Sri Endang Hastini Hasibuan

Nama ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Menatap Senja

Ana terus melangkah ke arah kasir. Sejak tadi Ia jalan menunduk seolah tak ingin diketahui orang lain. Sementara itu Mama Amel sepertinya tak tahu apa yang kini ada di benak Ana.

Ana pun meminta bill kepada kasir, Ia lalu membayarnya dan bergegas untuk ke luar dari ruangan itu.

“Ayo Ma…”

“Anastasia…”

Mengapa suara itu harus didengarnya lagi, padahal Ia ingin membuang jauh semuanya.

“Kalian makan disini juga?”

“Ana membalikkan badannya, begitu juga Mama Amel.”

“Papa…iya, kita baru selesai makan.”

“Papa nggak tahu kalau kamu disini sayang, biar Papa yang bayar ya?”

“Nggak usah Pa…kita sudah bayar kok, kami pamit pulang ya Pa..Asalamualaikum.”

“Punya uang juga kamu makan di tempat ini?”

“Insyaallah punya Tante, permisi.”

“Uang darimana? dari suami saya?”

“Kamu tanya aja suami kamu, ada nggak dia ngasi kita, bila perlu kamu cek rekeningnya setiap bulan, ada nggak dia ngasi anaknya. Oh iya, mungkin suami kamu juga nggak punya nomor rekening ya.”

“Bagus kamu kalau bicara ya…kamu nyindir saya?”

“Kamu kesindir? baguslah kalau gitu.”

“Bener-bener ya…Mas suruh mereka pergi, aku nggak mau lihat muka mereka lagi”

“Hallo Nyonya Hermawan…ini bukan kantor kamu, kamu nggak bisa ngusir orang sembarangan. Dan satu lagi jangan pernah menghina keluarga saya, karena kamu akan menyesal.”

Mama Amela dan Ana meninggalkan ruangan itu.

“Dewi…kenapa sih harus rebut ditempat ini? malu kan dilihatin orang.”

“Kamu mau belain mantan istri kamu? dia itu yang mulai.”

“Aku tadi cuma mau membayari ke kasir, tapi ternyata mereka sudah bayar, masa gitu aja nggak boleh.”

“Sudah aku bilang kamu nggak boleh lagi berurusan dengan mereka. Apa pun itu.”

“Tapi Dewi…sebenarnya Ana juga kan masih tanggunganku, dia anakku satu-satunya.”

“Apa pun alasan kamu, aku nggak suka kamu dekat-dekat dengan mereka.”

“Ya sudah…ayo pulang, jangan debat disini, malu dilihatin orang.”

Pak Hermawan sangat sedih, untuk kedua kalinya Ia hanya bertemu anaknya sesaat dan selalu diikuti dengan perdebatan istrinya dengan Mama Amel. Hatinya mulai rapuh, seperti ada sesuatu yag tak bisa diungkapkan. Ia memang bergelimang harta, pebisnis sukses, semuanya dia punya. Tapi Ia merasa ada yang kurang dan tak bisa diungkapkannya. Seolah kebabahgiaannya semu. Ia iri melihat kebersamaan Amelia dan Ana anaknya. Sementara dengan istri barunya, setiap hari hanya membicarakan bisnis, uang dan uang.

“Ana…kok lama kau. Taksi kita sudah datang.”

“Tadi ada masalh dikit, yok kita pulang.”

“Neng…itu kan Pak Hermawan, Papanya Neng?”

Bibik melihat Pak Hermawan berjalan dengan istrinya keluar resto.

“Iya Bik..tadi sudah ketemu kok.”

“Jadi itu Papa kamu Na?”

Ana mengangguk.

“Ternyata lebih cantik Mama kamu”

“Iya Mbak Tari…kalau Ibu nggak ada duanya deh, sudah cantik, baik, pokonya super deh.”

Merekapun berjalan keluar, taksi sudah menunggu didepan lobi. Baru saja ingin menikmati kebersamaan dengan orang-orang tersayang, Ana harus berhadapan lagi dengan istri dari papanya. Belum lagi maslah nilainya dengan Pak dosen ganteng. Ah…entahlah..Ana hanya bisa bersyukur akan semua ini, setidaknya Allah mengganti kesediah itu meski perlahan.

Ia masih tak mengerti, mengapa setiap ketemu Papanya, istri papanya selalu menhalangi dan merasa nggak suka. Padahal kan Ia sudah bisa menguasai papanya, apalagi yang mau ditakutkan, sejak awal kan memang Papa Ana sudah menentukan hidupnya.

“Ma…nggak usah dipikirin apa yang dibilang istrinya Papa tadi.”

“Sebenarnya Mama malas ribut sayang….tapi dia sudah merendahkan kita, itu yang mama nggak terima.”

“Yang penting kita kan nggak seperti yang dia tuduhkan, lagian capek banget ngelayani dia.”

“Makanya mama berusaha menghindar, supaya nggak marah-marah.”

“Ya sudah aku masuk kamar dulu ya, mama istirahat.”

“Iya sayang.”

Merekapun beristirahat dengan membawa cerita di benaknya masing-masing. Ana agak susah untuk tidur setelah semua yang terjadi. Namun Ia terus berusaha ikhlas dan membersihkan hatinya dari segala kesal. Barulah Ia bisa memejamkan matanya, hingga terbangun karena suara azan subuh.

Ikuti kisah Anastasia selanjutnya!

Asahan, 30 Maret 2024

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post