persoalan gigi kami padanya. Kami merasa puas dengan perlakuan dan progress kesembuhannya. Tidak ada kesan pergi ke dokter gigi kalau ke sana, perasaan yang ada seperti pergi ke klinik anak sendiri. Suasana setiap berobat juga sangat akrab dan kekeluargaan. Eky memanggil anak-anak dengan adik dan dia memanggilku sama dengan panggilan anak-anak yaitu umi. Hal istimewa lainnya, setiap hari Jum’at, Eky akan memberikan pelayanan gigi gratis untuk beberapa kasus bagi pasiennya.

Teringat masa-masa kuliah ketika mamanya Eky mengandungnya, rasanya kini seperti mimpi. Allah mempertemukanku dengan anaknya yang sudah sukses menjadi dokter dengan perjuangan orang tuanya yang luar biasa (tidak mudah kuliah sambil mencari nafkah dan sambil berkeluarga). InsyaAllah pekerjaan Eky berkah dan mendapatkan rezeki yang berkah dan berlimpah juga. Doaku silaturrahmi ini terus terjaga, dan urusan gigi dapat segera normal semua. (srie2502)