Sri Endang Hastini Hasibuan

Nama ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menatap Senja

Ana menghentikan langkahnya, Ia mendongakkan wajahnya. Ia menundukkan kepalanya, meski ia tak kenal sosok itu.

“Pagi Kak.”

Ana menyapa ramah perempuan yang ada dihadapannya.

“Saya nggak perlu basa-basi ya, kamu tahu kan siapa saya?”

“Saya nggak kenal Kak, maaf.”

“Kamu tanya sama seisi kampus ini siapa saya. Satu lagi, jangan kamu coba-coba dekati Pak Alvine, paham?”

“Tapi saya nggak pernah dekati Pak Alvine Kak, lagian mana mungkin, dia kan dosen saya.”

“Tapi saya sudah beberapa kali memergoki kamu dengan Pak Alvine, apalagi kalau bukan tebar pesona, ya kan?”

“Astaghfirullah…..saya nggak seperti itu Kak, boleh tanya sama teman sekelas saya. Saya nggak pernah tebar pesona dengan siapapun termasuk Pak Alvine.”

“Awas aja… kalau sampai iya, nggak tamat kamu dari sini. Asal kamu tahu Pak Alvine itu milik saya, jelas kamu?”

Perempuan itu pergi meninggalkan Ana begitu saja.

Ana bingung, siapa perempuan itu. Tiba-tiba menhentikan langkahnya dan marah karena disangka mendekati Pak dosen ganteng.

“Cobaan apa lagi ini.” Gumam Ana.

Ana langsung menujun parkir motor, dalam hatinya berkata untung saja tadi nggak ramai para mahasiswa, kalau tidak Ia bakal disangka beneran tebar pesona ke dosen ganteng.

Ana menuju kost Tari dan tiba disana Ia menceritakan semua kekesalannya karena telah dituduh macam-macam.

“Na…kau tunjukkan nanti sama aku mana orangnya, belum tahu dia siapa itu Tarida halak Medan, kulawan nanti dia.”

“Sudah nggak usah, nanti jadi memperkeruh suasana.”

“Nggak suka aku cara dia Na…kalau dia jual aku beli, sudah lama aku nggak mainkan jurus karateku ini.”

“Sudahlah Tari, kita kan nggak mau ribut lho…aku minta tolong kamu cari tahu aja siapa dia itu.”

“Senin aku selidiki, gampang itu. Terus gimana usaha Mama yang kau ceritakan semalam itu.”

“Masih nunggu jawaban dari puhak perusahaan.”

“Semoga ya, eh aku ikut samamulah, suntuk aku di kost. Sabtu Minggu libur, bagus aku ke rumah kamu, kita bisa kumpul biar aku nggak rindu kampung.”

“Ya sudah ayo, aku juga mau pulang ini.”

Merka pun berangkat menuju rumah Ana. Tiba di rumah merekapun langsung menuju teras belakang rumah lalu bercengkerama. Mama Amel tampak ikut nimbrung dengan ob rolan mereka. Sesekali Ana melihat sang mama yang mulai tampak lebih segar. Perlahan jiwanya mulai bangkit, padahal pada saat ke psikiater hampir saja divonis agar mamanya mengkonsumsi snit depresan secara rutin. Namun ternyata terapi dari orang-orang tersayang justru lebih cepat memulihkan jiwa mamanya yang hancur. Kini sepertinya mamanya sudah bisa menerima kenyataan.

“Sayang…”

Mama Amel menunjukkan handphonenya pada Ana.

“Ma…ini kan Bu Shinta.”

“Karya mama diterima sayang.”

“Masyaallah…selamat ya Ma…aku senang dengarnya.

Mereka saling berpelukan.

“Selamat ya Tante.”

Kata Tari.

“Makasih ya Nak.”

“Senin mama disuruh ke kantor tandatangan kerjasama. Nanti aku temenin ya, karena kan aku kuliahnya siang.”

“Aku ikut ya Na.”

“Motornya kan cuma satu, masa iya kita bertiga.”

“Aku naik ojek.”

“Ya sudah kita naik taksi online aja jadi berangkat sama-sama.”

Kata mama Amel.

Semua bersorak gembira akan berita siang itu. Banyak hal yang mebuat orang bersedih, tapi satu hal yang akan membuat mereka tersenyum yaitu orang-orang baik yang selalu ada dalam suka dan duka.

Ikuti kelanjutannya!

Asahan, 16 April 2024
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap ulasannya

16 Apr
Balas

Wih senengnya, sukses selalu bunda

16 Apr
Balas



search

New Post